SURABAYA - Sidang kasus pemalsuan surat dengan terdakwa
Advokat, Sutarjo SH dan Sudarmono SH memasuki tahap akhir, Kamis (3/11). Perkara
tersebut berlangsung di ruang sidang
Candra Pengadilan
Negeri (PN) Surabaya, dengan majelis
hakim yang diketuai Jihad Arkhanudin membacakan vonis terhadap dua anggota
Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) ini.
Pertimbangan majelis hakim disebutkan jika
terdakwa terbukti melakukan pemalsuan surat sebagaimana dalam pasal 263 KUHP. Majelis hakim juga
mempertimbangkan hal yang memberatkan yakni terdakwa adalah seorang advokat,
terdakwa mengakui perbuatannya tetapi tidak mengakui kesalahannya. Sementara
hal yang meringankan, terdakwa sopan, belum pernah dihukum dan mempunyai
tanggungan keluarga.
Usai sidang terdakwa dan puluhan kuasa hukumnya langsung menyatakan banding. " Allahuakbar, atas putusan ini saya nyatakan banding," ujar terdakwa Sutarjo. Putusan hakim ini mendapat reaksi beragam dari kuasa hukum terdakwa seperti yang dinyatakan Bambang Sucipto kuasa hukum terdakwa menyatakan menghormati putusan hakim ini namun disisi lain juga sangat menyayangkan putusan majelis hakim yang menyatakan terdakwa bersalah.
Usai sidang terdakwa dan puluhan kuasa hukumnya langsung menyatakan banding. " Allahuakbar, atas putusan ini saya nyatakan banding," ujar terdakwa Sutarjo. Putusan hakim ini mendapat reaksi beragam dari kuasa hukum terdakwa seperti yang dinyatakan Bambang Sucipto kuasa hukum terdakwa menyatakan menghormati putusan hakim ini namun disisi lain juga sangat menyayangkan putusan majelis hakim yang menyatakan terdakwa bersalah.
Sebab, dalam fakta
persidangan jelas terungkap jika kedua terdakwa sebagai advokat yang
menjalankan profesinya yang mendapat kuasa dari kliennya tidak mendapat
perlindungan hukum sesuai amanat UU No 18 tahun 2003 tentang advokat dan
putusan Mahkamah Konstitusi No 26/PUU-XI/2013.
Hal senada juga
diungkapkan Anandyo Susetyo yang juga kuasa hukum terdakwa. Advokat yang biasa
disapa Anton ini menyatakan dengan adanya putusan ini maka bisa dijadikan
preseden buruk bagi dunia advokat saat ini dan yang akan datang. "Ini adalah upaya
kriminalisasi terhadap Advokat yang dimasa mendatang dapat menjadi preseden
buruk dalam penegakan hukum di Republik Indonesia," ujar Anton.
Perlu diketahui, perkara ini bermula dari surat pengaduan ke
MPD Gresik atas Akte No 3 Notaris Mashudi, SH MKn tanggal 18 Mei 2009 oleh
terdakwa Sutarjo dan Sudarmono SH. Terdakwa mendapat
kuasa dari Khoyana untuk membuat dan mengirim surat pengaduan atas dugaan
pelanggaran etik yang dilakukan oleh Notaris dalam pembuatan akte.
Dugaan pelanggaran
etik itu adalah pada waktu pembuatan Akte tidak dibacakan, para pihak tidak
menghadap dan tidak ada bukti pembayaran lunas oleh pembeli. Notaris tidak terima
atas pengaduan tersebut dan lalu melaporkan Terdakwa di Polda Jatim hingga
berlanjut dipersidangan ini.
Oleh JPU terdakwa
dijerat pasal 263 KUHP pemalsuan surat, pencemaran nama baik dengan surat pasal
311KUHP dan pengaduan fitnah kepada penguasa pasal 317 KUHP. Andrey Ermawan kuasa
hukum terdakwa lainnya menyatakan sangat keberatan dengan putusan hakim ini,
sebab banyak fakta persidangan yang dikesampingkan oleh hakim.
" Perjuangan belum
selesai, upaya Tim Kuasa Hukum ini akan terus dilanjutkan hingga Rekan Sejawat
Advokat Sutarjo, SH dan Sudarmono, SH dibebaskan dan di masa mendatang tidak
ada lagi proses kriminalisasi atau tindakan semena-mena terhadap Advokat dalam
menjalankan profesinya," ujar Andry. (Zai)