SURABAYA– Sidang perdana atau pembacaan surat dakwaan Trisulowati
Jusuf alias Chin Chin yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (14/12)
dipadati pengunjung. Ratusan orang sampai berdesak-desakan untuk melihat
jalannya persidangan dengan agenda pembacaan surat dakwaan dari Jaksa Penuntut
Umum (JPU). Menariknya, yang dituduh
mencuri barang adalah miliknya sendiri, atau dalam hubungan keluarga dan masih
terikat hubungan suami-istri ?
Kehadiran ratusan massa baik yang datang untuk
memberikan dukungan kepada Chin Chin maupun massa yang kesal dengan ulah Chin
Chin ini sebenarnya sudah nampak beberapa saat sebelum persidangan Chin Chin
dimulai.
Ratusan massa semakin terlihat begitu mengetahui mobil
tahanan yang membawa Chin Chin ke PN Surabaya sudah datang. Massa yang
mayoritas wanita setengah baya yang mengenakan hijab ini mulai berdiri berjajar
ke lorong yang menuju ke ruang tahanan sementara PN Surabaya. Ada yang menangis
dan berteriak memberikan dukungan untuk Chin Chin ketika terdakwa dugaan
pencurian dalam keluarga ini mulai turun dari mobil tahanan dan berjalan ke
ruang tahanan sementara, ada pula yang berteriak memaki-maki mantan Direktur
Utama (Dirut) PT. Blauran Cahaya Mulia (BCM) ini.
Pada persidangan yang terbuka untuk umum yang digelar
di ruang sidang Tirta 2 PN Surabaya ini, Jaksa Sumantri dari Kejaksaan Negeri
(Kejari) Surabaya yang ditunjuk sebagai JPU, mendakwa Trisulowati Jusuf alias
Chin Chin dengan pasal 367 ayat (2) Jo pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP untuk
dakwaan pertama dan pasal 376 Jo pasal 374 KUHP untuk dakwaan kedua.Sebelum
surat dakwaan dibacakan JPU, hakim Unggul Warso Murti yang ditunjuk sebagai
ketua majelis terlebih dahulu memeriksa identitas terdakwa Tursilowati alias
Chin Chin. Usai pemeriksaan identitas ini, hakim kemudian mempersilahkan JPU
membacakan surat dakwaannya.
Dihadapan majelis hakim, terdakwa Trisulowati alias
Chin Chin, lima orang penasehat hukum terdakwa Chin Chin, Jaksa Sumantri
membacakan dakwaannya. Dalam surat dakwaan sebanyak delapan lembar dan ditanda
tangani Jaksa Sumantri ini dijelaskan, bahwa terdakwa Trisulowati alias Chin
Chin telah mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain, dengan maksud untuk dimilikinya secara melawan hukum, yang
dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada
rumahnya yang dilakukan oleh orang yang ada disitu tidak diketahui atau tidak
dikehendaki oleh yang berhak, jika ia adalah suami (istri) yang terpisah meja
dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia adalah keluarga sedarah
atau semenda, baik dalam garis lurus maupun garis menyamping derajat kedua,
maka terhadap orang itu hanya mungkin dilakukan penuntutan jika ada pengaduan
yang terkena kejahatan.
“Berawal pada tanggal 15 Pebruari 2016 saat itu saksi
Gunawan Angka Widjaja selaku komisaris PT BCM mengetahui adanya debt colector dari suplayer PT BCM yang melakukan penagihan kepada
Agus Suhendro selaku Direktur PT BCM dan terdakwa selaku Dirut sekaligus isteri
Gunawan sebesar Rp 700 juta. Padahal selama ini PT BCM sepengetahuan Gunawan
tidak pernah mempunyai tunggakan hutang selama setahun yang tidak dibayar
kepada pihak lain, sehingga Gunawan menanyakan pada terdakwa kenapa sampai
nunggak selama setahun, “ ujar Jaksa Sumantri ketika membacakan surat
dakwaannya.
Oleh terdakwa, lanjut Sumantri dijawab tidak ada uang,
biar saja saya dan Agus Suhendro yang pasang badan. Itu jawaban terdakwa,
sehingga Gunawan mengatakan tidak bisa, selama Gunawan masih kerja tidak mau
kerja seperti ini. Selanjutnya, Gunawan menanyakan berapa tunggakan yang belum
dibayar dan dijawab terdakwa tunggakan pada suplayer yang menggunakan debt collector sebesar Rp 700 juta sedangkan tunggakan keseluruhan
dari perusahaan sebesar Rp 6 milyar.
” Selanjutnya terdakwa meminta uang pribadi Gunawan
sebesar Rp 5,6 milyar dengan janji akan dikembalikan dan akan segera membuat
laporan keuangan dan laporan rekening Bank milik PT BCM,” ungkap Sumantri
mengutip isi dakwaan.
Pada 2 Maret 2016, sambung Sumantri, debt collector dari suplayer datang kembali untuk melakukan
penagihan atas tagihan yang sama, sehingga saat itu Gunawan menegur terdakwa.
Tempo hari sudah minta uang pribadi dan sudah saya kasih Rp 5,6 milyar tetapi
kenapa tagihan masih belum dibayar juga? Dan dijawab terdakwa, sudahlah itu
urusan saya dan kakak saya Agus Suhendro yang pasang badan.
Saksi Gunawan pun bertanya, uang kemarin digunakan untuk apa?
Dijawab untuk keperluan lainnya. Namun tidak dijelaskan secara rinci sehingga
Gunawa meminta terdakwa mempertangungjawabkan laporan keuangan dan laporan
rekening Bank milik PT BCM dan meminta uang pribadi Gunawan sebesar Rp 5,6
milyar dikembalikan.
Masih dalam surat dakwaan JPU, setiap saksi Gunawan
bertanya hasil laporan keuangan ke terdakwa selalu terdakwa menjawab kenapa
tidak percaya pada isterinya. Terdakwa malah meminta uang sebesar Rp 8,5 milyar
dan dipenuhi permintaan tersebut dan terdakwa berjanji akan membuat laporan
keuangan.
Di dalam surat dakwaan JPU ini juga dijelaskan,
bagaimana terdakwa Trisulowati alias Chin Chin mengatakan nanti kalau sudah ada
uang pikiran jadi tenang dan baru tenang kalau membuat laporan keuangan.
“Saksi Gunawan kemudian menyatakan setiap saat
perusahaan selalu ada uang masuk dan keluar dan itu harus dipertanggungjawabkan
oleh Dirut
namun kenyataannya setelah uang diterima tidak pernah membuat dan menyerahkan
laporan keuangan pada saksi Gunawan, “ papar Jaksa Sumantri.
Pada 7 Juni 2016 saksi Gunawan membuat permintaan
tertulis mengenai laporan keuangan mulai tahun 2013 sampai 2016 (keluar masuk
uang) baik dalam perusahaan property maupun Empire Palace, namun tetap tidak
dibuat oleh terdakwa, bahkan terdakwa malah marah-marah dan bersikukuh tidak
membuatnya.
Pada 4 Juli 2016 sekitar pukul 20.30 Wib terdakwa
mengambil suatu barang berupa dokumen milik BCM dengan menyuruh karyawannya
dengan membawa lima kardus yang ditutup parcel dan dibawa dengan menggunakan
honda jazz warna putih yang dikemudikan oleh Beni Candra menuju Apartemen Guna
Wangsa dan disimpan di dalam kamar 806 B.
Akhir Juni 2016, saksi Beni Candra juga disuruh
terdakwa membawa dokumen berupa 6 kontainer plastik warna orange, 9 kontainer
plastik warna biru, 5 warna hijau, 3 unit CPU, 10 kardus klub dan masih banyak
lagi yang semuanya berisi dokumen.
Pada kesempatan ini, Pieter Talaway, salah satu
penasehat hukum terdakwa Trisulowati meminta waktu kepada ketua majelis hakim
selama satu minggu untuk membuat eksepsi nota keberatan. Mengapa satu minggu?
Pieter Talaway mengaku bahwa surat dakwaan terdakwa Trisulowati alias Chin Chin
baru diterima tim penasehat hukum dua hari menjelang pembacaan dakwaan.
Selain meminta waktu satu minggu untuk menyusun nota
keberatan, tim penasehat hukum terdakwa Trisulowati alias Chin Chin juga
mempertanyakan kembali terkait permohonan penangguhan penahanan terdakwa
Trisulowati.
Adapun alasan utama yang dikemukakan tim penasehat
hukum terdakwa pada persidangan kali ini adalah salah satu anak terdakwa
Trisulowati alias Chin Chin untuk saat ini sedang menjalani pengobatan di salah
satu rumah sakit yang ada di Surabaya. Kehadiran terdakwa sebagai ibunya
diyakini akan menjadi kekuatan bagi anaknya yang saat ini sedang dirawat di
rumah sakit.
Pieter Talaway yang ditemui
usai persidangan berdalih pembuatan nota keberatan diminta untuk ditunda,
karena baru kemarin (Selasa, 13/12) menerima berkas surat dakwaan dari JPU.
“Kami baru ditunjuk menjadi penasehat hukumnya, karena menggantikan penasehat
hukum yang lama dan berkasnya sudah keburu dilimpahkan di PN (Pengadilan
Negeri) Surabaya,” ungkapnya.
Menurutnya,
mestinya dakwaan yang disampaikan oleh JPU tidak dapat dilimpahkan di
Pengadilan, karena ketika peristiwa yang dilaporkan pada pihak penyidik
(kepolisian, red.) statusnya masih terikat hubungan suami-istri yang sah. Mana
mungkin terjadi pencurian, karena barang tersebut miliknya sendiri, jelasnya.Meskipun,
mereka, yaitu- Trisusilowati (Cincin) dan Gunawan sedang mengajukan gugatan
perceraian di PN Surabaya dan masih belum diputus oleh Pengadilan, ujarnya.
“Kita lihat aja nanti dalam eksepsi Rabu depan,” pungkas Ketua Dewan Kehormatan
Peradi Jatim. (Zai/Ban/b)