TULUNGAGUNG -
Oknum aparat penegak hukum yang diduga melakukan konspirasi busuk terhadap
perkara cabul anak pelajar layak mendapatkan sanksi berat. Diduga keras telah
menggembosi hak seorang anak korban pencabulan. Diduga ketiga orang saksi yang
disuruh korban mengabarkan ke rumah orangtuanya tidak dihadirkan ke
persidangan, juga pemilik rumah kos dimana korban dianiaya, orangtua kandung
korban yang memburunya ke Pacitan, enam warga yang menggrebek pada pukul 09.00
WIB di rumah kos menangkap dan menyerahkan pelaku ke polisi.
Visum
adanya penganiayaan pada diri korban sudah dilakukan.Dalam penyidikan pelaku
sendiri sudah mengakui menganiayanya,kata kakek korban.Bunga 15 tahun sebagai
korban pencabulan tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan kejadian yang
dialaminya. Pelaku Rendi Pratama 22 tahun terpidana dikenakan Undang-Undang
Perlindungan Anak No. 35 tahun 2014, dengan pasal berlapis pasal 81 ayat 2, jonto 65, Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP), pencabulan, penganiayaan, dilakukan berkali-kali. Hakim
ketua Erika Sari Emsah Ginting memutus 5,6 tahun penjara , denda 60 juta
subsider, 3 bulan.
Dibandingkan
dengan kasus pencabulan anak korbannya Melati 13 tahun, pelakunya Rohmat Faisal
alias Kecong 22 tahun terpidana, dijerat Undang-Undang yang sama dikenakan
pasal 81 ayat 2, dituntut 10 tahun, diputus 7 tahun, denda 75 juta, subsider 5
bulan.Melati tidak dianiaya, tidak dibawa kabur ke luar kota, semalam langsung
tertangkap, semua saksi teman sekolah didampingi orangtua dihadirkan ke
persidangan. Bunga sendiri menceritakan saat di persidangan tertutup untuk umum
mau menyampaikan kejadian yang dia alami lalu di stop, “sudah sudah”, saksipun
terdiam, “piye piye ?” diarahkan ke penuntut umum, tutur korban menirukannya.
Segoblok-gobloknya
msyarakat yang tidak tahu hukum heran juga dengan hukuman yang di jatuhkan
kepelaku rendi yang kejam dan sadis. Aparat penegak hukum, praktisi hukum,
Lembaga Swadaya Masyarakat, mempertanyakan apakah kasus bunga mempengaruhi
perkara, sehingga diputus rendah. Diduga mata rantai yang dijadikan lorong-lorong gelap
di duga sudah sangat lama beranak pinak.
Sehingga menggrogoti masyarakat yang buta hukum dengan dijadikan mangsa
lorong-lorong kegelapan, ini layak
dibongkar.
Karena diduga oknum PH yang begitu bebas kesana kemari sering
memasuki ruangan hakim, yang mana oknum
bersama oknum mendampingi memegang sebuah , ada apa semua ini ?.
Komandan penggempur Lembaga Swadaya Masyarakat ketua Dewan Pimpinan Cabang
Tulungagung Lembaga Monitoring Indonesia (LSM-DPC LMI) Muspida Ariyadi
mengatakan, diduga saksi-saksi yang tidak dihadirkan diduga keras dilakukan
oknum Penasehat hukum, oknum hakim, oknum penuntut umum.
Diduga
disana telah terjadi kolusi nepotisme dan diduga terjadinya suap karna adanya permainan kotor
yang dilakukan oknum tertentu. Terkait penegakan supermasi hukum diduga sudah
digandrungi praktik mafia hukum di Pengadilan Negeri Tulungagung. Diduga bukan
ini saja, banyak kasus-kasus yang diduga diputus bersama oknum. Diduga kasus-kasus
yang di putus telah terjadi pelanggaran hukum dan harus di bongkar sampai ke
akar-akarnya.Jangan sampai oknum oknum itu merusak tatanan pengadilan yang
begitu dicintai oleh masyarakat.
Berharap
Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera turun membongkar
sarang-sarang penyamun yang diduga dilakukan oknum aparat penegak hukum
tertentu. Diduga praktik itu sudah lama terjalin dengan seorang oknum yang
menjadikan lingkaran segitiga emas, ungkap Bung Ida melalui hubungan seluler.
Terangkatnya kasus pencabulan itu, wartawan yang menulis mendapat serangan
intimidasi.
Wartawan selalu diawasi
oleh oknum markus yang diduga disuruh oknum yang merasa dirinya terancam.
Praktisi hukum Suhadi mengatakan, penasehat hukum (PH) yang digaji Negara gajinya
berasal dari dana pajak yang dibayarkan oleh masyarakat dapat dikenakan sanksi
dilaporkan kedewan kehormatan.Pidana tidak ada yang kebal hukum baik oknum PH,
oknum hakim, oknum penuntut umum.
Melihat kasus diatas ada “jisparistas”
kesenjangan, “kok ini yang diputus ringan, justru yang diputus berat lebih
ringan, perbuatan yang lebih sering malah diringankan”. KY bisa memberikan
sanksi administrative, jika ditemukan ada rekayasa bisa dipidana. Pasal 81 ayat
2 jonto 65 perbuatan berlapis lagi-lagi lebih berat,"ucap Suhadi ke Newsweek. (Tim)