TULUNGAGUING - Perbincangan terus menghangat berkaitan putusan kasus pencabulan anak dibawah
umur, korbannya Bunga 15 tahun pelajar. Secara terus menerus kasus pencabulan
anak ini menjadi perhatian khusus yang
tidak habis-habisnya dimasyarakat dengan mengikuti perkembangan proses
putusan.Yang mana diduga ada kejanggalan dalam menjalankan proses hukum. Diduga
adanya aliran dana dari oknum aparat penegak hukum ke oknum tertentu dalam perkara
yang dipegang.
Diduga oknum penasehat
hukum bermain api dengan oknum yang selama ini tampil bak selebritis. Beredar
suara sumbang, siapapun tidak ada yang akan berani mengutak ngatik setiap
perkara yang oknum pegang. Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi sekalipun tidak
akan mampu mengungkapnya.
Apalagi Lembaga Swadaya
Masyarakat ( LSM ) yang secara terus menerus bersuara maupun praktisi hukum
penggiat anti korupsi, sombongnya. Dengan adanya perlindungan itu membuat oknum
makin percaya diri merasa dirinya nyaman dibalik ketiak oknum. Diduga dalam
beberapa tahun ini sangat kental jalinan komunikasi yang harmonis dikedua oknum
aparat penegak hukum.
Sehingga membuat aroma
bau busuk terbungkus dengan begitu rapi selama ini.Sepandai-pandainya tupai
melompat akan ketahuan juga dan kini bungkusan yang terbungkus rapi itu sedikit
demi sedikit mulai menguap menyebar kemana-mana. Selama ini patut diduga
perkara-perkara yang sudah di putus ada kesan tidak sedap karena begitu bebasnya oknum penasehat hukum
keluar masuk kedalam ruangan hakim.
Satu sampai dua menit
keluar lalu menyusul oknum mengikuti kepersidangan. Salah satu perkara yang
diputus dapat dijadikan pintu masuk oleh KPK untuk membongkar kebobrokan
dilingkup Pengadilan Negeri kls 1B Tulungagung. Seperti terpidana Rendi Pratama
Bin Bustami 22 tahun kasus pencabulan anak pelajar usia 15 tahun. Pelaku
dijerat UU Perlindungan Anak No.35 tahun 2014, pasal 81 ayat 2 junto pasal 65
ayat 1 KUHP, hanya diputus 5,6 tahun oleh hakim ketua Erica Sari Emsah Ginting.
Diduga saksi-saksi
penting banyak yang tidak dihadirkan ke persidangan. Perhiasan barang milik
korban berupa kalung, cincin, hp, laptop yang dikuras pelaku serta penganiayaan
yang dialami korban diduga tidak diungkap. Saksi korban sendiri mengaku tidak
diberi kesempatan mengungkapkan peristiwa kejam yang saksi korban alami.
Dibandingkan terpidana Rohmad Faisal alias Kecong 22 tahun dijerat UU
Perlindungan Anak No.35 tahun 2014, pasal 81 ayat 2 dituntut 10 tahun diputus 7
tahun.
Korban yang masih berusia
13 tahun, tidak dianiaya dan barang milik korban tidak ada yang diambil serta
semua saksi dihadirkan ke persidangan.Kedua terpidana ini juga sempat kabur
dalam penahanan polres tulungagung waktu itu.Dalam pelariannya keduanya dapat
diamankan TKP penangkapan di wilayah blitar. Meminta perkara yang dipegang
oknum selama ini supaya dibongkar agar menjadi terang benderang,kata sumber.
Sehingga PN Tulungagung
tidak dikotori oleh orang-orang yang mencari keuntungan dari ulah oknum mafia
hukum . Meletupnya perkara pencabulan anak, tiba-tiba saja oknum panitra
pengganti berinisial UK pasang badan mengatakan dengan lantang, selama hampir
15 tahun bertugas di PN bersama istri
juga sebagai panitra pengganti, katanya, KPK tidak akan berani turun ke PN
Tulungagung, sindirnya.
Diduga oknum panitra
sok suci itu terlalu takabur dan konyol .Ada dugaan salah satu jaringan makelar
kasus ( Markus ) dilingkup PN. Mungkin saja lahan PN warisan nenek dan
kakeknya, sehingga lantang berkoar-koar dengan membusungkan dada, konyol !.
Beredar kabar oknum sudah dipanggil ke Jakarta dan diperiksa di PN Tulungagung.
Masyarakat berharap
oknum mafia hukum yang diduga suka menimbun harta dari keluarga terdakwa dapat diberikan tindakan
hukum berat, ucap sumber. Ketua LSM DPC LMI Tulungagung, Muspida Ariyadi secara
tegas mengatakan, kedatangan KY ke PN adanya catatan di PN.
Karena diduga
adanya kasus yang sama ,divonis berbeda oleh oknum pemegang perkara pencabulan
anak dibawah umur (Terpidana Rendy dan terpidana Rohmat). Diduga ada praktik
suap, gratifikasi, malpraktik mafia peradilan. Terkait putusan Rendy diduga ada
markus berkolaborasi ,maka siapapun yang terlibat oknum hakim, oknum penasehat
hukum, harus diberi sanksi berat, ucap Muspida. (Tim)