SURABAYA - Jaksa penuntut umum dari
Kejari Nganjuk yang dipimpin oleh Eko Baroto SH, MH yang juga sebagai kepala
seksi pidana khusus akhirnya pekan lalu 5 Januari 2017 membacakan tuntutannya.
Itu pula yang disampaikan oleh Masduqi, setelah mendengarkan
JPU membacakan surat tuntutan pada dirinya, dalam persidangan, yang di Ketuai
Hakim Mateus Samiaji, dengan agenda pembacaan tuntutan, yang di gelar di ruang
sidang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipkor) pada Pengadilan Negeri
(PN) Surabaya, pada Kamis, 5 Januari 2017.
Terdakwa Masudqi, adalah mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Nganjuk. Ia diseret oleh JPU ke Pengadilan Tipikor untuk diadili, dalam kasus perkara korupsi pengadaan kain batik pada hari tertentu untuk pegawai negeri sipil (PNS) Tahun 2015, untuk dibagikan kepada, 12.3445 orang di lingkunagan Pemkab hingga pegawai Kecamatan, yang menelan anggaran sebesar Rp 6,2 milliar.
Dalam kasus ini, Kejari Nganjuk menetapkan 4 (Empat) tersangka/terdakwa antara lain, Masduki, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) sekaligus sebagai PA (pengguna Anggaran), Edi Purwanto, Direktur CV Ranusa asal, Kabupaten Malang, Mashudi Satriya Santoso, Direktur CV Agung Rejeki dan Sumartoyo, Direktur PT Delta Inti Sejahtera asal Kabupaten Sidoarjo. Keempatnya di dakwa melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama-sama, dan diancam dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Di hadapan Majelis Hakim, Dua terdakwa (Masduki dan Edi Purwanto) dijerat dengan pasal yang sama yakni, pasal 3 (karena jabatan dan keweangan) jo pasal 18 ayat (1) UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, namun tuntutan hukuman pidana penjara berbeda. Sementara dua terdakwa lainnya masih menunggu giliran pada sidang berikutnya.
Masduqi, selaku mantan pejabat hanya dituntut pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan, denda sebesar Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan. Sementara Edi Purwanto, 3 tahun dan 6 bulan, denda sebesar Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan. Edi juga dihukum pidana tambahan berupa pengembalian kerugian negara sebesar Rp 44 juta subsidair 1 tahun dan 9 bulan penjara. Sehingga total tuntutan JPU kepada Edi selama 5 tahun dan 3 bulan.
Tuntutan JPU Eko Baroto, yang juga Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk, memang tak kaget. Sebab, pantauan media ini sejak awal persidangan, Keempat terdakwa selalu mendapat kebebesan setiap sidang, tidak seperti terdakwa lainnya yang langsung dimasukkan ke ruang tahanan Pengadilan.
Usai persidangan, Eko Baroto mengatakan, bahwa tuntutan itu sesuai fakta dipersidangan. Namun saat ditanya mengenai peran dan tanggung jawab Sekda Jombang, Ita Triwibawati yang juga istri Bupati Nganjuk, Eko tak bersedia menjawab. “Kalau itu, saya tidak berani komentar,” jawabnya singkat.
Sementar terdakwa Masduqi melalui Penasehat Hukumnya Mustofa Abidin mengatakan, bahwa tuntutan JPU terlalu berat walau hanya 1 tahun 6 bulan. Alasannya, bahwa apa yang dilakukan terdakwa bukan suatu kesalahan.
“Terlalu berat. Jaksa mengatakan bahwa terdakwa melakukan pergeseran anggaran dari 500 ribu untuk satu potong menjadi 2 stel atau 4 potong tanpa persetujuan DPRD. Pada hal itu bukan pergeseran aggaran, dan itu tidak salah, di perbolehkan. Itu menurut ahli yang dihadirkan JPU. Kita akan sampaikan semuanya pada sidang nanti di pembelaan,” kata Mustofa.
Fakta Di Persidangan Yang Terungkap
Kasus ini ternyata tidak hanya dalam pengadaan kain batik. Tetapi juga dalam pembahasan rancangan anggaran pengeluaran belanja daerah (RAPBD) hingga disahkan menjadi APBD oleh DPRD Kabupaten Nganjuk, sepertinya sudah bermasalah.
Sebab, mulai dari pengusulan anggaran RAPBD TA 2015, yang didalamnya tercantum anggaran untuk pengadaan kain batik, yang kemudian disampikan ke DPRD untuk dibahas di Badan Anggaran (Banggar). Dalam pembahasan tersebut, pos anggaran untuk pengadaan kain batik ternyata dicoret. Sebelum RAPBD tersebut disahkan menjadi APBD, Bupati Nganjuk mengirimkan ke Gubernur Jawa Timur untuk dievaluasi.
Dan hasil dari evaluasi Gubernur pun, tidak ada kewajiban Pemda Nganjuk untuk melaksanakan. Sehingga, pada saat sidang paripurna DPRD untuk mensahkan RAPBD menjadi APBD Kabupaten Nganjuk, pos anggaran untuk pengadaan kain batik tidak tercantum. Namun, ada usulan dari Bupati ke DPRD, yang kemudian disahkan oleh para Dewan di Kabupaten Nganjuk itu, maka pengadaan kain batik pun berjalan yang dalam plafonnya sebesar Rp 500 ribu per potong (Satu stel) untuk setiap PNS.
Terdakwa Masudqi, adalah mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Nganjuk. Ia diseret oleh JPU ke Pengadilan Tipikor untuk diadili, dalam kasus perkara korupsi pengadaan kain batik pada hari tertentu untuk pegawai negeri sipil (PNS) Tahun 2015, untuk dibagikan kepada, 12.3445 orang di lingkunagan Pemkab hingga pegawai Kecamatan, yang menelan anggaran sebesar Rp 6,2 milliar.
Dalam kasus ini, Kejari Nganjuk menetapkan 4 (Empat) tersangka/terdakwa antara lain, Masduki, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) sekaligus sebagai PA (pengguna Anggaran), Edi Purwanto, Direktur CV Ranusa asal, Kabupaten Malang, Mashudi Satriya Santoso, Direktur CV Agung Rejeki dan Sumartoyo, Direktur PT Delta Inti Sejahtera asal Kabupaten Sidoarjo. Keempatnya di dakwa melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama-sama, dan diancam dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Di hadapan Majelis Hakim, Dua terdakwa (Masduki dan Edi Purwanto) dijerat dengan pasal yang sama yakni, pasal 3 (karena jabatan dan keweangan) jo pasal 18 ayat (1) UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, namun tuntutan hukuman pidana penjara berbeda. Sementara dua terdakwa lainnya masih menunggu giliran pada sidang berikutnya.
Masduqi, selaku mantan pejabat hanya dituntut pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan, denda sebesar Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan. Sementara Edi Purwanto, 3 tahun dan 6 bulan, denda sebesar Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan. Edi juga dihukum pidana tambahan berupa pengembalian kerugian negara sebesar Rp 44 juta subsidair 1 tahun dan 9 bulan penjara. Sehingga total tuntutan JPU kepada Edi selama 5 tahun dan 3 bulan.
Tuntutan JPU Eko Baroto, yang juga Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk, memang tak kaget. Sebab, pantauan media ini sejak awal persidangan, Keempat terdakwa selalu mendapat kebebesan setiap sidang, tidak seperti terdakwa lainnya yang langsung dimasukkan ke ruang tahanan Pengadilan.
Usai persidangan, Eko Baroto mengatakan, bahwa tuntutan itu sesuai fakta dipersidangan. Namun saat ditanya mengenai peran dan tanggung jawab Sekda Jombang, Ita Triwibawati yang juga istri Bupati Nganjuk, Eko tak bersedia menjawab. “Kalau itu, saya tidak berani komentar,” jawabnya singkat.
Sementar terdakwa Masduqi melalui Penasehat Hukumnya Mustofa Abidin mengatakan, bahwa tuntutan JPU terlalu berat walau hanya 1 tahun 6 bulan. Alasannya, bahwa apa yang dilakukan terdakwa bukan suatu kesalahan.
“Terlalu berat. Jaksa mengatakan bahwa terdakwa melakukan pergeseran anggaran dari 500 ribu untuk satu potong menjadi 2 stel atau 4 potong tanpa persetujuan DPRD. Pada hal itu bukan pergeseran aggaran, dan itu tidak salah, di perbolehkan. Itu menurut ahli yang dihadirkan JPU. Kita akan sampaikan semuanya pada sidang nanti di pembelaan,” kata Mustofa.
Fakta Di Persidangan Yang Terungkap
Kasus ini ternyata tidak hanya dalam pengadaan kain batik. Tetapi juga dalam pembahasan rancangan anggaran pengeluaran belanja daerah (RAPBD) hingga disahkan menjadi APBD oleh DPRD Kabupaten Nganjuk, sepertinya sudah bermasalah.
Sebab, mulai dari pengusulan anggaran RAPBD TA 2015, yang didalamnya tercantum anggaran untuk pengadaan kain batik, yang kemudian disampikan ke DPRD untuk dibahas di Badan Anggaran (Banggar). Dalam pembahasan tersebut, pos anggaran untuk pengadaan kain batik ternyata dicoret. Sebelum RAPBD tersebut disahkan menjadi APBD, Bupati Nganjuk mengirimkan ke Gubernur Jawa Timur untuk dievaluasi.
Dan hasil dari evaluasi Gubernur pun, tidak ada kewajiban Pemda Nganjuk untuk melaksanakan. Sehingga, pada saat sidang paripurna DPRD untuk mensahkan RAPBD menjadi APBD Kabupaten Nganjuk, pos anggaran untuk pengadaan kain batik tidak tercantum. Namun, ada usulan dari Bupati ke DPRD, yang kemudian disahkan oleh para Dewan di Kabupaten Nganjuk itu, maka pengadaan kain batik pun berjalan yang dalam plafonnya sebesar Rp 500 ribu per potong (Satu stel) untuk setiap PNS.
Pengadaan kain batik untuk PNS
Pemkab Nganjuk Tahun 2015 agar tetap dilaksanakan adalah inisiatif dari Bupai
Nganjuk, Taufiqurrohman. Namun akhirnya, Masduqi selaku Pemgguna Anggaran,
membuat kebijakan merubah anggaran, yang semula 500 ribu rupiah untuk Satu stel
menjadi 2 tanpa mendapat persetujuan dari DPRD. Seperti dalam dakwaan JPU di
persidangan sebelumnya.
Selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Nganjuk, Bupati menelepon Bambang Eko Suharto, selaku Kepala Bappeda yang juga Sekretaris TPAD (Tim Pengawal Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah), serta memerintahkan untuk menyisipkan atau memasukkan anggaran belanja kain batik pada APBD 2015.
Selanjutnya, Kepala Bappeda menyampaikan perintah dari Bupati itu ke Masduqi, selaku Sekda juga ke Mukhasanah, Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DP2KAD) Nganjuk. Dari perintah bupati itulah, akhirnya anggaran alokasi anggaran belanja kain batik untuk hari tertentu sebesar Rp 6.262.000 disisipkan ke APBD 2015 yang mendapat persetujuan dari DPRD Kabupaten Nganjuk. Hal ini juga terungkap dalam persidangan.
Dalam pelaksanaan pengadaan kain batik untuk hari terntu di kabupaten Nganjuk, ternyata yang berperan adalah Sumartoyo, Direktur PT Delta Inti Sejahtera asal Kabupaten Sidoarjo dan Sekda Kabupaten Jombang, Ita Triwibawati, istri Bupati Nganjuk. Anehnya, Widarwati Dallilah, selalu PPKm yang juga KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) tidak mengetahui adanya kontrak pengadaan kain batik. Yang lebih aneh lagi, Widarwati Dallilah, menandatangani pencairan namun tidak diketahui siapa penerima dana tersebut.
Setelah kasus ini mencuat, Kejari Nganjuk pun akhirnya melakukan penyidikan dalam kasus dugaan Korupsi pengadaan kain batik, dan menetapkan 4 orang tersangka/terdakwa diantaranya, Masduki, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) sekaligus sebagai PA (pengguna Anggaran), Edi Purwanto, Direktur CV Ranusa asal, Kabupaten Malang, Mashudi Satriya Santoso, Direktur CV Agung Rejeki dan Sumartoyo, Direktur PT Delta Inti Sejahtera asal Kabupaten Sidoarjo. (Mon)
Selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Nganjuk, Bupati menelepon Bambang Eko Suharto, selaku Kepala Bappeda yang juga Sekretaris TPAD (Tim Pengawal Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah), serta memerintahkan untuk menyisipkan atau memasukkan anggaran belanja kain batik pada APBD 2015.
Selanjutnya, Kepala Bappeda menyampaikan perintah dari Bupati itu ke Masduqi, selaku Sekda juga ke Mukhasanah, Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DP2KAD) Nganjuk. Dari perintah bupati itulah, akhirnya anggaran alokasi anggaran belanja kain batik untuk hari tertentu sebesar Rp 6.262.000 disisipkan ke APBD 2015 yang mendapat persetujuan dari DPRD Kabupaten Nganjuk. Hal ini juga terungkap dalam persidangan.
Dalam pelaksanaan pengadaan kain batik untuk hari terntu di kabupaten Nganjuk, ternyata yang berperan adalah Sumartoyo, Direktur PT Delta Inti Sejahtera asal Kabupaten Sidoarjo dan Sekda Kabupaten Jombang, Ita Triwibawati, istri Bupati Nganjuk. Anehnya, Widarwati Dallilah, selalu PPKm yang juga KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) tidak mengetahui adanya kontrak pengadaan kain batik. Yang lebih aneh lagi, Widarwati Dallilah, menandatangani pencairan namun tidak diketahui siapa penerima dana tersebut.
Setelah kasus ini mencuat, Kejari Nganjuk pun akhirnya melakukan penyidikan dalam kasus dugaan Korupsi pengadaan kain batik, dan menetapkan 4 orang tersangka/terdakwa diantaranya, Masduki, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) sekaligus sebagai PA (pengguna Anggaran), Edi Purwanto, Direktur CV Ranusa asal, Kabupaten Malang, Mashudi Satriya Santoso, Direktur CV Agung Rejeki dan Sumartoyo, Direktur PT Delta Inti Sejahtera asal Kabupaten Sidoarjo. (Mon)