Kejari Tulungagung Panggil Warga Plosokandang



TULUNGAGUNG - Pihak Kejaksaan Negeri Tulungagung mulai melakukan pemanggilan terhadap 7 (tujuh) orang warga desa plosokandang kecamatan Kedungwaru, yang diduga sebagai korban pensertifikatan surat tanah miliknya. Ke tujuh warga itu di panggil dan dimintai keterangan di ruang staf kasi intel Kejaksaan Negeri Tulungagung pada Rabu (15/6) pagi. Warga yang diperiksa masing-masing Aris, Tukinem, Edi Purwanto, Wontini, Wiji, Sofyan, Marpiani.

Di ungkapkan Sofyan, kedatangannya di kantor kejaksaan meminta pertanggung jawaban Kepala Desa Plosokandang (Sunari). Yang mana, pengurusan surat tanah seluas kurang lebih 200ru bersertifikat proses bagi waris belum juga selesai. Proses bagi waris sejak tahun 2014 dengan biaya Rp28,4 juta, hingga sekarang tidak kunjung selesai. Karena itu kami menuntut supaya Kepala Desa segera menyelesaikannya dengan cepat.

Sebab, kami sendiri tidak tahu berapa lama pengurusannya, ucapnya. pengakuan Wiji, tanah miliknya seluas 60ru di kenakan biaya Rp16 juta sejak tahun 2013. Kemdian di ungkapkan Marpiani 65 tahun, tanah miliknya seluas 3,8ru dan 40ru petok, proses akte dengan biaya Rp 1,6 juta. 

Namun hingga sekarang pengurusan tanah  tahun 2010 belum juga kelar. Kesemua warga yang dipanggil oleh pihak kejaksaan diduga sebagai korban,dan didampingi oleh Lembaga Suwadaya Masyarakat Agung (Agus Jendral). Sebut Agus, dijaman  tahun 2013, tanah hibah milik wiji semestinya NJOPnya tidak sebesar yang dikenakan. 

Selain itu masih banyak korban-korban yang tidak melaporkan, ini hanya segelintir warga saja yang datang ke kantor LSM Agung, dan kami dampingi sampai itu benar-benar clear, ujarnya didepan gedung kejaksaan. Sebelumnya persoalan ini sudah di musyawarahkan dengan sebaik-baiknya. A

kan tetapi, Kepala Desa selalu  beralasan repat-repot, Sedangkan pengurusan surat tanah  sudah bertahun tahun lamanya. Kalau Kepala desa tidak sanggup menyelesaikannya kita bisa membantu masyarakat. Yang tanahnya sudah sertifikat bisa langsung diurus melalui notaris atau PPAT. Kalau yang belum bersertifikat tetap melibatkan desa, karena catatan tanah ada di desa. 

Disisi lain masyarakat pinginnya selesai dan ormas Agung pun seperti itu. Langkah ini terpaksa kami lalui dengan menyerahkannya ke penegak hukum Kejaksaan Negeri Tulungagung untuk di minta pertanggung jawabannya, pungkas agus jendral. (Nan)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement