LUMAJANG - Tidak tuntasnya
Proyek Rest Area B29 dibawah naungan Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten
Lumajang, menuai kritik dari LSM Forum Masyarakat Peduli Lumajang (FMPL).
Pasalnya, proyek
yang menghabiskan dana miliaran rupiah dari APBD Lumajang tahun 2016 itu,
disinyalir ada permainan antara PPK, rekanan hingga proyek tersebut tak kunjung
selesai.“Sejak
awal saya menduga ada permainan, masak dalam satu area bisa dimenangkan dua
rekanan. Ini ada apa? pasti ada main-main,” ujar Koordinator FMPL, H.Nanang
Hanafi, Rabu (04/01/2016).
Menurut
Nanang, proyek rest area satu dan dua kondisinya amburadul dan terlihat
berantakan. Apalagi, Nanang menilai, pembangunan jika dilihat dengan kasat
mata, tidak sesuai dengan bestek. “Asal
bangun saja tanpa perencanaan yang jelas, ini merugikan rakyat,” tambahnya.
Data dari wibesite LPSE
Lumajang , mega proyek penunjang wisatawan saat bepergian ke wisata negeri di
atas awan itu, dimenangkan dua rekanan yakni. rest area satu dimenangkan PT.
Hutomo Mandala Perkasa, Surabaya dengan nilai Rp. 3,6 miliar. Sedangkan, rest
area dua dimenangkan CV. Ardian, Bondowoso dengan nilai Rp. 2,9 miliar.
Nanang mengatakan,
seharusnya proyek rest area satu dan dua dijadikan satu, bukan dipecah-pecah. Pasalnya, lanjut dia,
lokasi berada di satu tempat. “Saya menduga ada kong kalikong dari
perencanaan awal, soalnya satu proyek bisa dipecah menjadi dua, sangat aneh,” imbuhnya.
Hingga kini mega proyek
tersebut kondisinya sangat memprihatinkan, terutama rest area satu yang
dimenangkan oleh rekanan dari Surabaya, yang kemudian diputus kontrak.
Sedangkan rest area dua masih tahap pekerjaan karena mendapat adendum (pasal
tambahan, red.).
Sementara itu, Komisi B
DPRD Lumajang meminta Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) selektif dalam
menerima hasil pekerjaan. “Jangan
sampai, hasil pekerjaan yang diterima tidak sesuai bestek atau tidak bagus
sehingga bangunan tidak akan bertahan lama,” cetus Solikin, SH.Dari pengawasan
Komisi B baru ada satu pekerjaan yang dilakukan putus kontrak, yakni; pembuatan rest area di B
29. Pihak rekanan setelah dilakukan surat peringatan tiga kali, tetap tidak
melakukan perbaikan maka langsung diputus kontrak.
Pembangunan rest area di negeri di atas awan tersebut rencananya akan kembali
dianggarkan pada tahun 2017 mendatang.
Hal ini terindikasikan telah merugikan keuangan negara. Nah, apakah aparat penegak hukum setempat
membiarkan kasus ini menguap ?! (h)