Sinung
Sudrajat Sekretaris
Fraksi
PDI Perjuangan
|
BONDOWOSO – Merebaknya isu yang menerpa Sinung Sudrajat,
yang dicurigai sebagai dalang atas rencana aksi pengunduran 22 dokter spesialis
di RSUD Koesnadi Bondowoso, tak membuat nyalihnya menjadi ciut. Politisi muda
asal moncong putih ini justru menaggapinya dengan santun dan kepala dingin,
karena menurutnya apa yang sudah dilakukan sebagai wakil rakyat sudah sesuai
dengan rulenya.
Dijelaskannya, sekitar 2015 akhir, Sinung kebetulan
bertemu dokter Maharani dikediaman dokter Rina. Dokter Maharani diketahui
sebagai dokter spesialis penanganan gawat darurat yang mengundurkan diri.
Setelah itu bertemu juga dengan dokter Astiti. Akhirnya mereka curhat terkait persoalan
manajemen di RSUD Koesnadi Bondowoso.
Kemudian saya tawarkan agar hearing ke Komisi IV karena
merupakan mitra Rumah Sakit, karena saya juga sebagai anggota Komisi IV. Mereka
setuju, awalnya 15 dokter, namun akhirnya ditunda karena hanya 2 dokter yang
siap, katanya.
Kepada 2 dokter itu, Sinung mengatakan 2 dokter belum
cukup mewakili seluruh dokter spesialis yang ada. Meski batal, alumni GMNI ini
mengambil langkah taktis dengan memberi saran kepada Direktur Rumah Sakit.
Memang saya pernah bertemu dengan dokter Agus Suwardjito
selaku Dirut Rumah Sakit, itupun secara kebetulan di Kantor DPRD, usai rapat.
Saran saya waktu itu, agar segera benahi manajemen Rumah Sakit. Namun memang
kurang direspon. Padahal ini untuk kebaikan semuanya, jelasnya.
Seiring perjalanan waktu, bukan kabar baik tentang
manajemen yang diselesaikan, malah ada kabar 3 dokter spesialis mengundurkan
diri. Mendengar kabar itu saya kaget dan langsung mencari kebenarannya, ucap
Sinung.
Mengaku kenal dengan dokter yang mengundurkan diri, ia
pun langsung menghubungi dokter tersebut lewat via WhatsApp, untuk crosscheck
kebenaran informasi.Saya kirim pesan via WA, saya tanya apa benar mengajukan
permohonan pengunduran diri..? lalu dijawab benar dengan dokter tersebut,
ujarnya.
Bahkan dipercakapan itu, Sinung memberi saran agar jangan
mundur. Tapi apa daya, mungkin karena akumulasi persoalan yang berlalut-larut,
para dokter tetap ingin mengundurkan diri. Pasca bertemunya para dokter dengan Bupati Amin Said
Husni, ada komitmen dari Pemerintah Kabupaten untuk segera menyelesaikan
permasalahan karena tuntutan para dokter adalah pembenahan manajemen dan
penggantian Direktur, katanya.
Bahkan, dijlentrehkannya, menurut informasi yang
diterimah, jika Pemkab Bondowoso akan menyelesaikan persoalan itu dalam jangka
waktu 2x24 jam.Sinung tak menampik jika sering berkomunikasi dengan para
dokter, tetapi itu salah satu bentuk upaya agar para dokter mengurungkan aksi
tersebut.
Lebih lanjut, pasca pertemuan itu, karena belum ada
kepastian 2x24 jam, menurut versi dokter yang disampaikan sesuai janji Pemkab
Bondowoso, maka mereka merapatkan barisan kembali. Bahkan dalam rapat tersebut
tercetus opsi untuk mogok kerja. Ya mungkin bahasa halusnya aksi keprihatinan,
pada intinya mereka akan melakukan itu kalau tidak salah tanggal 17-18 Oktober,
kata Sinung.
Mendengar itu, pria bertubuh subur ini lagi-lagi dibuat
kaget, karena sebelumnya komitmen Bupati bahwasanya pelayanan di RSUD akan
tetap berjalan normal, tidak terpengaruh persoalan ini. Kemudian saya kontak
lagi mereka, bahkan merayu agar aksi itu urung dilaksanakan, tegasnya.
Saat itu, Sinung berkoordinasi dengan Dewan Pengawas
Rumah Sakit dan salah satuh tokoh NU di Bondowoso, untuk memberi saran
bagaimana solusi terbaik agar para dokter spesialis tidak mogok. Kemudian, di
siang hari itu mereka bertemu di salah satu cafe di Bondowoso dan ada komitmen
untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi.Kemudian malam harinya Direktur RSUD
mengajukan permohonan pengunduran diri, akhirnya para dokter mengurungkan
niatnya, ujarnya.
Setelah itu redam, ada statement dari Ketua DPRD bahwa
dokter akan diperiksa. Hal itu menurutnya, tidak menyalahkan pun tidak
membenarkan karena timingnya belum tepat ketika persoalan manajemen belum selesai
sudah ditambahi lagi dengan persoalan ini.
Setelah manajemen selesai, kemudian ada beberapa
persoalan dibawa ke rana hukum dengan dasar hasil audit dan sebagainya, ya
monggo. Jangan lupa kita sebagai anggota DPRD sifatnya hanya bisa memberikan
rekomendasi, dan bukan sebagai auditor. Kami adalah sebagai pengawas, sesuai
dengan tupoksi. Yang berhak membuat keputusan dan kebijakan adalah Bupati
berdasarkan hasil dari Dewan Pengawas Rumah Sakit, jelasnya.
Selain itu, dijelaskan tentang kronologis bagaimana surat
dari dokter yang sampai ketangan Ketua DPRD. Jadi apa waktu itu ada rapat
banggar, kemudian dokter Yus Deni menghubungi saya, intinya titip surat untuk
Ketua DPRD. Saya sebagai Anggota DPRD wajib menampung dan menerima aspirasi
masyarakat Bodowoso, siapapun itu. Karena sifatnya krusial, sehingga saya berinisiatif,
surat itu saya ambil dan langsung saya serahkan kepada Ketua DPRD, ungkapnya.
Bahkan diakuinya, saat menyampaikan surat, ada
teman-teman Anggota Banggar. Karena penasaran dengan isi surat, sesampainya
dirumah, Sinung menghubungi Ketua Dewan dan langsung menanyakan isi surat
tersebut. Kalau boleh saya tau isi surat itu apa ya pak..? dijawab dengan Pak
Ketua, kalau surat itu terkait dengan rencana aksi keprihatinan oleh para
dokter, itu aja kok, kata Sinung.
Sekretaris Fraksi PDIP ini memahami dan mengikuti secara
intens, bahkan mengetahui Bupati tidak diam serta Dewan Pengawas yang terus
berupaya menyelesaikan dengan cara yang smart dan smooth. Disamping itu,
terkait dengan batalnya hearing, karena Agus Suwardjito sudah menshare surat
pengunduran dirinya sebagai Direktur RSUD Koesnadi Bondowoso. bukan saya yang
menjadwalkan dan membatalkan, tukasnya.
Menurut analisa saya, Bupati sebagai pihak yang sangat
berwenag untuk menyelesaikan kasus di RSUD melalui rekomendasi dari dewan
pengawas rumah sakit sesuai dengan PP 49 2013, memang dilematis. Bupati kita
ingin segera menyelesaikan permasalahan di internal rumah sakit, sedangkan
keluar semua atuaran terkait kepegawaian itu ada mekanismenya ada aturan dan
tahapan-tahapan yang harus dilalui, ketika salah mengambil langkah maka akan
kena sanksi dari Kementerian Penyalagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi, ucapnya.
Sarannya, dari beberapa persoalan yang terjadi, harus
bisa mengkanalisasikan persoalan, tidak bisa diselesaikan parcial,
sepotong-sepotong. Harus diselesaikan mulai dari permasalahan manajemen,
kinerja, pelayanan mungkin juga didalamnya ada persoalan transparansi anggaran.
Paling urgent itu pembenahan manajemen, itu subtansi
persoalannya, kata Sinung. Setelah manajemin itu dibenahi tambahnya, lalu
terdapat perkara yang mau dibawa ke rana hukum dengan adanya audit forensik dan
sebagainya, sangat bisa diajukan. Asalkan tahapan ini bisa dilalui dengan baik (Tok)