BLITAR - Sanankulon dan
sekitarnya menjadi sentra industri gula kelapa Jawa Timur
karena ditunjang dengan banyaknya pohon kelapa di lokasi ini. Sentra gula
kelapa di Kecamatan Sanankulon berada di Desa Sumberejo. Jumlahnya mencapai 264
unit usaha, sedang yang berada di Dusun Jeding sedikitnya 13 unit usaha.
Industri gula kelapa tradisional umumnya
dijual dalam bentuk cetakan tempurung buah kelapa. Per biji seberat 1 kg dan
1,5 kg. Tetapi sejak tahun 2001 Slamet Riyanto, salah seorang perajin gula
kelapa di Desa Sumberejo, melakukan diversifikasi bentuk cetakan. Yaitu, ukuran
kecil-kecil dengan bentuk pipih, silinder dan tempurung. Masyarakat setempat
menamainya ceper, bumbung, dan ceplik. Dengan ukuran kecil ini 1 kg gula kelapa
terdiri atas 37 butir.“Bentuknya kecil-kecil, unik dan diminati pasar,”kata
Masrukin B. Murtadlo, putra Slamet Riyanto.
Slamet Riyanto biasa menjual dalam
kantong-kantong plastik bobot 10 dan 15 kg. Harga per kg-nya Rp 7.800.
Sedangkan harga gula kelapa ukuran tempurung kelapa harganya Rp 7.300/kg.
”Kalau orang mau membeli yang ukuran kecil-kecil setiap kg-nya dikenai nimai
tambah Rp 500,”kata Masrukin.
Gula kelapa ukuran kecil tersebut sejatinya
gula kelapa ukuran tempurung yang didaur ulang. Slamet Riyanto membeli dari
petani dalam ukuran tempurung kelapa berat 1 kg. Setiap dua hari sekali Slamet
mengambil di Desa Karangbendo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar. Gula kelapa
dari petani kemudian dimasak lagi, dicampur gula pasir, lalu dicetak dalam
ukuran kecil-kecil. Prosesnya, gula kelapa dari petani direbus di wajan besar.
Terus diaduk hingga 30 menit. Setelah itu dituangkan di cetakan sesuai
bentuknya. Tidak sampai 15 menit gula dalam cetakan sudah mengeras dan tinggal
dipak di plastik.
Menurut Masrukin, diversifikasi bentuk ini
merupakan salah satu upaya untuk menyiasati pasar. Disebabkan semakin mahalnya
harga gula kelapa, salah satu penyebanya karena persaingan dengan gula merah
yang bahan bakunya dari tebu, pasar menilai harga gula kelapa terlalu mahal.
”Akhirnya, sejak tahun 2001 kami memproduksi gula kelapa dalam versi lain,
yaitu ukuran kecil-kecil,” ujarnya.
Terlebih Gula Merah yang bahan bakunya dari tebu, yang
selisih harganya lebih murah dibanding dengan yang bahan bakunya dari kelapa.
Per kg selisih harganya bisa mencapai Rp 1000. Secara fisik sama, yaitu dalam
ukuran batok kelapa dan ada juga ukuran kecil-kecil. ”Konsumen tidak melihat
kualitasnya, yang penting sama dan harganya lebih murah, meski secara rasa
lebih enak gula kelapa,” kata Masrukin.
Gula kelapa dalam ukuran kecil-kecil harganya
Rp 7.800/kg. Masrukin membeli di tingkat petani Rp 7.100/kg. Setiap satu kg-nya
Masrukin menambahkan Rp 500 sebagai biaya beli kayu pembakaran, ongkos tenaga
kerja dan plastik kemasan. “Pokoknya tidak rugi,” tandas pria yang juga
mengajar bahasa Indonesia di SMKN I Kademangan dan Unisba Blitar ini.
Gula kelapa ukuran kecil-kecil ini ternyata
diminati pasar. Pertimbangannya praktis. Dulu, sebelum diproduksi ukuran
kecil-kecil, bila ada konsumen yang hanya membeli ¼, pedagang terlebih dahulu
harus membelah. Sekarang tidak. Pedagang bisa menjual butiran. Kemasan
kecil-kecil ini juga banyak yang dijual di swalayan.
Permintaan pasar atas gula kelapa terus
meningkat. Dalam satu hari, maksimal Masrukin bisa memproduksi antara 3 s.d 4
ton, atau rata-rata 2 s.d 3 ton. Sementara kebutuhan pasar bisa lebih dari itu.
Pasar hampir merata di Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah. ”Di Tuban saja,
kalau musim kemarau, dalam sehari permintaan bisa mencapai 3 ton, sedangkan
Pati (Jawa Tengah) bisa 5 ton per sekali kirim,” kata Masrukin. Supaya tidak
terjadi kekosongan pasar, maka Masrukin harus pintar-pintar membagi pengiriman.
“Pengiriman di satu daerah dilakukan 2 hari
sekali. Misalnya hari ini untuk Babat, besok untuk Lamongan, lusa untuk Tuban,
begitu seterusnya sehingga pasar tidak sampai kosong,” ujarnya. Gula kelapa
dapat bertahan hingga satu tahun tidak mencair.
Musim pembelian ramai ketika Ramadan. ”Mulai
dari menjelang Ramadan sampai kur-kuran (di atas tanggal 20 sampai 30)
permintaan gula kelapa cukup tinggi,” katanya. Bila permintaan tinggi, tidak
jarang Slamet Riyanto harus meminta tolong tetangga-tetangganya untuk memasak.
”Kami membayar jasa cetak, mereka modal tenaga dan kayu bakar,” ujarnya.
Diakui, saat ini penjualan gula kelapa sedang
drop. Harga Rp 7800/kg saja menurut Masrukin agak berat. Karena itu, Slamet
Riyanto juga memproduksi gula merah dari tebu. Gula tebu tersebut juga dicetak
kecil-kecil. Per kg Slamet Riyanto menjual Rp 6200 untuk kualitas super.
Slamet Riyanto membeli bahan baku gula tebu
dari industri gula tebu rakyat di Tulungagung. Bahan baku ini dibeli dalam
bentuk tempurung kelapa. Sama halnya dengan proses daur ulang gula kelapa, gula
tebu ini juga direbus kemudian dicetak dalam ukuran kecil-kecil lalu dijual
dalam kantong 10 kg dan 15 kg.
Pembelian gula tebu belakangan juga mengalami
kesulitan lantaran permintaan tinggi sementara ketersediaan bahan baku
terbatas. Dipercaya, gula merah dari tebu di Tulungagung dan Kediri
kualitasnya lebih bagus daripada tempat lain. Itu sebabnya industri gula merah
dari Jawa Tengah dan Jakarta menyerbu Tulungagung dan Kediri. Di tingkat
pabrikan ini harga standar Rp 5000/kg, tetapi karena barang terbatas ada yang
berani membeli Rp 5100 sampai Rp 5200/kg.
”Bukan pemandangan aneh kalau ada yang sekali
ngambil sampai 2 hingga 3 truk. Pokoknya, hampir 80% gula tebu yang diolah
kembali ngambilnya dari Tulungagung dan Kediri,” ujarnya. Masalah lain bila
sudah musim giling tebu, hampir sebagian besar tebu tersedot ke pabrik gula.
Kami sebagai pengusaha kecil berharap kepada
pemerintah kabupaten Blitar melalui dinas perindustrian dan Perdagangan
kabupaten Blitar untuk membantu mencarikan solusi terkait persaingan yang
semakin berat,tatkala musim giling tebu tiba seperti saat ini. Kami juga sangat
berterimakasih kepada intasi terkait terutama dinas perindustrian dan
perdagangan kabupaten blitar yang kian getol membantu usaha kecil dengan
memberikan pelatihan dan bantuan peralatan bagi industry kecil.
Di
tempat terpisah Kepala dinas perindustrian dan Perdagangan kab blitar
melalui Suwadi selaku Kasi Bina Usaha
Dan Promosi mengatakan “Dalam rangka mengembangkan Usaha dan Ekonomi pada
sector produk unggulan serta industry kecil menengah yang ada di Kabupaten
Blitar pihaknya selalu melakukan promosi prodak dan sering melakukan pembinaan
sebagai upaya pengembangan usaha pada para pelaku usaha industry,baik dengan memberikan pelatihan
serta pemberian bantuan berupa peralatan agar para pelaku industry semakin
semangat serta usaha dapat semakin berkembang.(dro)