Ironisnya, Dirut PT Akara Multi Karya yang dihadirkan sebagai saksi kunci dalam perkara ini justru memberikan keterangan yang berbelit-belit. Dihadapan majelis hakim yang diketuai Maxi Sigerlaki. Sontak keterangan yang plin-plan itu membuat hakim sedikit naik pitam. Hakim Maxi pun meminta agar Augusto tidak memberikan keterangan yang berbelit-belit.
Keterangan berbelit-belit itu ketika saksi menerangkan adanya aliran dana yang dikucurkan ke empat rekening. Namun saat ditanya ulang, Augusto hanya menyebut ada tiga rekening yang totalnya Rp 100 juta dengan komposisi satu rekening sebesar 25 persen. "Karena nasib terdakwa ini berada ditangan anda. Kan anda juga jadi terdakwa, jangan sampai keterangan anda memberatkan hukuman buat anda, jadi saya ingatkan jangan berbelit-belit,"ucap Hakim Maxi pada saksi Augusto pada persidangan di ruang Cakra PN Surabaya, Rabu (26/4/2017).
Saksi Agusto Hutapea mengatakan, penetapan tarif yang dipungut tidak ada anggaran dasarnya. Semua berdasar ketetapan serta arahan dari Balai Karantina. Arahan itu berupa penetapan tarif jangan lebih mahal dibanding tempat pemeriksaan karantina di luar PT TPS. Sistem kerja PT AKM hanya mengelola blok W. Utamanya dalam memfasilitasi proses pemeriksaan Balai Karantina. Seperti membuka segel, mengangkat kontainer, menyediakan peralatan kantor, dan berbagai kebutuhan lainnya. Lalu PT TPS hanya menyediakan lahan dengan biaya sewa Rp 100 juta per bulan.
Augusto membenarkan ada kesepakatan bagi hasil itu. Tapi dia menyatakan bahwa terdakwa Djarwo Surjanto maupun Mieke Yolanda terlibat dalam pembagian hasil tersebut. " Mereka tidak tahu masalah pembagian itu, " ucap Augusto. Selain itu Agusto memperjelas bahwa setoran yang dia lakukan setiap bulan untuk empat rekening. Yakni atas nama David Hutapea dua rekening, Firdiant Firman, dan rekening dia sendiri. " Selain empat rekening itu tidak ada, " jelas dia.
Dia juga mengakui bahwa salah satu ATM atas nama David Hutapea ada yang diserahkan ke Rahmat Satria. Tapi dia tidak tahu untuk apa ATM itu. Penyerahan itu dilakukan atas perintah David Hutapea. " Rata-rata per bulan saya kirim ke rekening Rp 150 juta," ungkapnya. Uang itu merupakan pembagian keuntungan. Tapi, Agusto tidak tidak tahu ATM itu untuk siapa. Dia menyangka, ATM atas nama David Hutapea itu merupakan bagian Firdiant Firman.
Sudiman Sidabuke, kuasa hukum terdakwa lebih menyoroti pada dakwaan yang ditujukan kepada kliennya. Dia mempertanyakan apakah selama ini customer PT AMK terpaksa dengan tarif yang ditetapkan, Agusto menjawab tidak. Dia juga mengaku tidak pernah menerima komplain dari pelanggan. " Semua berlangsung aman, juga tidak ada teguran dari otoritas pelabuhan, " kata saksi.
Sama seperti pada sidang sebelumnya, saksi juga mencabut keterangan di BAP yang menyatakan adanya pemungutan liar. " Saya tidak tahu dan tidak pernah mengatakan itu," jelas dia. Selain Augusto Hutapea, Jaksa juga menghadirkan tiga saksi kunci lainnya. Mereka yakni, David Hutapea, Rahmat Satriya, dan Firdiant Firman.(ban)