SURABAYA - Permohonan penangguhan
penahanan yang diajukan Widya dan Hartono Slamet, terdakwa kasus penyekapan
sejak 21 Januari 2017 lalu akhirnya baru dikabulkan oleh majelis hakim yang
diketuai Sigit Sutriono. Penetapan
penangguhan penahanan tersebut dibacakan dalam persidangan diruang Kartika 1
Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (23/3/2017).
Penangguhan penahanan tersebut membutuhkan waktu yang lama, Hakim baru
menyakini jika kedua terdakwa mengalami gangguan kesehatan, setelah tim kuasa
hukum kedua terdakwa, yakni Musa Darwin Pane, Marco Van Basten Malau, Dahman
Sinaga menghadirkan Dr. M. Arifin, dokter Rutan Medaeng.
Dalam keterangannya saat persidangan minggu lalu, Dr M Arifin
menjelaskan, jika terdakwa Widya sering pingsan dan mengeluhkan sakit
dikepalanya pasca keguguran. Selain itu, dari hasil keterangan psikiater,
peristiwa keguguran tersebut mengakibatkan anamnesa cemas dan depresi pada
terdakwa Widya.
Sedangkan, terdakwa Hartono Slamet Mengeluh sesak napas dan panas. Dispeniu
dan ispa. "Cukup beralasan dan tidak bertentangan. Menetapkan melakukan
penangguhan penahanan rutan. Untuk berobat,"kata Hakim Sigit Saat
membacakan amar putusannya di PN Surabaya, Kamis (23/3/2017).
Selain itu, jaminan dari orang tua kedua terdakwa juga menjadi salah satu
pertimbangan hakim dalam penangguhan penahanan dari status tahanan negara
menjadi tahanan kota.
Kendati demikian, status tahanan kota tersebut sewaktu-waktu dapat dicabut kembali, bila terdakwa melanggar persyaratan yang sudah ditetapkan oleh pengadilan," terdakwa tidak boleh keluar kota selama belum mendapat putusan dalam perkaranya,"sambung hakim Sigit.
Sementara, Saksi Soenaryo mantan kuasa hukum orang tua dari kantor hukum
Pasopati LAW, yang didatangkan Jaksa penuntut umum, tidak dapat hadir karena
ada keluarganya yang meninggal."Karena saksi tidak hadir, maka sidang kami
tunda dan dilanjutkan pada Kamis 30 Maret 2017, dan saksi wajib datang,"
pungkas Hakim Sigit pada JPU Ririn Indrawati.
Terpisah Marco Van Basten Malau, salah seorang penasehat hukum kedua
terdakwa mengapresiasi penetapan penangguhan kedua kliennya. Menurutnya, butuh
perjuangan untuk memberikan kepercayaan ke majelis hakim jika keliennya
benar-benar sakit.
"Kami sangat mengapresiasi majelis hakim yang mengabulkan penangguhan
penahanan terhadap para terdakwa dan merupakan langkah yang tepat mengingat
kondisi para terdakwa yang membutuhkan perawatan lebih intensif di luar
rutan,"jelas Marco saat dikonfirmasi usai persidangan.
Dengan dikabulkannya penangguhan tersebut, lanjut Marco, kedua terdakwa
harus dikeluarkan dari Rutan Medaeng hari ini juga. "Kami akan minta jaksa
untuk mengeksekusi penetapan hakim, karena ini menyangkut hak asasi
manusia,"sambungnya.
Untuk diketahui, kedua terdakwa ditahan penyidik Polrestabes Surabaya pada
15 November 2016 hingga 4 Desember 2016. Selanjutnya menjadi tahanan Kejaksaan
Negeri (Kejari) Surabaya pada 5 sampai 11 Januari 2017, Dan menjadi tahanan PN
Surabaya pada 19 Januari 2017 hingga 23 Maret 2017.
Tuduhan penyekapan ini dialami Widia dan Hartono
berawal ketika terjadi upaya pengosongan lahan milik orang tuanya di Jl Nginden
Semolo, Surabaya yang dilakukan oleh Advokat dari Pasopati & Associates
pada Agustus 2014.
Saat itu, advokat menutup gembok pagar depan dan tengah
untuk menjaga lahan agar tidak disalahkan gunakan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Namun tiba-tiba pada 12 Agustus 2014, Adjie Chendra
melaporkan Hartono dan Widia ke Polrestabes Surabaya atas tuduhan penyekapan.
(ban)