MADIUN - Sidang
praperadilan atas terbitnya SP3 dalam penanganan ijazah bupati Madiun dengan
pemohon Arif Subagio serta termohon Kasatreskrim Polres Madiun Kota, memasuki
babak akhir. Yakni pembacaan putusan oleh hakim Pengadilan Negeri Madiun,
Selasa 31 Mei 2016.
Dalam amar putusannya,
hakim tunggal, Ni KD Kusuma W, menyatakan permohonan tidak dapat diterima atau
"NO"/Niet Onvankelijkde Verklaard (dalam berita sebelumnya ditulis
menolak seluruh permohonan yang dimohonkan oleh permohon atas termohon)
Kasatreskrim Polres Madiun Kota.
"Jadi bukan ditolak.
Tapi permohonan tidak dapat diterima. Karena hakim belum memeriksa pokok
perkara atau belum masuk ke sah tidaknya SP3," terang Humas Pengadilan
Negeri Madiun, Suryodiyono, kepada wartawan, Kamis 2 Juni 2016, sore.
Untuk diketahui, Polres
Madiun Kota telah menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3)
dalam kasus penanganan dugaan ijazah palsu milik bupati Madiun, Muhtarom. SP3
dengan nomor 34/1/2013/Satreskrim, ditandatangani oleh Kapolres Madiun Kota
yang saat itu dijabat oleh AKBP Ubu Kuspriyadi.
Sebelum mengeluarkan SP3,
pada 25 Januari 2013 kasus ini telah dilakukan gelar perkara di Polda Jawa
Timur. Hasil gelar perkara, ijazah Sekolah Dasar milik bupati Madiun yang
dipermasalahkan pelapor, adalah asli. Karena dari hasil pencocokan nomor induk,
sidik jari dan semua hasil dari laboraturium forensik, semuanya identik. Karena
itu kemudian penyidik mengeluarkan SP3.
Namun pelapor tidak terima
atas terbitnya SP3 tersebut. Hingga pada akhirnya, mengajukan praperadilan tapi
hakim menyatakan "NO".
Sebenarnya, tanda-tanda
tidak dapat diterimanya praperadilan dari pemohon, sudah tampak sejak
pertengahan perjalanan sidang. Pasalnya, saat sidang dengan agenda pembuktian,
pemohon tidak hadir. Apalagi agenda pembuktian, merupakan saat yang krusial
untuk meyakinkan hakim agar permohonan dikabulkan.
Masalah ijazah bupati
Madiun ini, sebenarnya sudah bergulir sejak Kabupaten Madiun akan menggelar
Pilkada 2013 lalu. Pasalnya, bupati Madiun, Muhtarom, merupakan calon petahana.
Karena itu, banyak pihak yang menilai, masalah ini kental dengan nuansa
politis. (Jhon)