KEDIRI -
Triana Lukita Sari alias Lina, (30), hanya bisa tertunduk diam pada (senin 24/10/2016)
siang
beberapa hari lalu pasalnya 2 Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Ikhwan Prasetyo menuntut terdakwa kasus penganiayaan yang menewaskan Bela
Puspita Sari, 5, itu dengan hukuman 14 tahun penjara.
Jaksa
yakin, perbuatan perempuan asal Desa Pranggang, Kecamatan Plosoklaten itulah
yang menyebabkan tewasnya bocah TK yang masih terhitung keponakannya sendiri
tersebut. “Terdakwa Triana Lukita Sari bersalah melakukan tindak kekerasan
terhadap anak yang menyebabkan kematian,” ujar Ikhwan dalam sidang di
Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri.
Untuk
diketahui, sidang dimulai sekitar pukul 13.30. Dipimpin majelis hakim yang
diketuai Y. Suryo Purnomo Adi, sidang berlangsung singkat. Sekitar 15 menit.
Agendanya hanya untuk pembacaan tuntutan jaksa. Adapun Lina didampingi
penasihat hukumnya, Budiarjo Setiawan.
Dalam
sidang, Jaksa Ikhwan menyatakan bahwa perbuatan Lina melanggar pasal 80 ayat 3
UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak. Selain 14 tahun penjara, ia juga menuntut
Lina dengan hukuman denda Rp 60 juta. “Jika terdakwa tidak sanggup untuk
membayar maka diganti dengan hukuman penjara empat bulan,” tuntutnya.
Tuntutan
itu mendekati ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara sebagaimana diatur
dalam pasal tersebut. Sebab, ada banyak hal yang dinilai jaksa memberatkan
hukumannya. Di antarnaya, perbuatan Lina tergolong tidak lazim, bengis, keji,
atau tidak menaruh belas kasih sehingga menewaskan Bela.
Ikhwan
juga menilai bahwa Lina telah menyalahgunakan wewenang dan kepercayaan yang
diberikan ibu Bela, Anis Sulistiana, 30, untuk menjaga anaknya. “Apalagi, untuk
mengasuh Bela, Lina sudah dibayar oleh Anis,” ujar Ikhwan. Setiap bulan, Anis
yang menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Hongkong memang mengirim uang Rp
1,5 juta untuk biaya hidup Bela sekaligus upah Lina.
Hal itulah yang dinilai sangat merugikan
Anis. Apalagi, Bela merupakan anak semata wayang Anis. “Tentu, orang tuanya
sangat menyayangi dan mencintai Bela,” ujar Ikhwan.
Hal lain yang memperberat tuntutan itu
adalah sikap Lina selama persidangan. Ia dianggap berbelit-belit saat dimintai
keterangan. “Bahkan terdakwa tidak mengaku bersalah dan tidak mengakui
perbuatanya,” tandas Ikhwan.
Hanya ada satu pertimbangan yang
meringankan tuntutan hukumannya. “Terdakwa belum pernah dihukum,” lanjut jaksa
yang identik dengan penampilannya yang berkepala pelontos itu.
Mendengar tuntutan itu, Lina yang
biasanya terlihat santai langsung berubah raut wajahnya. Di kursi pesakitan,
dia tertunduk murung. Begitu pula saat dipersilakan untuk menyampaikan
tanggapannya.
Karena itu, Ketua Majelis Hakim Suryo
Purnomo Adi lantas mempersilakan Lina untuk berkonsultasi dengan advokatnya.
”Izinkan kami mengajukan pembelaan, Yang Mulia,” ujar Budiarjo, penasihat hukum
Lina.
Budi –panggilan akrabnya—meyakini jika
kliennya tidak bersalah. Ia percaya jika kematian Bela bukan akibat tindakan
Lina. Budi beranggapan jika tindakan ‘mencubit’ yang dilakukan kliennya
mustahil bisa membunuh seseorang. “(Pembelaan) akan kami sampaikan minggu
depan,” katanya.
Karena itu, majelis hakim langsung
menutup sidang untuk dilanjutkan Kamis depan (27/10). Agendanya, pembacaan
pleidoi alias pembelaan terdakwa. Usai sidang, Lina langsung digelandang keluar
ruangan. Di pelukan sang suami, ibu satu anak tersebut hanya bisa tertunduk.
Sambil berjalan menuju sel sementara kantor pengadilan, Lina terus berusaha
menghindarkan wajahnya dari sorotan kamera.
Salah satu pihak keluarga Lina yang
enggan menyebut namanya juga sempat berkomentar atas tuntutan tersebut.
“Bagaimana ini, kok bisa kena 14 tahun. Padahal anak itu
mati selang seminggu setelah meninggalkan rumah Lina,” ujar perempuan
berkerudung itu sambil mengikuti langkah Lina menuju sel sementara.
Untuk diketahui, Lina
ditangkap Satreskrim Polres Kediri pertegahan Mei lalu. Polisi menetapkannya
sebagai tersangka atas tewasnya Bela pada 26 April 2016. Ini didasarkan hasil
visum yang menemukan sejumlah luka di tubuh Bela. Juga, keterangan para saksi.(iwan/bahrul)