BLITAR
- Setelah
mantan Bupati Blitar, Herry Noegroho diperiksa penyidik Polres Blitar,
sebelumnya 20 orang saksi lainnya. Sedikitnya 11 anggota DPRD Kabupaten Blitar
juga menjadi target pemeriksaan penyidik Polres Blitar.
Mereka
diperiksa terkait dugaan penyimpangan
dana Bantuan Sosial (Bansos) atau hibahsebesar
Rp. 3 miliar untuk Komite Olahraga Nasional
Indonesia (KONI) Kabupaten Blitar. Dimana dana tersebut dipergunakan untuk
pengiriman atlit pelajar dalam Pekan Olahraga Pelajar Provinsi (Porprov) di Banyuwangi
tahun 2015 lalu.
Kapolres
Blitar, AKBP Slamet Waloya mengatakan, pemeriksaan 11 anggota DPRD Kabupaten
Blitar tersebut dilakukan berdasarkan keterangan saksi-saksi yang telah
diperiksa sebelumnya. Selain itu juga berdasarkan pemeriksaan dokumen, dan alat bukti lain.
“Hasil pemeriksaan dokumen, dan alat bukti lain
diperoleh penyidik pada saat penggeledahan di kantor KONI Kabupaten Blitar,”
kata AKBP Slamet Waloya kepada wartawan, Sabtu (10/9).
Lebih
lanjut Slamet Waloya menjelaskan, 11
anggota DPRD tersebut diperiksa karena diduga mengetahui terjadinya tindak
pidana korupsi di KONI Kabupaten Blitar. Sementara untuk audit BPKP telah
selesai dan saat ini penyidik sedang menunggu penyusunan laporan audit secara
resmi. “Berdasarkan
hasil audit dan penghitungan sementara, Negara dirugikan sekitar Rp. 1,2
miliar,” jelas Kapolres Blitar.
Slamet Waloya menambahkan, setelah selesai penyusunan laporan
audit secara resmi, pihaknya akan melakukan gelar perkara
untuk menentukan tersangka tipikor dana Bantuan Sosial (Bansos) atau hibah yang disalurka
kepada KONI Kabupaten Blitar. “Secepatnya akan kita lakukan gelar perkara, agar tersangka dugaan
korupsi dana bansos untuk KONI jelas,” pungkasnya.
Mohamad Trianto, Ketua
Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) mengatakan, untuk menghilangkan jejak
keterlibatan anggota Komisi IV DPRD Kabupaten tersebut, disinyalir para anggota
legislatif itu beramai-ramai melakukan pengembalian.
Untuk itu Trianto mendesak
pihak penyidik Polres Blitar bernai melakukan pengusutan. Karena menurut dia,
pengembalian uang hasil kejahatan tidak serta merta menghapus perbuatan
melawan hukum. "Ini bisa masuk kategori gratifikasi, kendati uang hasil
kejahatan itu dikembalikan, mereka (anggota dewan.red) tetap harus
mempertanggungjawabkan perbuatanya," kata Mohamad Trianto.
Total dana yang mengalir ke legislatif sebesar Rp 50 juta. Sedangkan nominalnya bervariatif. “Untuk pimpinan, yakni Ketua Komisi dan Wakil masing-masing Rp. 5 juta,” ujarnya. (tim)
Total dana yang mengalir ke legislatif sebesar Rp 50 juta. Sedangkan nominalnya bervariatif. “Untuk pimpinan, yakni Ketua Komisi dan Wakil masing-masing Rp. 5 juta,” ujarnya. (tim)