SIDOARJO – Kerja keras Kejaksaan Negeri Sidoarjo, dalam
memburu DPO Abdul Karim (55) membuahkan hasil. Mantan Kepala BPD Gempolsari,
Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo yang menjadi tersangka dalam kasus rekayasa
tanah wakaf Masjid Al Istiqomah menjadi hak milik dan mendapatkan pencairan
ganti rugi masuk peta area terdampak (PAT) dari Badan Penanggulangan Lumpur
Sidoarjo (BPLS) sebesar Rp 3,2 miliar itu ditangkap Tim Tindak Pidana Khusus
dan Intel Kejari Sidoarjo, di rumah saudaranya di desa Pamotan, Kecamatan
Porong, Minggu (14/8/2016).
Dalam kasus penjualan tanah
wakaf yang diperuntuhkan untuk mendapatkan ganti rugi dari anggaran APBN
tersebut, Abdul Karim dinilai Tim Penyidik Kejari sebagai otaknya. Hal itu di
dapati dari pengakuan yang diperoleh tim penyidik Kejari Sidoarjo, dari
penjelasan tiga tersangka lainnya yakni Kades Gempolsari Kecamatan
Tanggulangin, Abdul Haris (45) dan Marsali yang merupakan takmir Masjid Al-Istiqomah
Gempolsari dan Muhammad Lukman, mantan Kades Gempolsari yang dua minggu lalu
berhasil ditangkap Kejari Sidoarjo.
“Setelah berhasil menangkap
Lukman dua minggu lalu, kami mengejar Abdul Karim dan menetapkan yang
bersangkutan sebagai DPO. Dia otak yang kami duga merekayasa kasus dugaan
korupsi fasilitas umum dan tanah wakaf seluas 3,2 hektar seharga Rp 3,1 miliar
yang dijual dan mendapatkan ganti rugi dari BPLS dalam pembayaran ganti rugi
pada Peta Area Terdampak (PAT) semburan lumpur tahun 2012,” terang Kepala
Kejari Sidoarjo M Sunarto, Minggu (14/8/2016).
Lebih jauh, Mantan Apidsus
Kejati Gorontalo ini menyebutkan, dalam kasus penjualan tanah wakaf yang
merugikan keuangan negara hingga Rp.3,1 Miliar itu, sudah lengkap ada
empat orang tersangka yang sudah ditangkap.
Sebelumnya, tiga tersangka lainnya,
mantan Kades Gempolsari periode 1994-2001, mantan Kades Gempolsari Abdul Haris,
periode sesudah Lukman dan Marsali yang dijadikan atas nama pemilik tanah, juga
sudah ditangkap duluan.“Dengan tertangkapnya Abdul
Karim, maka para tersangka yang terlibat dalam kasus ini, berhasil kami
amankan,” Pungkasnya.
Perlu diketahui lahan dan
bangunan masjid seluas 3.200 meter persegi dijual (dimintakan) ganti rugi ke
Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) sebagai lahan korban lumpur yang
diakui dan direkayasa dokumennya menjadi milik Marsali.
Padahal, bangunan dan
tanah itu merupakan tanah wakaf . Paska diverifikasi BPLS, lahan itu, akhirnya
mendapatkan ganti rugi senilai Rp 3,1 miliar dari BPLS. Namun, dari ganti rugi
itu dibelikan lahan lagi seluas 2.500 meter persegi. (had)