Surabaya
Newsweek- Penerima Beras Miskin ( Raskin ) dikota Surabaya mendadak menjadi
sorotan dewan , pasalnya raskin yang saat ini di gratiskan malah menuai konflik
baru terkait, kelayakan beras yang di bagikan kepada masyarakat berbuntut pada
laporan warga ke DPRD Surabaya, tentang kualitas beras.
Anugrah Ariyadi Anggota Komisi D DPRD Surabaya mengatakan,
sejak 2016 pengadaan raskin dicover APBD yang tahun ini senilai Rp 19 miliar.
Sehingga warga yang berhak menerima, memperoleh raskin secara cuma-cuma.
Sesuai memorandum of understanding (MoU) antara
Bapemas Kota Surabaya dengan Bulog, jelas Anugrah, kualitas beras yang
diberikan pada masyarakat tidak mampu adalah beras medium, tapi dengan kualitas
utama. Artinya bukan beras yang sekadar beras medium.
Namun, pihaknya telah menerima laporan warga RW 2
Gubeng Jaya, Kecamatan Gubeng Surabaya. Bahwa beras jatah untuk rumah tangga
sasaran penerima manfaat (RTS-PM) di wilayah Kecamatan Gubeng tersebut tidak
layak konsumsi.
Menurut Anugrah, laporan diterima dari paguyuban
warga Guna Jaya RW 2 yang terdiri atas 19 RT. Warga kurang mampu di wilayah
tersebut mendapatkan jatah 71 sak raskin.
Masing-masing sak berisi 15 kg terbungkus kantong
plastik bertuliskan Beras Bulog. Sebanyak 51 sak raskin telah diterima RTS-PM
setempat.
”Masak beras sejelek ini dibagikan sama warga
RTS-PM. Ini beras tidak layak untuk dikonsumsi. Selain warnanya sudah kuning,
ada kutunya juga, serta kondisi beras sudah rusak. Baunya juga gak sedap,” kata
Anugrah, kemarin.
Sejak awal 2016, pihaknya sudah menurunkan sejumlah
tim untuk mengawasi penyaluran raskin, dan sejauh ini memang tidak ada laporan
signifikan. Tapi, dari evaluasi pengawasan itu, secara umum ada tiga jenis tren
yang saat ini muncul di masyarakat.
Pertama, ungkap Anugrah, warga cenderung
'nriman', atau menerima apa adanya, setiap raskin mereka terima. Artinya,
lantaran sudah diberikan gratis oleh pemerintah, warga jadi enggan untuk
melakukan protes jika ada raskin yang kualitasnya jelek.
Beda dengan saat mereka masih mengeluarkan uang
tebusan Rp 1.600 per kilogramnya. Saat itu, jika ada beras yang diterima
kondisinya cacat, atau tak layak konsumsi, mereka masih merasa punya hak
mengajukan protes.
Tren yang kedua, lanjutnya, RTS-PM jika
mendapatkan beras cacat cenderung memilih diam karena takut dicoret dari daftar
penerima manfaat. "Tren yang terakhir, masih ada oknum yang menjual beras
ke pihak lain,” ungkapnya.
Anugrah menambahkan, di dalam MoU penyaluran
raskin itu disebutkan, bahwa jika kualitasnya tidak sesuai standar dari pagu
Kemenko Kesra, maka Bulog berkewajiban menggantinya dalam jangka waktu 1 kali
24 jam.
“Yang menjadi masalah ketika beras telah diterima
dan dibawa ke rumah, penerima manfaat tidak melaporkan. Syukur alhamdulillah
ada laporan dari Paguyuban Warga Guna Jaya. Kalau tidak ada keberanian warga
untuk melaporkan, jelas ini akan terus berlanjut setiap tahun,” ujarnya.
Karena itu, pihaknya mengajak warga Surabaya,
khususnya RTS-PM, agar tidak ragu melapor jika menerima raskin berkualitas
buruk dan di bawah standar. Komisi D DPRD Surabaya, tambah Anugrah, juga akan
memanggil pihak terkait, yakni Bapemas dan juga Bulog.
"Kami juga akan mengingatkan, jika memang
Bulog masih bandel menyalurkan beras berkualitas rendah, maka pemkot jangan
bayar dulu tagihan pembayaran raskinnya. Kan pembayarannya juga dilakukan
bertahap,” tandas dia. ( Ham)