LUMAJANG - Seluruh desa mendapat Alokasi Dana Desa (ADD) dan
Dana Desa (DD) yang cukup besar setiap tahunnya. Setiap desa memang besarannya
berbeda. Namun selisihnya tidak teralalu besar.
ADD dan DD itu seperti dikatakan,
harus dimaksimalkan untuk pembangunan dan pengembangan desa. Semua anggaran
yang terserap juga harus dilaporkan realisasinya secara trasparan. Sehingga
masyarakat bisa tahu dan ikut mengontrol.
Hal ini disampaikan oleh Kepala
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Patria Dwi Hastiadi, AP, M.Si. Ada
banyak cara untuk melaporkan realisasi ADD dan DD yang sudah tersusun dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) pada masyarakat.
Salah satu caranya yakni dengan
mengumumkannnya dengan dicetak pada banner besar dan memasang di tempat strategis. Utamanya di
depan Kantor Desa harus ada. Bahkan ini sudah diwajibkan oleh Pemkab.
“Kita wajibkan seluruh desa, apabila
APBDes mereka sudah jadi, sudah dievaluasi dan diundangkan, mereka wajib
membuat banner, ini sudah kita pantau dan sudah banyak yang membuat, kita akan
melakukan cross check melalui camat,” ujarnya saat menggelar jumpa pers di
Ruang Terbatas Kantor Bupati Lumajang.
Di kesempatan yang sama, Perwakilan
dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara di Jember, Muhammad Ali
menjelaskan, Dana Desa merupakan dana yang dialokasikan dalam APBN. Fungsi dan
manfaatnya bagi desa sangat besar. Jadi harus dikelolah dengan baik dan benar.
“Dana Desa ini digunakan untuk
membiayai pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan untuk
membangun dan memberdayakan masyarakat desa, terutama untuk meningkatkan
kualitas hidup, mengurangi kemiskinan, kesenjangan sosial, serta perluasan
ekonomi individu dan kelompok,” terangnya.
Hingga akhir Mei, Dana Desa (DD)
untuk Lumajang tahap satu tak kunjung cair. Pihak Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN) di Jember menyampaiakan, tak cairnya DD ini
dikarenakan masih belum ada rekomendasi dari pusat.
Perwakilan BKKN Jember Mohammad Ali
mengatakana, selain Lumajang, ada 5 daerah lainnya di Jawa Timur yang memiliki
nasib yang sama. Yakni Kabupaten Jember, Nganjuk, Bangkalan, dan Sidoarjo.
Alasan tidak cairnnya DD ini
dikarenakanmasih belum ada rekomendasi dari Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan. Ali sendiri tidak bisa menjelaskan kenapa rekomendasi masih belum
turun. “Untuk
alasannya kami tidak tahu, bukan kewenangan kami,” katanya saat jumpa pers di
Kantor Pemkab Lumajang, Senin (22/5).
Lanjutnya, rekomendasi dari pusat
akan dberikan jika syarat sudah dipenuhi. Jadi jika sampai saat ini masih belum
ada rekomendasi berarti masih ada permasalahan pada persyaratan. Tapi Ali tidak
bisa berspekulasi mengenai apa kekurangan persyaratan dari Lumajang. “Mengenai ada kekuranganyang tahu
pusat. Kalau sudah direkomendasi berarti tidak ada masalah,” ujarnya.
Sementara di kesempatan yang sama,
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Patria Dwi Hastiadi.AP ,M.Si
menyampaikan sampai saat ini Pemkab masih terus berkomunikasi dengan pusat
terkait permasalahan ini.“Kemungkinan ada kesalahan teknis. Sampai saat ini
masih trus kami komunikasikan,” katanya.
Dari keterangan pusat maupun BKKN
Jember, paling cepat DD bisa cair pada Maret. Dan paling lambat bulan Juli cair.
Namun Patria mengupayakan sebelum Juli sudah bisa cair DD di Lumajang.“Kalau
bis Mei sudah bisa cair,” tegasnya.
Tahapan pencairan DD sendiri, dari
pusat akan dikirim ke BKKN Jember. Baru kemudian ke Rekening Umum Kas Daerah
Pemkab Lumajang. Setelah itu baru dipindahkan ke masing-masing rekening desa.
Sementara untuk pencairan DD tahap
duaa, baru bisa dilakukan jika pihak desa telah selesai menyampaikan laporan
realiasi tahap satu pada bupati. “Syarat lainnya minimal DD tahap satu terserap
hingag 70 persen,” ujarnya.
Molornya pencairan DD ini tentunya
berdampak pada pembangunan di desa yang seharusnya bisa dilakukan lebih awal.
Sehingga dengan kondisi seperti ini, pembangunan bisa molor hingga pertengahan
tahun nanti.
Di Jawa Timur, pagu DD mencapai 6 triliun. Hingga
Mei lalu dilaporkan sudah cair hingga 60 persen atau 3 triliun. Di Lumajang
Desa Rowokangkung paling tinggi anggaran yang didapatkan yakni hingga Rp 973
juta. Sementara terendah Desa Petahunan Rp 766 juta. (h)