NGANJUK
- Dana yang dilontarkan Pemerintah berbagai bantuan seperti halnya ADD, BK, DD,
Pasum yang masuk di Desa kedungrejo Kec. Tanjunganom termasuk aset Desa berupa
tanah titi soro yang seluasnya mencapai 8 Bau ( Delapan Bau ) Tanah Bengkok
yang kosong ibarat warisan nenek moyang dimana penggunaanya dan pembelajaran
jauh dari pada relasi secara umum.
Newsweek menghitung belanja paving di SD
jalan gambiran yang permeternya mencapai 100.000.000 (Seratus Juta) yang mana
sebenarnya hanya Rp 50.000 per meter yang terbaik. Jelas ini marap anggaran dan
pengelolaan aset Desa atau dana lainnya estafet dari Kepala Desa sebelumnya
yang lebih heran Kepala Desa Kedungrejo juga membagi-bagikan uang Rp 2.000.000
(Dua Jutaan) untuk tutup mulut Kepala Perangkat keseluruhannya dimana secara
umum juga tidak pernah masyarakat diajak musyawarah / dilibatkan dalam rembuk
atau penyusunan Perdes.
Sementara BPD yang seharusnya independen
dan legal hanya tunjukkan saja tanpa mekanisme yang sah kata Suwito tokoh
masyarakat setempat serta pengganti tanah bengkok yang terkena dampak lintasan
jalan tol juga dilakukan oleh Kepala Desa sendiri, merangkap brokir tanpa
melibatkan masyarakat dan pamong yang hak bengkoknya terdampak, padahal itu
merupakan Aset Desa yang berkelanjutan pengelolaanya pada pamong pengganti
dikemudian hari berdasarkan sumber yang patut dipercaya bahwa semua pamong
mencicipi juga secara permanen anggaran juga finansial yang ada di desa tersebut
dana dari PPK pengganti bengkok Rp 6,1 M.
Berdasarkan hitungan fakta real hanya
dibelanjakan berkisar 3,5 M, terus dikemanakan dana dari Negara tersebut
kelebihannya. Camat sebagai pembina dan Dinas yang terkait maupun yang
berwenang terkesan tutup mata atas yang terjadi di Desa Kedungrejo, apalagi
DPRD yang sudah sibuk dengan pekerjaanya kata tokoh setempat penyimpangan
bertahun-tahun aman-aman saja lantas apa kerja Dinas terkait dalam pungli
pengawasannya, apa menunggu kalau ada demo ? kalau sudah laporan dari warga /
masyarakat, kuno kata tokoh Desa setempat imbuhnya maka tidak berlebihan jika
masyarakat menduga ada konspirasi dalam pengunaan anggaran / aset Desa
tersebut.
Terbukti dari salah
satu LSM mencari Data Perdes di Kec. Tanjunganom beberapa minggu yang lalu
ibarat mencari setan yang tidak ditemukan padahal namanya aturan seharusnya
diketahui publik dan lucunya lagi beberapa minggu kemudian dinding kantor Desa
Kedungrejo penuh tempelan Perdes dan jalan-jalan penuh dengan papan nama sehingga
masyarakat curiga dengan adanya Perdes maupun papan nama dijalan-jalan Perdes
tersebut sudah dimuat di lembaran daerah apa tidak sebelumnya diperdeskan ?
Masyarakat masih mau mengkonfirmasi ke Pemda jangan-jangan Perdes siluman,
sedangkan bangunan fisik antara 2015-2016 baru dipasang papan nama tanpa
prasasti satupun tidak ada prasasti yang tertempel pemasangan papan nama baru
awal April 2017, ada apa ini ? Bersambung
(B.N)