TULUNGAGUNG -
Bersalah diberi kelonggaran hukuman karena sopan dalam persidangan, berterus
terang, dan lain-lain. Sebelum perkara pembacokan terdakwa anak durhaka yang
tega menganiaya orang tua kandungnya juga terpidana dalam kasus pencabulan anak
dibawah umur dihukum selama 4 tahun penjara. Kemudian terdakwa ( terpidana)
mendapatkan perlakuan khusus cuti bersyarat (CB) dikenakan wajib lapor tiap
bulan di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) kelas II B Tulungagung.
Dan Rabu (19/10) di
ruang cakra terdakwa Kurniawan alias Gundul 27 tahun, hanya dijatuhi hukuman
1,8 tahun penjara,dipotong selama masa dalam tahanan, oleh Ketua hakim Erika
Sari Emsah Ginting. Gundul yang menetap di desa Wates Kecamatan Sumbergempol ,di
persidangannya yang berpindah-pindah dari ruang kartika ke ruang cakra. Gundul dihadapan hakim mengakui semua perbuatannya, serta mengakui
semua keterangan saksi termasuk saksi dari ibu kandungnya sendiri.
Sejak awal persidangan
hingga diputusannya terdakwa tampak tenang, sedikitpun raut wajah terdakwa
tidak menunjukkan penyesalan, malah selalu tersenyum segar memandang wajah
ketua. Ayah kandungnya sendiri mengalami cacat seumur hidup dengan puluhan
jahitan di tangan.
Cuti Bersyarat bukannya membuat terdakwa bertobat malah
semakin menggila, Suka mabuk-mabukan, meminta uang ke korban dengan cara paksa,
bahkan tidak segan-segan membacok ayahnya di hadapan ibu kandungnya dan
saudara-saudaranya. Maaf adalah ucapan untuk mendapatkan suatu pengampunan bila
itu terlahir dari hati yang ikhlas. Bukan semata-mata agar diputus
seringan-ringannya.
Hukuman bukanlah suatu
patokan bila terdakwa berkata maaf, lalu dengan segampangnya mendapat
keringanan. Sungguh beruntung Gundul mendapat hukuman yang begitu ringan,
mantap. Terpisah di putusan-putusan lainnya, Erika juga memutus masing-masing
empat bulan tiga orang terdakwa penganiayaan yang dijerat pasal 170 ayat 1
KUHP.
Dan memutus 6 bulan terdakwa pencurian di malam hari pasal 363 ayat 1
KUHP, barang bukti linggis, juga menjatuhkan hukuman 4 bulan 15 hari, terdakwa
Fauzan bin Aris,pengedar ribuan obat keras yang bisa membuat orang lain gila.
Barang bukti yang
diamankan sebanyak 990 butir obat bikin gila. Obat keras yang sebagian sudah
diedarkan kemasyarakat dan ke lingkup kampus, dan hasil uang penjualan disita
oleh Negara. Contoh : terdakwa pengumpul barang bekas (rosok) yang dijadikan
terdakwa dikarnakan membeli beberapa liter oli bekas di wilayah Jepun. Yang kemudian
terdakwa miskin itu dituntut 1 bulan dan diputus 6 bulan, 1 tahun percobaan,
glundung tanpa duit.
Dikonfirmasi, aparat
penegak hukum lingkup pengadilan, putusan itu sangat berat walau tidak ditahan,
dan bukan segampang menjalaninya, katanya. Ditanggapi aparat penegak hukum
lainnya, perkara itu tidaklah layak dibawa ke persidangan, masih banyak perkara
yang lebih besar dari itu ketimbang perkara begini.
Pengepulnya sendiri tidak
diproses,herannya. Terdakwa yang ancamannya hukuman 5 tahun keatas ,harusnya
didampingi oleh Penasehat Hukum (PH) dan tidak pilah pilih. Mana yang dikatakan
adil, dan mana yang dikatakan melanggar,baliknya bertanya. Diduga makelar kasus
(Markus) masih bergentayangan di lingkup Pengadilan Negeri Tulungagung.
Mencuatnya berita hangat lingkup PN, oknum mulai menggunakan premanisme agar
berita menjadi brita cipika cipiki asal mamak senang dan bapak tidak marah,
mantap. Pemberitaan itu oknum PH sudah jarang masuk ke ruangan hakim dan tidak
menjemput oknum hakim turun bersama-sama masuk bersama-sama bersidang ke ruang
kartika.
Info masih dalam penyelidikan diduga adanya modus baru oknum dengan
melakukan pertemuan di malam hari atau di waktu libur atau melakukan hubungan
perteleponan lewat kurir. Namun, info ini masih dilacak kebenarannya, ungkap
kasus. Bersambung... (Nan)