Polres Blitar Belum Tetepkan Tersangka Human Trafficking



Giyem (terlapor )dan bukti kwitansi medical yang di stempel oleh PT CKS
BLITAR -  Kasus yang menimpa RS Perempuan (15 tahun) yang nyaris jadi korban perdagangan Orang (Human Trafficking) yang diduga di lakuan oleh Giyem Permpuan (60 tahun) selaku Petugas Lapangan/PL asal Desa Suruhwadang Kecamatan Kademangan Kabupaten Blitar,kini mulai menjadi perhatian Publick setelah pada edisi sebelumnya terexspost di media Soerabaia Newsweek. 

Hal ini terbukti bahwasanya  pihak komisi perlindungan perempuan dan anak kabupaten blitar turut berperan aktif dan ikut mengawal dan melakukan pendampingan baik secara sikologis maupun dalam proses proses selanjutnya, saat di konfirmasi di ruang kerjanya pada (9/6) Iin Indira Lita,SE selaku kasubid perlindungan perempuan dan anak kabupaten blitar menjelaskan “setelah mendapatkan laporan terkait adanya korban percobaan perdagangan orang (Human Trafficking) kami langsung turun ke lapangan dan menawarkan bantuan berupa pemulihan sikologis dan pendampingan terhadap korban untuk langkah langkah selanjutnya secara Gratis,kami juga telah berkoordinasi dengan intansi terkait seperti Kepala desa setempat,pihak kecamatan dan pihak kepolisian untuk bersama sama menjamin keamanan korban dan keluarga korban dari segala kemungkinan yang terjadi. Selain itu untuk proses selanjutnya kami juga siap untuk mengawal dan melakukan pendampingan terhadap korban..tambahnya.

Supriyanto (46 tahun) selaku paman RS (korban) bersama Tokoh masyarakat serta beberapa Orang pemerhati Anak melaporkan Giyem (60 th) ke Mapolres Blitar terkait dugaan percobaan perdagangan Orang (Human Trafficking) pada Jum’at (20/5),Laporan Polisi No.LP/136/V/JATIM/RES BLITAR Tanggal 20-05-2016. 

Paska pelaporan, Supriyanto selaku paman korban (pelapor) mendapatkan intimidasi dari orang yang di duga sebagai Orang suruhan keluarga  Terlapor,”saya diminta untuk mencabut laporan mas orang itu mengaku sebagai oknum polisi.

Dan saat ditanya terkait hasil perkembangan penyelidikan Supriyanto sambil menunjukan SP2HP menjelaskan “Berdasarkan Surat perintah penyelidikan Nomor :Sp.  Lidik/25/V/2016/Satreskrim ,tanggal 24 mei 2016  pihak penyidik yang menangani perkara tersebut telah melakukan penyelidikan  sehingga terbit  SP2HP ke 1, Adapun isinya “Bersama ini kami beritahukan bahwa pengaduan saudara telah kami terima dan akan kami lakukan penyelidikan dalam waktu 30 hari dan jika di perukan perpanjangan penyelidikan akan diberikan lebih lanjut”. 

Perlu diketahui  pada edisi sebelumnya saat di konfirmasi jelas jelas Giyem telah mengakui bahwasanya dialah yang telah membawa RS (Korban) ke PT Citra Karya Sejati (CKS) yang beralamatkan di jalan Rajasa No.189 Bumi Ayu,Kedung Kandang Malang Pada tanggal 7 Januari 2016, Bahkan dalam pengakuanya juga RS (KORBAN) Telah menjalani pemeriksaan kesehatan (medical) dan dalam kwitansi medical terdapat stempel PT CKS, Akan tetapi pihak penyidik yang menangani perkara tersebut sampai berita ini di tulis belum menetapkan para tersangka. 

Berdasarkan Undang-Undang  RI Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang  dalam Pasal 1 (satu) Ayat (1) menjelaskan bahwa yang dimaksutkan  Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Sedangkan  pada ayat (7) yang di maksut  Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum  memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immaterial, Dan pada ayat (9) yang dimaksut perekrutan  adalah tindakan yang meliputi mengajak, mengumpulkan, membawa, atau memisahkan seseorang dari keluarga atau komunitasnya.

Bahkan dalam Pasal 2 ayat (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaankekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan
utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 29 yang berbunyi “Alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dapat pula berupa :

a. informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan 

b. data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tidak terbatas pada : 

1. tulisan, suara, atau gambar; 
2. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya ; atau 
3. huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya

Banyak kalangan terutama lembaga pemerhati anak berharap KAPOLRES BLITAR beserta jajaran untuk bekerja lebih maksimal, transparan, dan Profesional agar perkara tersebut  bisa dituntaskan  demi tercapainya kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat, dan agar tidak melahirkan opini di masyarakat luas, terutama keluarga korban bahwa ada upaya dari pihak-pihak  tertentu untuk mengaburkan perkara ini. Bersambung(dro)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement