Kasus Guru Dijebloskan Penjara Wali Murid " Menjadikan Guru Takut Disiplinkan Anak Didik "


SIDOARJO – Wali murid siswa SS, 15 tahun yang telah menjebloskan gurunya sendiri ke penjara sudah diluar alur kekeluargaan dalam dunia pendidikan di Sidoarjo. Dimana kasus yang mempopulerkan  wali murid SMP Raden Rahmad Balong Bendo yang menjerumuskan Samanhudi, guru matematikanya dengan dakwaan pasal 80 ayat 1 UU Nomer 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan putusan percobaan selama 6 bulan.

Putusan ini   diindikasikan  wali murid nantinya akan bertambah semena-mena terhadap semua pendidik di sekolah Sidoarjo sehingga akan bisa merugikan anaknya sendiri menjadi susah memilih sekolah .hal ini sudah menjadi boomerang bagi wali murid dimana anaknya sendiri sejak  peristiwa tersebut susah mencari sekolah di Sidoarjo. 

Peristiwa yang seharusnya bisa diselesaikan secara keluargaan tidak harus berhadapan dengan hukum malah dibawah ke ranah hukum sangat disesalkan oleh berbagai pihak. Siswa yang menjadi korban pencubitan gurunya sendiri di sekolah manapun di Sidoarjo, mendapat tanggapan anggota DPRD Kabupaten Sidoarjo. Dewan menganggap hal itu merupakan dampak ketakutan pihak guru dan sekolah yang khawatir kejadian pelaporan tindak penganiayaan oleh guru kembali terulang.

Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Sidoarjo, H Usman mengatakan pasca munculnya kasus laporan penganiayaan yang dilakukan guru kepada siswanya yang kini masuk ranah pengadilan menyebabkan ketakutan pihak guru dan sekolah. Pasalnya, guru yang berniat mengajarkan disiplin kepada siswanya takut bila yang dilakukan itu justru bakal menjadikannya masuk penjara. Isu yang beredar saat ini, sekolah-sekolah di Sidoarjo tidak mau menerima SS. 

Hal itu setelah orangtua SS melaporkan kasus penganiayaan dengan tersangka seorang guru yang kini telah masuk ke ranah pengadilan.“Itu adalah bentuk ketakutan guru dan sekolah saja. Soalnya, mereka takut kalau menerima siswa tersebut (SS,red), kejadian pelaporan serupa akan kembali terjadi kepada mereka,” ujar H Usman saat dikonfirmasi awak media, Rabu (13/07). 

H Usman menjelaskan, pihaknya akan terus memantau perkembangan kasus tersebut. Meski ada ketakutan dari guru atau sekolah, tidak dibenarkan ada larangan seorang warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Usman menyebut, salah satu solusinya adalah dengan adanya kesepakatan antara sekolah atau guru dengan wali murid terkait pelaksanaan penegakan disiplin di sekolah.

“Kalau ternyata masih ada sekolah yang tidak mau menerima, kami akan turun. Solusinya bisa diadakan perjanjian antara guru atau sekolah dengan wali murid. Apabila ada tindakan yang dianggap merupakan bentuk kekerasan, orangtua diminta tidak langsung menyerahkannya ke ranah kepolisian atau pengadilan,” imbuhnya. 

H Usman juga menambahkan, pihaknya menghimbau kepada seluruh sekolah untuk tidak melarang siapapun untuk mendapatkan pendidikan, termasuk SS. “Kami mengimbau kepada seluruh sekolah untuk bisa menerima siswa itu (SS,red), walaupun dengan syarat-syarat tertentu,” pungkasnya.

Sementara, terkait munculnya isu larangan penerimaan SS untuk bersekolah, pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo belum bisa dikonfirmasi. Kadisdik Kabupaten Sidoarjo, Mustain Baladan saat dihubungi  melalui ponselnya hingga berita ini diturunkan juga belum memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan tersebut.(NH)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement