LUMAJANG - Puluhan orang melakukan unjuk rasa
di depan kantor Pemkab Lumajang, Senin 31 Oktober 2016, kemarin. Mereka
menuntut Pemkab segera bertindak tegas terhadap para preman pasir Semeru.
Para pengunjuk rasa juga menuntut agar para petugas lapangan yang
membiarkan adanya praktek pungli (pungutan liar) diberi sanksi berat. Mereka
segera membubarkan diri setelah Kepala Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja)
Lumajang menerima pernyataan aspirasi mereka.
Korlap (koordinator lapangan) unjuk rasa, Nawawi, mengatakan selama ini
aparat sengaja membiarkan maraknya pungli angkutan pasir. Para sopir truk
angkutan pasir sudah sering mengadukan permasalahan tersebut kepada para
petugas di lapangan. Namun, para petugas seakan tak berdaya
menghadapi para preman pasir.
Menurut Nawawi, praktek pungli yang berlangsung bertahun-tahun itu
antara lain dilakukan oleh sejumlah oknum karyawan PT Mutiara Halim di
pos penimbangan pasir Desa Madurejo, Kecamatan Pasirian, Kabupaten
Lumajang. Setiap truk bermuatan pasir yang lewat di depan pos penimbangan
distop untuk dimintai uang. Besarnya pungutan hanya dilihat dari jenis truk,
bukan berdasarkan jumlah tonase muatan.
Kata Nawawi, selama ini para sopir tidak mengetahui berapa tarif yang
dipungut oknum PT Mutiara Halim untuk per ton pasir. “Yang jelas, dengan adanya
pungli itu para sopir merasa terbebani,” ujar Nawawi yang ditemui wartawan
seusai memimpin unjuk rasa.
Praktek pungli juga dilakukan di desa-desa yang dilalui truk pasir. Ada 32
desa di kawasan penambangan pasir Semeru yang melakukan pungli dengan cara
memasang portal di jalan desanya. Praktek pungli yang kebanyakan dilakukan oleh
para pemuda setempat, diketahui atas perintah kepala desanya.
Dikatakan, dari pemasangan portal itu ada salah satu desa di Kecamatan
Pasirian yang memperoleh pendapatan hingga mencapai Rp 2,6 miliar
pertahun. “Kasihan para sopir truk. Praktek pungli sangat mengurangi pendapatan
sopir truk,” ujar Nawawi.
Kepala Satpol PP Lumajang, Basuni, membantah adanya praktek pungli di
kawasan pertambangan pasir. “Dulu memang ada, tapi sudah ditertibkan,” ucap
Basuni di depan para wartawan.
Atas pertanyaan wartawan, Basuni yang baru menjabat Kepala Satpol PP
Lumajang itu mengatakan, semua jalan desa di kawasan selatan Lumajang tidak ada
yang rusak karena dilalui truk pasir. Bahkan pihaknya bersama Polri dan
TNI baru saja mengadakan pengecekan jalan dari Kecamatan Yosowilangun sampai
Kecamatan Pronojiwo. “Semua kondisi jalan baik dan mulus”, ujar Basuni.
PT Mutiara Halim adalah kontraktor pertama pengelolaan pasir Semeru dengan
Pemkab Lumajang. Perusahaan milik Jen Sek, pengusaha asal Kencong, Jember, itu
lantas segera membangun jembatan timbang pasir di Desa Madurejo, Kecamatan
Pasirian. Setiap truk bermuatan pasir yang akan keluar dari Pasirian
harus membayar pasir yang dimuat.
Kontrak pengelolaan pasir yang berdurasi 25 tahun tersebut oleh Bupati
Lumajang yang baru, Dr H Syahrazad Masdar MA, dinilai berpotensi merugikan
negara, khususnya rakyat Lumajang. Syahrazad Masdar menganggap nilai
kontrak terlalu kecil. Karena itu, ia secara resmi membatalkan kontrak
pengelolaan pasir tersebut. Akibatnya, seluruh aktivitas penambangan pasir Semeru
yang terkait dengan PT Mutiara Halim distop.
Jen Sek menilai pembatalan kontrak pengelolaan pasir oleh Bupati Lumajang
sebagai keputusan sepihak yang merugikan dirinya selaku kontraktor. Untuk itu,
Jen Sek segera mem-PTUN-kan kebijakan Bupati Syahrazad Masdar. Melalui
persidangan PTUN di Surabaya, pihak Pemkab Lumajang dikalahkan, dan Jen Sek
dikembalikan haknya untuk melanjutkan mengelola tambang pasir.
Kekalahan telak pihak Pemkab Lumajang itu membuat Bupati Syahrazad Masdar
bertekad melaporkan Jen Sek dan mantan Bupati Lumajang, H Achmad Fauzi, ke
Polres Lumajang . Keduanya dituduh telah melakukan tindak pidana dengan
cara mengecilkan nilai kontrak pasir selama 25 tahun.
Akhirnya, melalui vonis hakim, Jen Sek dan mantan Bupati Lumajang H. Achmad
Fauzi diganjar masing-masing 5 tahun penjara. Sementara itu, Syahrazad Masdar
yang baru 2 tahun menjabat Bupati Lumajang di periode ke 2, karena suatu
penyakit meninggal dunia. Kawan akrab Gubernur Jawa Timur, Sukarwo, itu
dimakamkan di pemakaman umum Kelurahan Jogoyudan Lumajang.
JALUR KERETA API SULIT DIHIDUPKAN LAGI
Rencana awal pengangkutan pasir Semeru dari Lumajang ke Surabaya akan
menggunakan jasa angkutan kereta api . Gagasan tersebut pernah disampaikan
Bupati Lumajang H. Samsi Ridwan kepada wartawan di pendopo kabupaten pada
pertengahan tahun 1985. Namun rencana tersebut tidak terlaksana karena pihak
PJKA (sekarang PT KAI) memutuskan untuk menutup jalur KA Klakah –Pasirian.
Penutupan jalur Klakah – Pasirian dilakukan karena pihak PJKA (Perusahaan
Jawatan Kereta Api) sudah cukup lama menanggung kerugian finansial akibat
sepinya penumpang. Hampir tiap hari hanya beberapa penjual arang, daun jati,
dan daun pisang yang naik kereta api dari stasiun Klakah ke stasiun
Lumajang.
Bahkan pernah kereta api terpaksa melayani penumpang yang naik dan turun
kapan saja di luar stasiun. Penutupan jalur KA sejauh 27 Km tersebut dinilai
sebagai keputusan terbaik.
Sebetulnya, pihak PJKA sempat memperhitungkan keuntungan yang bakal didapat
terkait rencana pengangkutan pasir Semeru. Namun sebelum perhitungan
untung-rugi mencapai final, ada dua jembatan KA ambruk.
Pertama, jembatan KA yang melintas di atas Kali Mujur diterjang lahar
Semeru. Akibatnya salah satu pilar penyangga jembatan patah tergerus air. Lahar
yang menghanyutkan bebatuan dan pohon-pohon besar terjadi setelah semalam
kawasan selatan Lumajang diguyur hujan.
Kedua, sebelum jembatan di atas Kali Mujur diperbaiki, menyusul jembatan KA
di Desa Wonorejo juga ambruk . Ambruknya jembatan KA di atas jalan raya
Lumajang - Jember itu akibat badan jembatan tertabrak truk peti kemas.
Dengan ditutupnya jalur kereta api Klakah – Pasirian, kini sejumlah bangunan
bekas stasiun dalam kondisi rusak parah. Bahkan bangunan stasiun yang berada di
tengah kota Lumajang sudah beralih fungsi menjadi gudang barang dan
pertokoan.
Sementara itu, rel kereta api di sepanjang jalur itu sudah terpendam
tanah dan dicuri orang. Sedangkan jalur rel di dalam Kota Lumajang juga sudah
beralih fungsi. Di antaranya jadi jalan, pasar, pertokoan dan perumahan. Di
atas jalur rel yang berada di beberapa wilayah kecamatan sudah berdiri
deretan rumah penduduk dengan status hak sewa.
Dengan kondisi tersebut di atas, pihak PKJA yang sudah berubah nama menjadi
Perumka (Perusahaan Umum Kereta api) tidak mungkin menghidupkan jalur
mati itu lagi. Demikian juga pemerintah setempat belum menemukan solusi untuk
mengatasi padatnya lalu lintas jalan raya akibat lalu lalangnya truk pengangkut
pasir.
Meskipun tidak sepadat jalur di kawasan timur Gunung Semeru, jalan di
kawasan selatan Semeru tiap hari dilewati truk pasir. Jalan raya provinsi yang
melewati punggung Semeru merupakan jalur Lumajang - Malang selatan. Di kawasan
itu puluhan truk tiap hari mengangkut pasir Semeru dari berbagai areal tambang
setempat untuk memenuhi kebutuhan pasir di Malang. (*/tim)