Surabaya Newsweek- Kurangnya serapan anggaran proyek fisik
Pemkot Surabaya, menuai kalangan DPRD Kota Surabaya berpendapat bahwa semuai
ini disebabkan lemahnya perencanaan pekerjaan. Akibatnya, sampai jelang tutup
tahun, banyak proyek yang keteteran.
Syaifuddin Zuhri Ketua
Komisi C DPRD Surabaya mengungkapkan, selama ini pihaknya sulit melakukan
fungsi kontrol terhadap proyek yang dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga
Pematusan (DPUBMP).
Sedangkan Para
pejabat pembuat komitmen (PPK), sebutnya, juga tidak pernah menghadiri
rapat-rapat maupun hearing yang digelar DPRD Surabaya.
Karena itu, problem
di lapangan sulit terpetakan. "Yang selalu datang kepala dinas,"
ungkap Syaifuddin.
Ketika dilakukan pembahasan
APBD 2017 lalu, rendahnya serapan anggaran sebenarnya sudah tercium.
Indikasinya, banyak proyek yang baru saja dilelang, padahal sudah lewat akhir
tahun.
Saat Dewan mempertanyakan,
apakah mungkin semua kegiatan tersebut akan terlaksana. "Namun mereka
menjanjikan akan selesai," katanya.
Sebenarnya,
jauh-jauh hari dewan telah mengimbau DPUBMP untuk melakukan lelang sebelum
Agustus. Sebab, jika lebih, proyek akan terkesan terburu-buru dan tidak
terawasi secara maksimal.
Anggota Komisi C M
Machmud juga menyoroti lemahnya perencanaan proyek DPUBMP. Hal ini, sebut
Machmud, berakibat pada kontraktor yang mengerjakan proyek di lapangan.
Banyak di antara
mereka yang menghadapi persoalan-persoalan yang sebenarnya tidak ada dalam
kontrak. "Bisa karena sengketa, persoalan pembebasan, sampai gesekan
dengan warga sekitar," ujarnya.
Menurutnya, hal itu
bisa terjadi karena perencanaan pembangunan disusun tanpa lebih dulu memetakan
dampak pembangunan terhadap warga sekitar, serta potensi-potensi konflik yang
mungkin terjadi.
Banyaknya proyek
yang mandek, menurut Machmud, juga tidak masuk akal. Seharusnya, mandek atau
tidaknya proyek sudah bisa diketahui jauh hari, sebab setiap proyek punya
konsultan pengawas.
Sementara itu, Wali
Kota Tri Rismaharini mengakui, untuk saat ini posisi serapan anggaran dinas
fisik memang ada yang masih jeblok. Misalnya DPUBMP yang serapan anggarannya
sampai Desember 2016 hanya 49 persen.
Risma menjelaskan,
berdasarkan evaluasi, memang untuk pengerjaan beberapa proyek fisik ada yang
mengalami miss komunikasi pekerjaan.
“Misalnya ada yang
nggak boleh kerja pagi makanya kita kerjakan malam, ternyata nggak boleh juga
kerja malam. Padahal kan nggak bisa misalnya kita nggarap box culvert yang ada
di Jemur Ngawinan itu, harus malam, sebab alatnya besar-besar,” jelas Risma.
Lalu juga untuk
pengerjaan proyek box culvert juga diakui Risma terkendala masalah cuaca. Serta
ada proyek juga yang mengalami penolakan warga. Seperti proyek saluran di
kampung kampung.
Meski
anggaran PU serapannya terlihat kecil, jelas Risma, namun fisik di lapangan
sejatinya sudah tinggi. Pihaknya optimistis, hingga akhir tahun serapannya bisa
mencapai 90 persen sebagaimana tahun lalu. ( Ham )