SURABAYA - Tim penasihat hukum La Nyalla Mattalitti, tersangka dugaan korupsi
dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pembelian saham perdana Bank Jatim dari
uang hibah Kadin setempat, mengaku heran dengan sangkaan pencucian uang yang
disematkan kejaksaan.
Sumarso, salah seorang tim penasihat hukum La Nyalla, menjelaskan bahwa
sangkaan TPPU harus didahului oleh sangkaan korupsi. "TPPU itu harus ada
perkara pokoknya. Sedangkan perkara pokoknya pembelian IPO (saham perdana Bank
Jatim)," katanya kepada Selasa, 7 Juni 2016.
Menurut Sumarso, harta kekayaan yang dicurigai Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Jawa Timur hasil uang korupsi sejatinya ialah buah kerja keras La Nyalla
sebagai pengusaha. Bukan uang negara. "Kalau merambat pada uang pribadi,
tentu tidak bisa, karena La Nyalla bukan pejabat negara," tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jatim, Romy Arizyanto,
menjelaskan bahwa, selain korupsi, La Nyalla juga ditetapkan sebagai tersangka
pencucian uang. Itu berdasarkan surat bernomor Kep-55/0.5/Fd.1/05/2016 dan
Surat Perintah Penyidikan (sprindik) bernomor Print-606/0.5/Fd.1/05/2016.
"Sprindiknya sudah lama, tertanggal 27 Mei 2016, cuma baru
dipublikasikan," kata Romy kepada wartawan pada Senin, 6 Juni 2016.
Seperti diberitakan, La Nyalla Mattalitti kembali ditetapkan tersangka
korupsi penggunaan uang hibah Kadin Jatim untuk pembelian saham perdana Bank
Jatim sebesar Rp5 miliar pada tahun 2012. Kepala Kejati Jatim, Maruli
Hutagalung, menerbitkan surat perintah penyidikan dan penetapan tersangka La
Nyalla pada Senin, 30 Mei 2016.
Penetapan La Nyalla sebagai tersangka itu untuk
ketiga kalinya. Sebelumnya dia tiga kali memenangkan praperadilan. Selama
ditetapkan sebagai tersangka, La Nyalla bersembunyi di Singapura. Pada Selasa
malam, 31 Mei 2016, dia ditangkap petugas Kejaksaan di Bandara Soekarno-Hatta,
Jakarta, setelah dideportasi petugas Imigrasi karena masa izin tinggalnya
habis.(ban)