KEDIRI - Banyak yang mempertanyakan status
kepemilikan lahan eks lokalisasi Semampir yang kini menjadi sengketa antara Warga penghuninya yang mengklaim mereka berhak atas lahan yang sudah mereka
tempati puluhan tahun itu Meski demikian Pemkot Kediri juga memiliki
bukti kepemilikan aset yang berupa
lahan di pinggir Sungai Brantas tersebut.
Menyangkut hal itu pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kediri
pun akhirnya memberikan
penjelasan Dari
segi hak keperdataan yang ditunjukkan oleh pihak pemkot yang memiliki wewenang,” ujar Kepala BPN Kota Kediri Iwan Tarwan
Rohmansyah Rabu (14/12/2016).
Menurutnya, wewenang tersebut ditunjukkan oleh Surat Hak
Pakai (SHP) yang dimiliki oleh pihak pemkot. Seperti diketahui, luas lahan yang kini dihuni warga
eks lokalisasi Semampir itu sekitar 36.310 meter persegi. Tanahnya terbagi
menjadi tiga SHP. Yakni SHP Nomor 52/2001; lalu SHP Nomor 50/2001; dan SHP
Nomor 17/1986. SHP yang dikeluarkan
negara untuk dipakai pemda (pemerintah daerah), sedangkan SHM (sertifikat hak
milik) untuk warga,” jelas Iwan.
Apalagi sebelumnya warga yang tinggal di sana statusnya
sebagai penyewa lahan. Sehingga secara tidak langsung warga mengakui bahwa
lahan yang mereka tempati bukan milik pribadi, tetapi lahan milik pemkot. “Dari
akta-akta legalitas, ya tidak bisa dimungkiri bahwa lahan tersebut
adalah milik pemkot,” tambah Iwan.
Apakah lahan tersebut serta merta bisa diakuisisi pihak lain yang sudah
lama menempatinya? Iwan menampiknya. Dia menyatakan bahwa lahan aset pemerintah
tidak bisa serta merta diklaim perorangan. Sebab, perlu persetujuan dari
pemilik asset, apakah lahan tersebut dihibahkan atau tidak. “Dan itu pun
prosesnya cukup panjang, tidak serta merta bisa dilakukan,” terangnya.
Sebenarnya BPN sudah pernah mengupayakan untuk melakukan pengukuran
ulang terkait lahan yang akan dieksekusi. Tujuannya, agar diketahui secara
jelas mana lahan milik negara dan mana yang murni milik warga. Namun karena ada
yang menghalang-halangi pelaksanaannya, rencana pengukuran itu tidak bisa
dilakukan. “Jadi kita hanya menerka-nerka tapal batasnya saja karena proses
pengukuran terkendala,” ungkapnya.
Meski demikian, menurut Iwan, warga tetap memiliki hak untuk
melayangkan gugatan ke pengadilan. Terlepas siapa yang paling berhak atas lahan
di bantaran timur Sungai Brantas tersebut kelak. Apakah ada peluang hasil
sidang memenangkan pemkot selaku pemegang SHP yang sah? Iwan mengaku, tidak
bisa memastikan. Pasalnya, ada banyak materi yang diuji di meja persidangan.
Sehingga apapun bisa terjadi. “Yang jelas kita, BPN hanya institusi pemberi
legalitas, asalkan syarat keperdataan bisa dipenuhi maka akan kita berikan
sesuai kepada yang berhak,” tandasnya.
Untuk diketahui, hingga kemarin proses penggusuran eks lokalisasi
Semampir masih belum ada perkembangan yang signifikan. Namun alat berat telah
ditarik usai merobohkan satu rumah di sisi paling utara RW 05. Meski demikian,
pengamanan masih terus dijaga ketat oleh petugas kepolisian. “Tetap ada
penjagaan intensif di dua pos yang disediakan di sana,” terang Apip Permana,
kabag humas pemkot, kepada wartawan koran ini.
Mengapa masih belum ada progress eksekusi? Apip menjelaskan
bahwa pihaknya tidak mau tergesa-gesa. Sebab, masih ada rentang waktu sampai 15
Desember nanti. Apalagi situasi di kawasan bekas prostitusi itu masih belum
kondusif sehingga rentan terjadi kontak fisik.
Walau
begitu, Apip menegaskan, bukan berarti rencana penggusuran tertunda. Semua akan
diselesaikan tepat pada waktunya. Hanya saja, pihaknya masih mengupayakan agar
situasi tidak sampai chaos. Karena
bagaimanapun warga RW 05 Semampir juga warga Kota Kediri. “Kita masih terus
lakukan konsolidasi dengan jajaran samping terkait rencana penggusuran agar
situasi bisa dikendalikan saat pelaksanaan nanti,” pungkasnya. (wan/lum)