TULUNGAGUNG -
Hakim ketua Erica Sari Emsah Ginting di konfirmai lewat pesan singkat, tentang putusannya (4/5) lalu, dalam perkara terdakwa Jumilah 48
tahun. Warga desa Bangoan kecamatan Kedungwaru,yang dijerat dengan UU RI, No 39
tahun 2014, pasal 102, Ayat 1, tentang penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke
luar negeri tanpa ijin.Yang telah berakhir masa penahanan kota, pada 5 Mei
hingga 3 Juni 2016,Tetapi, Erica tidak membalas pesan singkat yang dikirimkan SbNewsweek
ke ponselnya.
Pada
awalnya pelaku rekrutmen ilega yang tidak memiliki ijin, dituntut Jaksa
Penuntut Umum, Upik,SH,selama 4 tahun denda 2 milyar subsider 6 bulan.
Kemudian Erica sebagai pemutus perkara, memberikan hukuman hanya 2 tahun denda 2
milyar subsider 2 bulan.Terdawa sejak tahun2014,hingga di putusannya kemarin diperlakukan
serba istimewa, tidak pernah dikenakan penahanan badan, atau dikurung badan dalam
penjara.
Perlakuan
inilah yang di duga ,ada oknum aparat penegak hukum menahannya dengan
suka-suka. Sangat berbeda jauh dengan pelaku perkara pencurian Hp senilai Rp250
ribu dan pelaku togel yang di vonis 3 bulan kurungan, tanpa banyak pikir pelaku
itu langsung di jebloskan ke dalam penjara. Sehingga muncul dugaan-dugaan,
pelaku hanya dibuat sandaran fee berjalan. Yang mana selama ini rekrutmen TKI
ilegal di Tulungagung sangat banyak menimbulkan masalah, dengan memberangkatkan
anak dibawah umur.
Oleh
karna itu, aparat kepolisian bersama Dinas Tenaga Kerja (Disnaker)
Tulungagung, saling membantu menidak tegas para pelaku perdagangan manusia keluar
negri,dengan tujuan supaya pelaku lainnya segera insaf. Bagi pelaku yang
tertangakap basah dengan barang buktinya harus mempertanggung jawabkan
perbuatannya di depan hukum. Akan tetapi,untuk mengefek jerakan para pelaku,
tampaknya kurang mendapat dukungan penuh,karna hukuman yang di berikan terlalu mudah dan ringan.
Seperti
penahanan kota jumilah ,ini di duga ada orang lain yang membekingi dari balik
layar sehingga di istimewakan,cetus pegawai itu yang tidak ingin menyebutkan
namanya ke Newsweek. Mendengar kasus tersebut, ketua Dewan Pimipinan Cabang
Lembaga Monitoring Indonesia (ketua –DPC LMI) Muspida Ariyadi ,atau dipanggil
Bung Ida angkat bicara, dari sudut pandang kacamata LSM, mencurigai adanya
sebuah permainan, tanda kutip diduga dilakukan oknum aparat penegak hukum dan pelaku
itu sendiri, tegas ketua DPC LMI.
Kami
berharap pemutus perkara supaya transparan, propoorsional dalam menyikapi
pertanyaan ataupun konfirmasi dari Pers maupun LSM. Agar tampak dalam
penanganannya terlihat ojektif dan transparan.Sangat kami sesalkan, jika ada
oknum tidak peka dalam kasus tersebut,ucapnya.
Sekilas
informasi, dalam perkara cabul sekarang terpidana Rendi,P 20 tahun, pengamen
jalanan anak seorang pedagang emas di Pacitan, dan saudaranya mantan pejabat
tinggal di desa ketanon kecamatan kedungwaru tidak jauh dari rumah seorang
aparat penegak hukum. di jerat UU
Perlindungan Anak pasal 81 ayat 2 jo pasal 65 KUHP,hanya di tuntut 6
tahun di putus 5,6 tahun penjara. korbannya seorang anak pelajar 15 tahun di
bawa kabur keluar kota, lalu di kembalikan dan di bawa kabur lagi di kos kan,
di pukuli,di tendang, di ancam, perhiasan emas, laptop, hp,uang di kuras oleh
pelaku yang kejam dan sadis.
Kemudian saksi-saksi penting seperti teman sekolah
yang mengungkapkannya,warga yang ikut mengggrebek menyerahkan pelaku
kepolisi,orang tua kandung dari korban,orang tua pelaku tidak di hadirkan,dan
saksi korban sendiri dalam memberikan keterangan yang saksi alami sangat di
batasi.
Lebih aneh lagi,
salah satu oknum ketika di Tanya mengatakan, kedua insan berlainan jenis itu
karna suka sama suka.Hasilnya,ketika wartawan mengexpos kasus rendi, tidak
luput dari pengawasan dari salah satu oknum yang di duga suruhan seorang oknum
tertentu dengan mengikuti wartawan ini dari dalam gedung pengadilan hingga ke
luar pengadilan sampai ke jalan pahlawan stadion rejoagung.
Sementara faisal 20
tahun alamat desa kedungwaru kecamatan kedungwaru korbannya anak pelajar 13
tahun, hanya di bawa sehari semalam tidak ada penganiayaan di tuntut 10 tahun
di putus 7 tahun penjara.dan semua saksi kanan kiri tetangganya, serta teman
sekolah korban di hadirkan. kedua pelaku cabul anak pelajar awalnya sempat
kabur dari rumah tahanan polres, lalu tertangkap di blitar.
Berlanjut,tidak
menutup kemungkinan, jikalau Pengadilan Negeri Tulungagung tidak objektif dalam
mengambil keputusan di dalam persidangan. Maka sebagai ketua DPC-LMI kami akan melakukan
demo, yang intinya keterbukaan pelayanan Pengadilan negri Tulungagung untuk
umum, pungkas Bung Ida di markas besar DPC-LMI Tulungagung. Bersambung… (Nan)