BANYUWANGI - Prona merupakan
sertifikat Pada tahun 2016 Kantor Pertanahan Nasional (BPN) melalui Kantor
Pertanahan tanah yang “murah, cepat dan pasti Banyuwangi, melaksanakan persertifikatan tanah
melalui Prona, sebanyak 16.000 bidang tanah.
Dengan
tujuan untuk mewujudkan tanah yang sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat,
dimana sertifikat tanah bisa untuk modal pemberdayaan perekonomian rakyat. Kepastian
hukum Hak atas tanah. Peningkatan kesejahteraan rakyat dan pelaksanaan Anggaran
dibebankan pada APBN.
Menurut
pelaksana Prona dari Kantor Pertanahan Banyuwangi Purwanto sewaktu dikonfirmasi
dikantornya menjelaskan, untuk sementara
ini BPN masih mengadakan penjaringan dan bagi semua kepala desa yang
menginginkan mengambil Prona dipersilakan datang ke kantor BPN. “Bisa menemui
saya “ ujar Purwanto.
Untuk
biaya yang dibebankan pada APBN meliputi : a) Penyuluhan, b) Blangko
Permohonan. c) Pengumpulan Data ( Alat bukti/Atas Hak ) d) Pengukuran Bidang
Tanah, e) Pemeriksaan Tanah, f) Pengesahan Data Fisik dan Yuridis, g)
Penerbitan Sertifikat dan h) Supervisi dan Pelapor.
Adapun
biaya-biaya yang timbul selain diatas seperti Biaya Materai, biaya Foto Copy.
Pembuatan dan Pemasangan tanda batas (patok). Pembuatan akta BPHTB dan PPH (jika dikenakan ketentuan perpajakan) Biaya pembuatan kelengkapan pendukung
seperti KTP. KK serta biaya lain dalam rangka untuk kelengkapan berkas
permohonan, sepenuhnya menjadi tanggung jawab peserta kegiatan (pemohon).
“Semua
itu dasar hukumnya UU No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok agraria.
UU No. 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah. Peraturan Pemerintah No.
24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.”Ungkapnya
Akan
tetapi untuk sertifikat Prona 2016, banyak kepala desa yang pikir-pikir untuk
mengambil, padahal sertfikat murah ini sangat penting bagi
masyarakatnya,kebanyakan kepala desa tidak mau mengambil risiko, sebab banyak
contohnya seperti banyak kepala desa yang kesandung prona yang masuk bui,
sehingga menimbulkan trauma bagi kepala desa.
Seperti
yang berwajib saja (Kepolisian. Kejaksaan sendiri) ada laporan dari LSM ditidak
lanjuti, sehingga kepala desa menjadi bermasalah. Kita bekerja juga perlu upah untuk pemberkasan, akomodasi maupun yang
lain ini untuk surat-surat yang belum ada aktenya.
Kalau yang sudah mempunyai
akte sih tidak masalah. “Belum nanti ada
pengukuran, pasti kita tidak bisa harus diam, pasti harus ada uang untuk konsumsi
untuk menjamunya.” Kata kepala desa yang tidak mau disebut namanya.(jok)