"Kasus Korupsi Embung Pilangbango Kerugian Negara Belum Terungkap" Pelaku Utama Dibiarkan Lolos ?


SURABAYA – Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, di Jalan Raya Juanda, Sidoarjo, pada tanggal 18 Maret 2016, menghukum terdakwa Ir. Agus Subiyanto MA, Pengguna Anggaran (PA) yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPKm) proyek pembangunan Embung Pilang Bango Kota Madiun, dengan hukuman penjara 3 (tiga) tahun dan denda sebesar Rp50 Juta, subsidair 2 (dua) bulan. Sedangkan Kerugian Negara dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jatim di Surabaya hingga palu diketuk, belum terungkap dan masih menyisakan sejumlah persoalan yang patut dicermati.

 Agus Subiyanto tidak puas atas putusan majelis hakim Tipikor pun mengajukan banding, tapi lagi-lagi nasib apes menimpanya karena Pengadilan Tinggi Jatim di Surabaya menambah hukuman penjara Agus menjadi 7 tahun dengan denda Rp 50 juta. Sedangkan,  pengganti kerugian Negara tetap nihil. Ketua majelis yang menyidangkan diketuai Muliyanto,SH.MH dengan anggota HM.Tarip Palimari,SH.MH dan Anang Satriyo,SH, yang memutus perkara itu, Selasa, (28 Juni 2016).

Sebelumnya, putusan Majelis Hakim Tipikor memutus tiga tahun pidana penjara, lebih ringan dari Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kota Madiun, yang menuntut terdakwa Ir. Agus Subiyanto MA, selama 6  tahun dengan denda Rp 200 Juta, subsidair 3 (bulan) penjara dan uang pengganti sebesar Rp.4.139.922.263,81. Apabila tidak dapat membayar uang pengganti dalam waktu sebulan setelah keputusan Majelis Hakim memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita Jaksa, apabila tidak mencukupi uang pengganti, maka dipenjara pidana selama 3  tahun dan 6  bulan penjara.

Dalam fakta persidangan mendengar saksi ahli dari Universitas Muhamadyah Jember, sidang terdakwa Mariyani, Konsultan Perencana PT. Konas Peta Blitar, mengungkapkan bahwa pelaksanaan Konstruksi pembangunan Embung Pilang Bango Kota Madiun, tidak sesuai Besaran Teknis (Bestek) sesuai dokumen kontrak. Seperti pancang tiang beton Kurang dari K225, ukuran besi harusnya diameter 13, digunakan ukuran diameter 12,5 Kedalaman tanah pancang beton harusnya 10 meter, hanya dipancang dengan kedalaman 7- 8 meter.

Besaran teknsi yang tidak sesuai tersebut diatas hasil pengujian ahli dari Universitas Bra wijaya dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan hasil uji ahli ini, tertuang didalam berita acara pemeriksaan saksi. ”Terdakwa Mariyani Konsultan Perencana Embung Pilangbango. pada sidang Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya Tanggal 29 Januari 2016. Jika pekerjaan konstruksi yang diduga tidak sesuai besaran teknis tersebut, dapat dibuktikan, Kontrak pelaksana harus ikut bertanggung jawab atas ambruk Bangunan Embung Pilangbango.

Kasus Ambruknya Embung Pilang bango ini, menjadi menarik, karena selama ini, yang dijadikan terdakwa hanya Konsultan Perencana dan Pejabat Pembuat Komitmen Pembangunan Embung Pilangbango. Padahal, sebagai pemenang tender PT Cahaya Indah Madya Pratama telah men-subkontrakan pekerjaan Embung Pilangbango kepada PT Jatisono Multi Konstruksi yang tidak memenuhi syarat kualifikasi. Hal ini terbilang melanggar Perpres No.54 tahun 2010 yang diubah beberapa kali perubahan pada Perpres No.4 tahun 2015 tentang pengadaan barang dan jasa milik pemerintah. Hal ini tidak ‘dijamah’ oleh JPU untuk menjadikan kedua direktur perusahaan pemenang dan pelaksana menjadikan tersangka. Aneh.

Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada  tanggal 18 Maret 2016, menjatuhkan hukuman penjara kepada terdakwa Maryani sebagai Konsultan Perencara PT. Konas Peta Blitar, selama 3  tahun penjara, denda Rp 50 juta, uang pengganti sebesar Rp 120 juta, subsider 6 enam bulan penjara, dan dikenakan ongkos perkara Rp.10 ribu.

Jaksa Penuntut Umum, menjerat tersangka dengan pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hasil investigasi di lapangan  Proyek Pembangunan Embung Pilangbango  ini, tidak ada perbaikan secara konstruksi, pasca ambruk Proyek pilang bango, sejak Januari 2015. Pembangunan Embung Pilangbango, Kelurahan Pilangbango, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun  yang ambruk, dibangun diatas lahan 2,2 Ha, sumber pendanaan, menggunakan dana Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Timur sebesar Rp. 18.767.600.000,- Kontraktor Pelaksana PT. Cahaya Indah Madya Pratama KSO PT. Jatisono Multikonstruksi tidak mempunyai kemampuan spesifikasi terhadap proyek tersebut  yang dipersyaratkan karena legalitas pengalaman untuk mengerjakan embung yang bersangkutan tidak punya kapasitas, ungkap Agus Subiyanto dalam pledoinya.

Menurut Terdakwa Agus Subiyanto, Penunjukan Pemenang Kontraktor Pelaksana dengan Kerja Sama Operasi (KSO) tersebut diatas, sejak awal telah ada dugaan pengkondisiaan oleh Kelompok Kerja (POKJA) Unit Layanan Pengadaan Kota Madiun. Dugaan pengkondisian ini, bila ditelisik dengan data Sirup LKPP yang dihimpun tim ini, bahwa kedua Perusahaan tersebut diatas PT.Cahaya Indah Pratama dan PT.Jatisono Multikonstruksi, mengajukan penawaran secara berdiri sendiri tanpa ada kesepakatan hukum kedua Perusahaan melakukan Kerja Sama Operasi (KSO).

Pada Dokumen Sirup LKPP tertera bahwa nomor urut 27, PT.Cahaya Indah Pratama ikut pelelangan dengan mengajukan penawaran harga sebesar Rp.18.767.600.000,- Sedangkan Nomor urut 23, PT.Jatisono Multikonstruksi, ikut lelang, namun tidak mengajukan harga penawaran dan tidak ada penjelasan dalam kolom keterangan. 

Dalam pengumuman pemenang pelelangan yang memenangkan pelelangan, yaitu- PT. Cahaya Indah Pratama, tanpa ada keterangan Kerjasama Operasi dengan PT. Jatisono Multikonstruksi. Jika setelah pengumuman Pelelangan timbul Kerja Sama Operasi (KSO), ini bertentangan dengan Perpres 54 tahun 2010, Perubahan Perpres Nomor 70 tahun 2012 dan Perpres 4 tahun 2015, tentang Pengadaan barang Jasa milik pemerintah.

Jika Pokja tetap memaksakan Kerjasama Operasi pasca pengumuman pemenang pelelangan, patut di duga ada Kolusi Korupsi Nepotisme. Dan kalau KSO ini,mengakibatkan kegagalan Konstruksi. Sesuai dengan Undang-undang Jasa Konstruksi tahun 2010 pasal 31 menyebutkan “Kegagalan pekerjaan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifi kasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa”.

Penasehat hukum terpidana, Wahyudi, SH yang dihubungi terkait putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jatim di Surabaya yang memperberat hukuman Agus Subiyanto menjadi 7 tahun penjara mengaku masih belum menerima relaas pemberitahuan putusan. “Sampai hari ini saya sebagai penasehat hukumnya maupun keluarga terpidana masih belum menerima relaas pemberitahuan putusan dari PT, kalau sudah menerima salinan putusan pasti kami akan melakukan upaya hukum, kasasi, ” kata Wahyudi yang dihubungi per telepon, Jum’at, (26/8).

Dia juga mengaku heran atas sikap dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang tidak menyeret pelaku utamanya (dader), yaitu; pemenang lelang dan pelaksana yang mengerjakan proyek tersebut karena mendapatkan keuntungan lebih  dan hanya dijadikan saksi. Wahyudi juga menyinggung nilai kerugian yang dialami oleh Negara adalah akibat pelaksanaan yang tidak sesuai dengan bestek.

“ Yang menjadi pertanyaan siapa yang harus mengganti kerugian Negara yang telah timbul tersebut. Sebab tidak mungkin klien saya harus menanggung kerugian Negara dan bisa dibuktikan pada amar putusan majelis hakim di pengadilan tipikor maupun di PT tidak mencantumkan uang pengganti kerugian negara,” tandasnya.

Pledoi yang disampaikan oleh terdakwa Agus Subiyanto, di depan majelis hakim di pengadilan tipikor, semestinya layak ditelusuri dan kembangkan oleh aparat penegak hukum, termasuk kejaksaan. Dugaan atas suap atau gratifikasi terkait proyek ini menyeret nama-nama antara lain ; Walikota Madiun, Bambang Irianto mendapat ‘cipratan’ 100.000 dolar Amerika, Suluh Darmadi, mantan Kajari Madiun menerima kucuran dana 20 ribu dolar. Dugaan gratifikasi juga dialamatkan pada Paris Pasaribu, Kajari Madiun; Kusuma Jaya Bulo, mantan Kasi Pidsus Madiun mendapatkan bagian Rp 350 juta dan perbaikan rumah dinas Kejaksaan, di Jl.Abdul Rahman Saleh sebesar Rp 150 juta, pungkas Wahyudi.

Kajari Bantah
Kepala Kejaksaan Negeri Madiun , Paris Pasaribu, membantah telah menerima aliran dana sebesar Rp.500 juta sebagai kompensasi 'pengamanan' kasus dugaan korupsi pembangunan proyek Embung di Kelurahan Pilangbango Kecamatan Kartoharjo Kota Madiun, yang menyeret mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Agus Subiyanto selaku Pengguna Anggaran (PA) sekaligus sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Maryani selaku konsultan perencana sebagai tersangka yang kini statusnya telah menjadi terdakwa.

Melalui Kasi Intelijen, Abdul Farid, Kajari Madiun Paris Pasaribu, membantah apa yang disampaikan oleh terdakwa Agus Subiyanto dalam pledoi 'blak-blakan' di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi di Surabaya, beberapa yang lalu."Ini kan pernyataan terdakwa (Agus Subiyanto) di persidangan. Artinya, ketika terdakwa dalam keadaan terdesak, sah-sah saja bagi dia. Tapi apapun yang disampaikan terdakwa, itu tidak benar. Kecuali yang menyampaikan itu adalah saksi," kata Kajari Madiun Paris Pasaribu, melalui Kasi Intelijen, Abdul Farid, kepada wartawan.

Begitu juga dengan adanya pertemuan di hotel JW Marriot Surabaya yang dihadiri oleh mantan Kajari Madiun Suluh Dumadi (kini jaksa fungsional di Kejagung), Walikota Madiun Bambang Irianto, pelaksana proyek Embung Andik Sulaksono untuk membicarakan masalah uang 'pengamanan' sebesar satu milyar rupiah, juga dibantahnya. "Itu juga tidak benar. Kita bekerja secara profesional," tandasnya.

Ketika dikonfirmasi lebih lanjut tentang dana sebesar Rp.150 juta untuk perbaikan rumah dinas di Jalan Abdul Rahman Saleh Kota Madiun dan uang sebesar Rp.250 juta untuk operasional yang diberikan oleh rekanan pembangunan proyek Embung, juga dibantahnya. "Untuk perbaikan rumah dinas, kita ada anggaran," imbuhnya. (Tim)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement