Terdakwa Mengaku Dijebak Tetap Diputus Bersalah Lalu Di Hukum

TULUNGAGUNG - Senin (21/8) diruang tirta terdakwa Murdiono diputus 8 bulan penjara di nyatakan oleh hakim ketua Ahmad Wijiyanto, bahwa terdakwa terbukti bersalah melanggar UU RO No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, dengan mengedarkan  pil double L dan barang bukti 22 butir pil. 

Sedangkan Memet yang diduga sebagai spionase masih DPO. Di saat putusan ketua sempat menyebut 6, lalu menyebutkan 8 bulan penjara pada  terdakwa karna tidak mendukung program pemerintah. Anehnya, terdakwa mulai awal sidang didampingi penasehat hukum ( PH ) tunjukan. Namun dalam putusannya terdakwa tidak didampingi, “ saudara terdakwa tidak didampingi penasehat hukum ,” kata ketua. 

Terdakwa buta hukum itu hanya bisa menganggukkan kepalanya tanpa mengetahui apa bedanya bila dirinya disediakan  pendamping maupun tidak. Di hari yang sama ,Ahmad Wijayanto, menyidangkan  terdakwa yang mengaku dibawah umur tidak ditahan disidangkan di sidang terbuka untuk umum dengan perkara pil double L  12 butir barang bukti. Terdakwa dalam tuntutannya di tuntut selama 6 (enam)bulan tidak di damping PH, BAPAS, hanya orang tua kandung. Kronologinya, kata terdakwa warga loderesan itu mirip dengan murdiono dirinya  di jebak. 

Dalam aturan UU peradilan anak, setiap anak yang bersentuhan dengan hukum,pemerintah atau dalam hal ini Negara, wajib menyediakan pendampingan hukum, bila tidak menggunakan jasa penasehat hukum luar. Negara sudah menyediakan anggaran setiap perkara berproses di pengadilan negeri sebanyak Rp 5 juta. Lalu ketika anak di bawah umur tidak dapat perlindungan hukum dalam persidangan siapakah yang harus bertanggung jawab. 

Begitu juga kepada terdakwa murdiono sejak awal sidang di damping PH tunjukan yang kemudian dalam putusannya PH  tidak ada yang mendampingi.Negara akan rugi percuma mengeluarkan biaya perkara kalau yang di bawah dalam hal ini aparat penegak hukum yang teken kontrak atau MOU tidak menjalankannya dengan penuh tanggung jawab.

Negara ini jangan dijadikan model preman suka-suka,sukanya hanya uang tok,juga harus bertanggung jawab secara propesional sesuai kesepakatan yang tertuang dalam kode etik propesi,terang sumber. Kemudian  Suwito orangtua dari terdakwa, Saipul Anan, mengatakan, anaknya ditangkap sejak 7/1 berusia kurang lebih 18 tahun, tapi oleh Jaksa Penuntut Umum sudah dikatakan dewasa. 

Namun terdakwa maupun orangtua tidak mengetahui tanggal dan tahun kelahiran Saipul Anan. Dalam sidangnya terdakwa pada selasa 5/9 tiba-tiba didampingi oleh PH tunjukkan dengan agenda pembelaan. Padahal minggu lalu pendamping tunjukan tidak ada satupun yang mendampingi terdakwa pada saat tuntutan selama enam bulan penjara.

Sehingga terdakwa atau yang layak di katakana masyarakat bodoh hukum bisanya hanya nurut karena ketidak tahuannya. Berharap Ketua Pengadilan Negeri (Eko Ariyanto) lebih tegas mengingatkan terkait kinerja aparat penegak hukum disana .Supaya terdakwa atau masayarakat pencari keadilan tidak bertambah bodoh hanya dikarenakan ulah sekelompok oknum nakal.  

Dikonfirmasi Samsul Arifin (advokat), sangat menyayangkan kejadian yang dialami terdakwa,bahwa orang miskinpun berhak mendapatkan perlindungan hukum. Kalau PH tunjukkan tidak hadir terdakwa harus menolak, sehingga majelis hakim mencarikan PH lain. Misalnya dari sekian PH tunjukkan harus ada yang mempunyai kesempatan untuk hadir di setiap persidangan. 

Mulai tingkat penyidikan hingga tingkat persidangan. Jadi, tidak boleh meninggalkan tanggung jawab propesi ketika sudah siap untuk ditunjuk, dan tidak ada alasan lain, apapun resikonya, cetus samsul usai mendampingi kliennya. Apalagi bila clien tidak mengerti hukum lalu di biarkan justru menanggung suatu dosa besar buat kita. 

Mestinya dijelaskan ke clientnya bila berhalangan hadir ada pengganti, dan penggantinya juga harus menguasai materi perkara yang dipegang tidak hanya hantam kromo. Client yang ditelantarkan sudah jelas melanggar kode etik. Justru disini di pengadilan negri tulungagung masih banyak yang harus dibenahi, karena saya tahu persis Posbakum.

Apalagi yang berkaitan dengan orang miskin 100% tidak dikenakan biaya. Posbakum harusnya sarjana pendidikan tinggi, karena hukum tidak semestinya teoritisnya saja, prakteknya harus berpendidikan pengacara sama halnya di wilayah Kediri semua tertata dengan baik, pungkasnya. bersambung...  (NAN)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement