TULUNGAGUNG -
Sabtu (20/8) salah seorang warga rumah kost kelurahan Kutoanyar mengatakan, Bunga
15 tahun berada di kamar no 6, dengan terpidana
Rendi Pratama ,bin Bustami 22 tahun. Di dalam kamar itu sering terdengar suara
bunga menangis dipukuli pelaku.
Motor
vario warna putih milik korban dipreteli
supaya tidak bisa kabur. Dan teman sekolah korban beberapa kali terlihat di
rumah kost dan juga teman pelaku berjenis kelamin laki-laki hampir setiap harinya
ada di dalam kamar.
Pelaku
dan korban mengaku dari Trenggalek bawa koper, tas ,kost disini, ungkap
warga.Waktu disini melihat wajah korban biru-biru bekas pukulan.Terakhir sekali saat digrebek
melihat wajah korban banyak bekas dianiaya.
Saat itu banyak warga lingkungan yang
menyaksikannya juga RT. Karena penggrebekan itu pelaku melawan tidak mau
menyerahkan diri. Pengelola kost bernama Ince maupun warga yang tahu kejadian tidak
pernah dihadirkan ke persidangan. Tidak dihadirkannya para saksi-saksi diduga di
sengaja oleh salah seorang oknum supaya pelaku diputus yang ringan.
Bunga
dikonfirmasi mengatakan, ketika dalam persidangan disuruh berhenti ngomong,
tidak di beri kesempatan untuk mengungkapkan peristiwa kejam yang dia alami. pertanyaan lalu dialihkan ke penuntut umum, ‘’piye
piye’’, tiru saksi korban. “ Pelaku anak pedagang emas sendiri duduk di samping
penasehat hukum dan saksi korban hanya terdiam menuruti saja,”ucap bunga.
Pelaku
dijerat Undang-undang Perlindungan Anak No. 35, tahun 2014, pasal 81 ,ayat 2 ,junto,
pasal 65 ,ayat 1 KUHP, maksimal 15 tahun.Diputus hakim ketua Erika Sari Emsah Ginting ,hanya
5,6 tahun penjara.
Proses
hukum pencabulan anak pelajar itu banyak menimbulkan pertanyaan,ada dalam
persidangan yang tertutup itu. Sangat kuat dugaan adanya dana yang mengalir dari oknum untuk
rekayasa proses hukum yang berjalan.
Contoh bukti, pencabulan anak lainnya
dihukum 7 tahun dari tuntutan 10 tahun. Korban tidak dianiaya, semua saksi
dihadirkan, dijerat pasal 81 ayat 2, pelaku bernama Rohmat Faisal, alias Kecong
22 tahun, korbannya Melati 13 tahun pelajar.
Diduga
ada oknum yang mem back-up, dan ikut terlibat mempengaruhi putusan hakim. Oknum
tersebut selama ini dikenal cukup memiliki pengaruh mengendalikan setiap
perkara, dan memiliki jaringan kerjasama di lingkup pengadilan negri
Tulungagung.
Dikonfirmasi,
dosen IAIN Sunan Ampel juga sebagai advokat, Suhadi, SH, MHum, menjelaskan, standar
keilmuwan yang dimiliki hakim tidak bisa seperti itu. Hakim harus menggali
materi di persidangan. Hakim harus memerintahkan penuntut umum menghadirkan
semua saksi yang terlibat, mengetahui, melihat, menyaksikannya.
” Jadi Sangat
wajar dan layak masyarakat
mempertanyakannya atas putusan yang diberikan pada terdawa” tandas Suhadi.
Dalam kasus ini sangat layak untuk diduga,kata mantan Lembaga swadaya
masyarakat ,masyarakat peduli pendidikan (LSM-MPP).
Komentar
sebelumnya, pengacara senior Drs. Bibit sungkono, SH, M Hum menjelaskan, Hakim
tidak harus memutus dibawah tuntutan bisa diatasnya. “Jika putusan bertentangan
dengan fakta patut dipertanyakan ada apa
main-main disana,” ujarnya dikediamannya.
Hampir
serupa dalam kasus terdakwa ,Maryani beli oli bekas beberapa liter ,alamat desa
wajak kecamatan Boyolangu di tuntu penuntut umum 1 bulan, di putus ketua hakim
Erika,6 bulan percobaan 1 tahun,artinya tuntutan itu bisa lebih diatasnya.
Ketua DPC LSM-LMI
Muspida Ariyadi mengatakan, pada kasus pencabulan itu kuat dugaan oknum penasehat
hukum dan oknum hakim berkolusi dan bernepotisme sangat kuat mengalir. Malpraktik seperti ini hendaknya dibasmi hingga ke akar-akarnya. Bila dibiarkan
bisa merusak marwah badan pengadilan itu sendiri, Karena telah berani
mempermainkan hukum di lingkup PN.
Apa lagi perkara itu perkara pencabulan anak,
disana ada penganiayaan, dibawa kabur, diancam, perhiasan diambil, tegasnya di
markas besar LMI.Berdasrkan Peraturan Mahkamah Agung no 7 penegakan disiplin
kerja hakim pada MA dan badan peradilan yang di bawahnya.no;8 pengawasan dan
pembinaan atasan langsung di lingkungan MA badan peradilan di bawahnya. (Nan)