Surabaya Newsweek –Taxi Uber online yang berbasis
aplikasi smartphone di Surabaya yang ditengarai, tidak memiliki ijin operasional,
merupakan permasalahan yang masih belum tersentuh oleh pihak terkait, yaitu
Dinas Perhubungan Kota Surabaya, ditambah lagi pengelola Taxi uber ( Vendor ) diduga,
telah melakukan tindak pidana dengan cara, memotong gaji pengemudi taxi uber
setiap minggunya Rp 400 ribu, namun anehnya pihak vendor melakukan pemotongan
gaji diluar perjanjian, padahal
perjanjian kerja yang tertera hanya 5%, untuk potongan gaji pendapatan
pengemudi taxi uber.
Menurut pengemudi taxi uber yang baru bergabung dengan inisial RM mengatakan, sistem pembayaran taksi Uber
melalui pihak ketiga sebagai koperasi pengelola kendaraan(vendor).
Menurut RM, sering para pengemudi komplain, karena potongan pembayaran tidak
sesuai dengan nominal yang tertera di smartphone. Jumlah
potongannya bisa mencapai Rp400 ribu.
“Kita dibayar per-minggu berdasarkan jam online selama kita beroperasi.
Tapi nominalnya ini yang kadang bermasalah,” jelas RM salah satu pengemudi
taksi online Uber.
Masih RM, banyak yang melakukan protes
termasuk saya, karena pembayaran tidak sesuai perjanjian di awal. Masa jam online malam
hari dianggap hangus. Di smartphone saya, bayaran yang saya
terima seminggu Rp1.704.000,-. Tapi saya cuma dibayar Rp1.336.500,-.
Padahal uang potongan itu, untuk beli bbm selama jemput penumpang. Ya rugi kalo seperti ini,”
katanya.
Ia menambahkan, Diawal perjanjian kesepakatan potongan bayaran diputuskan
5% dari total penghasilan yang tertera di handphone per-minggu.
Dalam perjanjian juga disebutkan, nilai rupiah jam online dipagi
hari lebih mahal dibandingkan malam hari. Namun faktanya, jam online malam
dianggap hangus dengan alasan aturan sepihak dari vendor Uber.
“Saya sudah kirim email ke Uber, tapi dijawab, urusan
pihak vendor. Ya kalo seperti ini pengemudi akan rugi terus. Kita
lapor kemana juga tidak tahu. Seharusnya pemerintah ikut mengaturnya,”
kesalnya.
Irvan Wahyu Drajat Plt Kepala Dinas Perhubungan kota Surabaya menjelaskan, jika
terdapat persoalan seperti itu, maka keuntungan Koordinator pengusaha pengelola
taksi Uber semakin berlipat-lipat. Keuntungan diperoleh dari potongan bayaran
pengemudi dan terbebas dari retribusi izin operasional kendaraan umum.
“Bayangkan keuntungannya. Masyarakat transportasi yang dirugikan, karena
mereka tidak terbebani sistem yang mewajibkan kendaraan angkutan umum memiliki
izin trayek dan uji kelayakan,” jelas Irvan.
Khusus untuk taksi online Uber, sebenarnya bentuk
perizinannya tidak se-rumit kendaraan angkutan massal. Cukup mengantongi izin
operasional dari Dinas Perhubungan Provinsi dan Dinas Perhubungan Kota.
“Di Jakarta, taksi online sudah patuh mengurus izin operasional, tapi
kenapa di Surabaya kok mereka enggan, mengurus izin operasional. Jangan
dijadikan alasan kendaraan pribadi. Buktinya mereka mengangkut penumpang dengan
bayaran,” jelasnya.
Menurut Irvan ada 300 Mobil taksi online Uber di Jakarta yang sudah
mengantongi izin operasional. Mereka juga beroperasi dan tidak pernah ada
protes dari pengemudi maupun penumpang.
“Sekarang aturannya , bentuk usaha transportasi diharuskan mempunyai badan
hukum yang didalamnya mengatur izin operasional. Mereka tidak akan rugi kok,
dengan izin komplit. Buktinya di Jakarta semua patuh,” ungkapnya.
Sedangkan untuk teknis uji kelayakan kendaraan(kir), Menurut Irvan, hal itu memang harus dilalui, karena
memuat penumpang. Sementara mengenai tanda layak kendaraan, bisa disiasati
dengan cara menempel stiker.
“Uber memakai mobil pribadi, tidak mungkin di cat seperti angkutan umum
sungguhan tanda Kir –
nya, bisa memakai stiker atau hanya surat keterangan saja,” tambahnya.( Ham)