SURABAYA - Ahmad Fauzi, Jaksa
Kejati Jatim yang ditangkap tim saber pungli Kejagung lantaran menerima uang
suap 1,5 miliar dalam perkara tanah TKD Kalimook Sampang menjalani
sidang perdana di Pengadilan Tipikor Surabaya di Juanda Sidoarjo, Selasa
(20/12/2016).
Sidang yang mengagendakan pembacaan surat dakwaan tersebut digelar diruang
cakra. Ada dua jaksa penuntut umum yang membacakan surat dakwaan, yakni Jaksa
Jolvis Samboe dan Putra Buwana, keduanya bertugas dibidang Pidsus Kejari
Surabaya.
Dijelaskan dalam surat dakwaan, Uang suap Rp 1,5 miliar dari Abdul Manaf
yang diberikan pada Jaksa Kejati Jatim, Ahmad Fauzi SH MH, ternyata dibawa
keluar sendiri oleh oknum jaksa nakal dari halaman Kantor Kejati ke rumah
kosnya di Rainbow Family Homestay Jalan Ketintang Baru II.
Tumpukan uang yang dibungkus kardus itu ditaruh jok belakang mobil Honda
Mobilio L 1883 YH milik Abdul Manaf (berkas terpisah). Setelah Abdul Manaf
ketemu terdakwa Ahmad Fauzi di ruagannya, kunci mobilnya langsung diserahkan.
"Barangya sudah saya bawa dan ada di bagasi," tutur Jaksa Penuntut
Umum Jolvis Samboe SH.
saat membacakan surat dakwaan. Tak lama kemudian, terdakwa Fauzi keluar mencari mobil Abdul Manaf dan membawa uang itu ke rumah kosnya yang jaraknya sekitar 500 meter dari Kejati Jatim. Sekembali mengantar uang, Ahmad Fauzi kembali ke ruangannya lalu menyerahkan lagi kunci mobil ke Abdul Manaf. "Sudah saya terima," sambung Jolvis.
Setelah menerima uang suap Rp 1,5 miliar, terdakwa yang menangani perkara
lalu menyampaikan jika pemeriksaan tidak dapat dilakukan dan dijadwalkan
kemudian. Rupanya 'permainan' terdakwa sekitar pukul 13.30 WIB itu terendus Tim
Saber Pungli Kejati Jatim. Ketika itu, terdakwa Ahmad Fauzi tengah melakukan
sidang Praperadilan yang dimohonkan Dahlan Iskan. Sepulang sidang, Ahmad Fauzi
langsung diamankan Tim Saber Pungi.
Dalam surat dakwaan itu, Abdul Manaf selaku pembeli lahan TKD di Desa
Kalimook, Sampang sudah diperiksa sebanyak 4 kali. Selama pemeriksaan, Abdul
Manaf sudah dibidik menjadi tersangka, tapi selalu minta tolong agar dibantu.
Akhirnya Abdul Manaf mencari jalan agar persoalan terkait korupsi
penyelewengan dalam pemberian hak atas tanah di BPN Kabupaten Sumenep bisa
lolos dari bidikan. Setelah pemeriksaan keempat, Abdul Manaf pulang dan menemui
mantan Kades Kacongan, H Ma'adin untuk minta tolong.
Dalam pembicaraan itu, Ma'adin mengenalkan pada salah seorang staf Kejati
Jatim bernama Abdullah. Ketika diperiksa lagi, Abdul Manaf menyampaikan lagi
pada terdakwa agar dibantu. Namun oknum jaksa nakal ini mengaku akan
mengusahakan.
Lantas Abdul Manaf menyahut "apa yang harus disiapkan", Ahmad
Fauzi menjawab Rp 2 miliar dan akan diusahakan dengan keluarga. Setelah
disepakati akhirnya deal Rp 1,5 miliar. Dalam kasus ini, terdakwa dijerat Pasal
5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah denga UU Nomor 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi UU RI Nomor 31 tahun 1999.
Usai pembacaan dakwaan, Ketua Majelis Hakim Wiwin Arodawanti SH, memberi
kesempatan kepada terdakwa apakah dalam sidang lanjutan menyampaikan eksepsi
atau tidak. Setelah terdakwa merundingkan dengan kuasa hukumnya, Chusnul Manaf
SH."Langsung pada pemeriksaan saksi saja Yang Mulia," ujar terdakwa
Ahmad Fauzi.
Dugaan suap Rp 1,5 miliar itu atas penanganan dugaan korupsi
penyelewengan dalam pemberian hak atas tanah di BPN Kabupaten Sumenep. Dalam
perkara ini, penyidik sudah menahan Wahyu Sudjoko, 49, oknum PNS dari Kantor
Pertanahan Kabupaten Sumenep dan Kepala Desa (Kades) Kalimook Kabupaten
Sumenep, Murhaimin. Kades Murhaimin turut dijadikan tersangka oleh penyidik
Kejati Jatim atas perannya mempermudah tersangka Wahyu Sudjoko dalam
menjalankan tindak korupsi.
Modus yang dilakukan tersangka Murhaimin adalah, meminjam 14 KTP milik warga
pemegang hak atas tanah itu. Setelah KTP dikuasai dipakai mengurus penerbitan
Surat Hak Milik (SHM) tanah milik 14 warga ke BPN. Setelah SHM keluar, tanah
itu dijual ke pihak lain berbekal SHM yang dikeluarkan oleh BPN, tanpa
sepengetahuan pemilik tanah. Warga percaya saat KTPnya dipinjam oleh tersangka
karena sebagai kades.
Kepada warga, tersangka membohongi jika KTP yang
disetorkan itu untuk mendapat bantuan traktor. Tanpa curiga warga akhirnya
menyerahkan KTPnya. Ternyata oleh tersangka KTP itu dipakai mengurus surat
tanah tanpa sepengetahuan pemiliknya.(mon)