SURABAYA - Kasus dugaan korupsi
mobil listrik yang menjerat mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan memasuki babak
baru. Pasca berkas perkaranya dinyatakan sempurna atau P21, Kejaksaan Agung
(Kejagung) RI melimpahkan berkas kasus ini ke Kejari Surabaya, Jum'at
(28/4/2017). Namun, pelaksanaan tahap II ini gagal dilaksanakan lantaran Dahlan
Iskan yang ditetapkan tersangka pada kasus in mangkir dari panggilan Kejagung.
Dahlan berdalih, jika ia tidak mengetahui ada pelimpahan tahap II kasusnya di
Kejari Surabaya.
Hal itu diungkapkan Mir'atul Mukminin, kerabat Dahlan Iskan yang mendatangi
Kejari Surabaya. Selain itu alasan mangkirnya Dahlan pada proses tahap II tersebut
dikarenakan adanya pergantian tim penasehat hukum. "Intinya kami koordinasi
untuk menunda tahap II karena ada pergantian pengacara,"kata Mir'atul saat
dikonfirmasi awak media di Kejari Surabaya, Jum'at (28/4/2017).
Sementara, Yulianto selaku Kepala Subdirektorat Penyidikan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung membenarkan
penyerahan berkas Dahlan Iskan tertunda, lantaran pihak Dahlan masih akan
melakukan perubahan tim penasehat hukum.Yulianto mengatakan, mestinya hari ini
agendanya tahap dua bisa dilakukan yaitu, penyidik kejaksaan negeri menyerahkan
tugas dan tanggungjawabnya baik tersangka dan barang bukti kepada penuntut
umum.
"Tempos dan lokusnya sebenarnya ada di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat
harusnya diserahkan ke Kejari pusat, tapi karena tersangka Dahlan Iskan
statusnya tahanan kota, maka kami meminjam tempat di sini (Kejari Surabaya)
untuk serah terima tahap dua," terang Yulianto kepada awak media di
Kejari Surabaya, Jumat (28/4/2017).
Ketika ditanya seputar materi perkara, Yulianto enggan menjawab. Menurutnya,
agenda hari ini hanya tentang tahap dua dalam kasus mobil listrik Dahlan
Iskan."Saya tidak akan mengomentari materi perkara. Saya di sini hanya
untuk tahap dua, maaf ya,"pungkasnya.
Untuk diketahui, Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan resmi ditetapkan sebagai
tersangka kasus pengadaan mobil listrik oleh Kejaksaan Agung pada 26 Januari
2017. Kasusnya berawal dari kesepakatan tiga BUMN untuk membiayai pengadaan 16
mobil listrik senilai kira-kira Rp 32 miliar. Saat itu PT Sarimas Ahmadi
Pratama ditunjuk sebagai pihak swasta yang dianggap kompeten untuk mengerjakan
pengadaan tersebut.
Tiga BUMN yang dimaksud adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI), Perusahaan Gas
Negara (PGN), dan PT Pertamina. Belasan mobil listrik tersebut rencananya akan
digunakan saat konferensi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Nusa Dua,
Bali, Oktober 2013.Dianggap tak memenuhi kualifikasi untuk digunakan peserta
forum APEC, mobil-mobil listrik yang telah diproduksi selanjutnya diserahkan
kepada beberapa universitas untuk dijadikan bahan penelitian. Terseretnya
Dahlan dalam muara kasus ini bermula nyanyian Dasep Ahmadi, Direktur PT Sari
Mas Ahmadi Pratma yang lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.
Nampaknya Dasep Ahmadi tak mau menanggung beban
moral sendirian, Nah pada persidangannya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat,
Dasep menyebut Dahlan, yang saat itu menjabat Menteri BUMN, sebagai wakil
penanggung jawab bidang pelaksana proyek. Sebagai pengembangan, pada Kamis, 3
November 2016. Dasep pun divonis bersalah dan dihukum 7 tahun penjara dan denda
Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan pada Maret 2016 oleh Pengadilan Tipikor.
Pada November 2016, Mahkamah Agung memperberat hukuman Dasep Ahmadi dari 7
tahun penjara menjadi 9 tahun penjara. Selain itu, dalam putusan itu, MA
menyatakan Dahlan Iskan terlibat dalam kasus perkara mobil listrik. (ban)