SURABAYA - Upaya bebas yang
dilalukan dokter Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Surabaya di Porong
Sidoarjo, Haryanto Budhy akhirnya kandas.
Oleh majelis hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan, dr Haryanto Budhy
dinyatakan terbukti terlibat dalam peredaran narkotika dan divonis tiga tahun
penjara. Hukuman itu dijatuhkan setelah selama persidangan terdakwa tidak bisa
membuktikan bahwa obat-obatan yang dijualnya bukan termasuk narkotika.
Vonis yang dijatuhkan hakim Wayan lebih ringan dua tahun dari tuntutan Jaksa
Penuntut Umum (JPU) Endro Risky. "Mengadili dan menjatuhkan hukuman selama
3 tahun penjara kepada terdakwa Haryanto Budhy," ujar hakim Wayan
membacakan amar putusannya di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (30/8/2016).
Selain hukuman badan, terdakwa juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 600
juta, subsider tiga bulan kurungan. "Jika tidak bisa membayar denda, maka
terdakwa wajib menjalani kurungan selama dua bulan," tegasnya.
Dalam pertimbangannya, hakim Sosiawan menerangkan bahwa apa yang telah
dijualbelikan terdakwa selama ini memang tergolong narkotika. Bahkan alibi
terdakwa bahwa obat-obatan yang dijualnya hanya ditujukan untuk mengobati
pecandu narkoba ternyata ditolak oleh majelis hakim.
Atas vonis tersebut, terdakwa pun langsung mengambil upaya hukum banding. Di
lain pihak, jaksa Endro justru memilih untuk pikir-pikir atas vonis tersebut.
"Kami nyatakan banding-banding," kata terdakwa kepada hakim Wayan.
Usai sidang, Rudi Sapulete, kuasa hukum terdakwa mengatakan, majelis hakim
sama sekali tidak mempertimbangkan pledoi (pembelaan) yang diajukan kilennya
pada sidang sebelumnya. "Karena terdakwa adalah seorang dokter yang
memegang sumpah dalam menjalankan profesinya.
Dalam undang-undang tidak ada
seorang dokter yang dilarang memberikan narkotika, apalagi dalam kasus ini
dokter Budhy hanya menjalankan profesinya sebagai dokter. Jadi itu yang membuat
kami keberatan," jelasnya.
Dalam kasus ini, terdakwa dijerat dengan
perbuatannya, terdakwa dijerat pasal 124 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika dan pasal 122 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. (Ban)