Kejati Jatim menilai Praperadilan Dahlan Iskan Ditolak Sesuai Prosedur

SURABAYA - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur selaku termohon dalam sidang praperadilan yang dimohonkan Dahlan Iskan atas penetapan tersangka dalam dugaan korupsi pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU), mengklaim jika penyidikan yang dilakukan pihaknya sudah sesuai prosedur. Untuk itu, pihak Kejati menilai tepat hakim tunggal Ferdinandus menolak permohonan praperadilan yang diajukan mantan Menteri BUMN tersebut.
Permohonan Dahlan Iskan, tersangka kasus dugaan korupsi penjualan aset PT Panca Wira Usaha. Dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (24/11/2016), Ferdinandus menilai jaksa penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sudah sesuai prosedur menetapkan Dahlan sebagai tersangka.

Selain penetapan tersangka, Ferdinandus menyatakan penerbitan dua surat perintah penyidikan berikut proses pemanggilan Dahlan oleh jaksa, sah dan sesuai hukum berlaku. "Alat bukti surat dan adanya keterangan saksi yang telah diperiksa, sehingga penetapan tersangka terhadap pemohon (Dahlan Iskan) adalah sah," ujar Ferdinandus dalam amar putusannya.

Tak lama lagi mantan Menteri BUMN ini akan diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya. Sesuai jadwal, sidang perdana Dahlan digelar pada 29 November."Surat panggilan sidang dan dakwaan sudah diterima oleh terdakwa," kata Kasi Pidsus Kejari Surabaya, Roy Revalino.

Dalam kasus dugaan korupsi aset PT PWU, penyidik Pidsus Kejati Jatim menetapkan Dahlan sebagai tersangka sejak Oktober 2015. Perusahaan milik Pemprov Jatim itu dianggap mengalami kerugian negara atas penjualan aset-asetnya, di antaranya di Kediri dan Tulungagung.

Dahlan saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT PWU dari 2000 sampai 2010. Akibat posisi yang disandang, Dahlan harus bertanggung jawab dalan penjualan aset di dua daerah itu. Sebelum Dahlan dijerat sebagai tersangka, penyidik menetapkan mantan Kepala Biro Aset PWU, Wishnu Wardhana sebagai tersangka dan kini ditahan di Rutan Kelas I Medaeng

"Beberapa poin kesimpulan sudah kita sampaikan di persidangan antara lain terkait surat perintah penyidikan (sprindik), jaksa menyatakan bahwa sprindik kasus aset PWU sudah dikeluarkan pada 30 Juni 2016 tanpa tersangka. Sprindik itulah yang digunakan penyidik untuk mencari dua alat bukti cukup dan menemukan tersangkanya," ujar Jaksa Ahmad Fauzi.

Jaksa Ahmad Fauzi menyangkal dalih pemohon yang menyebut penyidik mengeluarkan sprindik sekaligus penetapan tersangka dalam sehari, yakni pada 27 November 2016. "Sprindik sudah ada sejak tanggal 30 Juni 2016," lanjutnya.

Soal penahanan Dahlan Iskan, lanjut Fauzi, hal itu adalah kewenangan subjektif penyidik. "Terkait penahanan, penyidik sudah memenuhi alasan objektif dan subjektif. Dengan subjektivitasnya, penyidik khawatir tersangka ini akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatan pidananya," katanya.

Terkait kerugian negara, termohon menyampaikan bahwa sebetulnya penyidik sudah menemukan bukti kerugian negara pelepasan aset PWU sebelum menetapkan tersangka. BPKP hanya diminta bantuan untuk menghitung berapa pastinya nilai kerugian negaranya. "Lalu terbitlah laporan hasil kerugan negara dari BPKP Jatim tanggal 17 November 2016," tandas Fauzi.

Atas dasar itu, Kejaksaan hakim menolak praperadilan yang diajukan Dahlan. Bahkan, Fauzi menilai hakim praperadilan tersebut dinyatakan gugur demi hukum karena perkara aset PWU sudah di pengadilan dan tak lama lagi sidang akan digelar. "Karena status pemohon sudah naik kelas dari tersangka ke terdakwa," ujarnya.

Sebelumnya, salah satu kuasa hukum Dahlan, Indra Priangkasa, menyampaikan bahwa praperadilan baru bisa gugur setelah surat dakwaan dibacakan oleh jaksa penuntut umum di pengadilan tingkat pertama. Itu sesuai dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 102/PUU-XIII/2015.

Untuk diketahui, kasus aset PWU diusut Kejati Jatim pada 2015 lalu. Diduga, terjadi pelepasan sebanyak 33 aset milik PWU yang bermasalah. Namun penyidik masih fokus terhadap penanganan hukum dua aset PWU di Kediri dan Tulungagung yang dilaksanakan secara curang.

Akibatnya, negara dirugikan. Penjualan terjadi pada tahun 2003, saat Dahlan menjadi Dirut PT PWU tahun 2000-2010. Penyidik menduga penjualan aset itu cacat hukum sejak proses awal. Penjualan dilakulan tanpa melalui prosedur yang ditentukan. Selain itu, penyidik menengarai aset dijual dengan harga di bawah harga pasaran kala transaksi terjadi.

Akhir Juni 2016, Kepala Kejati Jatim, Maruli Hutagalung, meneken surat perintah penyidikan (sprindik) kasus tersebut. Kejaksaan sudah menetapkan mantan Manajer Aset PWU, Wishnu Wardhana dan Dahlan Iskan sebagai tersangka. Mantan Ketua DPRD Surabaya dan mantan bos Jawapos itu akhirnya mendekam di Rumah Tahanan Kelas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo.

Selanjutnya, alasan kondisi kesehatan, akhirnya penyidik mengalihkan status penahanan Dahlan Iskan menjadi tahanan kota. Sedangkan pihak pengadilan sudah menentukan jadwal sidang perdana kasus ini yaitu Selasa (29/11/2016) pekan depan dan menunjuk M Tahsin sebagai ketua majelis hakim yang bakal memeriksa kasus tersebut.
(Zai)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement