SURABAYA - Sidang perkara
kasus korupsi yang terjadi di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jatim jilid 2
yang menjadikan 3 komisioner, yakni - Sri Sugeng, Andreas Pardede serta
Sofianto (ketua). Pekan lalu saat mendengarkan keterangan saksi meringankan (ade
charge)yang berjumlah 18 orang yang mana para saksi itu terdiri dari panwas
masing-masing wilayah Kabupaten/ Kota.Dari kesaksian para panwas menerangkan
masing-masing terkadang juga bersama para komisioner yang terdiri dari 3 orang
itu melakukan sosialisasi dan pelantikan ke daerah,meskipun ada juga kegiatan
yang tidak dapat terdokumentasi.
Yang menjadi menarik
dalam kasus ini,para terdakwa bertiga lebih dahulu menjalankan
kegiatan-kegiatan meskipun anggaran hibah itu belum turun.Jadi menurut
keterangan terdakwa yang juga keterangan saksi Sekjen Bawaslu RI, Gunawan
Suswantoro dan Sekretaris Bawaslu Jatim Amru uang yang digunakan para
komisioner itu menggunakan dana talangan operasional sebesar Rp 100 juta milik
Sri Sugeng.Hal ini diperkuat juga oleh keterangan ahli administrasi negara Dr
Imanuel Sujatmoko SH guru besar Unair(universitas Airlangga)pada saat
memberikan keterangannya dipersidangan.dengan menggunakan dana talangan itu
tidak ada yang melarang,Gunawanpun pernah mengaku mengalami hal yang serupa. Saat
Majelis Hakim menanyakan apakah menggunakan dana tersebut menguntungkan
negara,Gunawan mengiyakan.
Sementara itu, pada saat
keterangan Amru dalam persidangan mengungkapkan bahwa uang perjalanan dinas
tiap-tiap komisioner yang berhak diterima hampir RP 140 juta,namun belum semua
uang tersebut diberikan para komisioner baru menerima sebagian.Uang tersebut
menurut Amru belum dibayar lantaran saat itu bendahara Bawaslu Gatot Sugeng (terpidana)
tidak ada (menghilang).
Perlu diketahui,dalam
kasus dugaan korupsi Bawaslu jilid 2 ini kerugian negara yang ditimbulkan oleh
ke-3 terdakwa dalam dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari
Kejaksaan Tinggi Jatim sebesar Rp 239 juta.Namun hasil dari pada kerugian ini
ternyata belum diklarifikasikan oleh auditor BPKP Jatim kepada para
tersangka,hal ini terungkap pada saat persidangan tanggal 4 dan 11 Oktober
2016.Jaksa Penuntut Umum sebelumnya hanya menunjukan foto kopi yang ditanda
tangani oleh salah satu terdakwa, yaitu- Andreas Pardede.Namun oleh terdakwa
dibantah,”saya tidak merasa menandatangani dokumen ini,”ujarnya didepan Hakim.
Ketua majelis Unggul
Waseso SH MHum memerintahkan kepada jaksa penuntut umum untuk membawa dokumen
yang asli pada persidangan berikutnya.Ternyata hal yang sama juga terjadi bahwa
tanda tangan terdakwa Andreas yang diajukan oleh JPU tidak sama dengan
aslinya,hal ini dipertegas oleh terdakwa dan majelis Hakim saat mencocokan
tanda tangan terdakwa yang sebenarnya.Adapun Sufianto juga membantah telah
dilakukan klarifikasi oleh auditor dari BPKP pada saat
dipenyidikan,menurutnya,”saya memang pernah dipanggil pada saat penyidikan
namun oleh BPKP hanya ditanya saja,apakah dari bawaslu,”itu saja yang
ditanyakan ucapnya pada Majelis Hakim atas pertanyaan penasehat hukumnya.”
Terpisah,usai persidangan
kepada wartawan Suryono Pane SH MH salah satu penasehat hukum mengatakan bahwa
kliennya tidak pernah dilakukan klarifikasi oleh BPKP,hal ini sangat merugikan
bagi para terdakwa.Karena BPKP wajib melakukan klarifikasi sesuai SOP namun
oleh Erwayudi Auditor BPKP justru tidak dilakukan dan dibuat tanda tangan dalam
dokumen atas nama Andreas Pardede.Masih menurut Pane,ada 2 dokumen yang diduga
tidak sesuai aslinya.
Dengan adanya tindakan yang
dilakukan oleh Erwayudi ahli dari BPKP yang juga memberikan keterangan dibawah
sumpah maka Tim kuasa Hukum dari terdakwa Andreas Pardede akan melakukan
langkah hukum Pidana maupun Perdata,ujar Pane.lanjut Pane ditegaskan juga bahwa
penegakan hukum di Indonesia untuk hari ini banyak pelaku-pelaku yang
sesungguhnya tidak korupsi justru dibawa kepersidangan sedangkan pelaku
sebenarnya tenang-tenang saja,sambil memberitahukan bahwa hak para komisioner
belum sepenuhnya dibayar oleh Bawaslu.(mon)