PROBOLINGGO - Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara
bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Pendidikan inklusi di SD belum beriringan
dengan visi pendidikan belum berdasarkan inklusi ethos yang mengedepankan
keragaman dan kesamaan hak dalam memperoleh pendidikan. Kurikulum dan metode
pengajaran yang kaku dan sulit diakses oleh ABK masih ditemukan pada kelas
inklusi. Pengintergrasian kurikulum belum dapat dilakukan oleh guru Karena
kemampuan guru yang terbatas. Guru-guru belum mendapatkan training yang
praktikal dan kebanyakan yang diberikan sifatnya hanya sebatas sosialisasi
saja. Wali kelas dan atau guru bidang studi yang kedapatan dikelasnya ada ABK
masih menunjukkan sikap “terpaksa” dalam mendampingi ABK memahami materi.
Berkenaan dengan hal tersebut, Maka
Dinas pendidikan, Pemuda dan Olah Raga kota Probolinggo menggelar kegiatan
Workshop pengembangan kurikulum inklusif bagi guru pembimbing khusus (GPK) se
kota probolinggo tahun 2017, Kamis dan Sabtu (13, 15 April 2017).
Acara yang dilangsungkan di aula
Dispendik setempat ini dibuka secara langsung oleh Kadispendik, pemuda dan Olah
Raga kota Probolinggo Rey Suwigyto S.Sos, M.Si dan di ikuti oleh 116 guru
pembimbing khusus se kota Probolinggo, Kepala UPT SD dan PAUD kecamatan se kota
Probolinggo, Pengawas TK dan SD serta Penilik PNFI. Selain itu agenda workshop
ini juga menghadirkan Nishrina Khamdida, M.P.Si narasumber psikolog dari Rumah
sakit Sidoarjo
Dalam laporannya Drs Heri Wijayani
M.Si, Kabid PAUD dan Pendidikan Keluarga Dispendik kota Probolinggo mengatakan
Tujuan dilaksanakan kegiatan Workshop tersebut yakni membantu peserta didik
dalam mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan belajar yang dialami
semaksimal mungkin dalam setting sekolah inklusif. “Membantu guru dan orang tua
dalam mengembangkan program pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus
baik yang diselenggarakan disekolah maupun dirumah, serta menjadi pedoman bagi sekolah,
dan masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan menyempurnakan program
pendidikan inklusif.”Ujarnya.
Sementara Rey Suwigtyo dalam
sambutan pembukaan Workshop tersebut mengatakan Pada pendidikan dasar,
kehadiran pendidikan inklusi perlu mendapat perhatian lebih. Pendidikan
inklusif sebagai layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan
khusus (ABK) belajar bersama anak normal (non-ABK) usia sebayanya di
kelas ank ar/biasa yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Menerima ABK
di Sekolah Dasar terdekat merupakan mimpi yang indah yang dirasakan orang tua
yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus. “Untuk itu perlu adanya kerjasama
yang baik untuk mengawal program pengembangan kurikulum pendidikan inklusif
ini, agar apa yang menjadi tujuan dapat terpenuhi.”Ujarnya.
Ditempat
yang sama Heri Wijayani saat ditemui mengatakan “Kegiatan ini sebagai upaya
bentuk komitmen kita yang mengarah pada image kota inklusif yang telah di
deklarasikan. Mulai dari ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) dengan mengikutsertakan
dalam berbagai kegiatan termasuk psikotest. Kemudian guru pembimbing khusus
juga menjadi perhatian kita, sampai sejauh mana letak kekurangannya dalam
mengawal program ini dengan mengikutsertakan para GPK tersebut dalam uji
kompetensi. ”Ungkapnya. (Suh)