Surabaya
Newsweek – Bila pembuatan Raperda Kawasan Tanpa Rakok ( KTR ),
diteruskan maka, Pemkot surabaya harus siap kehilangan pajak dan cukai rokok, berdasarkan
uraian yang dipaparkan perwakilan Badan Perencana dan Pembangunan Kota (
Bappeko ), saat hearing dikomisi D DPRD Surabaya tentang, Raperda Kawasan Tanpa
Rokok, selama ini, pendapatan yang diperoleh dari Pajak dan Cukai Rokok mencapai
Rp. 56 M.
Berikut ini rincian Pajak Rokok yang diterima oleh, Dinas
kesehatan bagi hasil dari Pemprof Jatim Rp. 5,2 Miliar, RS Dr. Soewandi Rp.
20,7 Miliar, RS. Bhakti Dharma Husada Rp. 4,64 Miliar. Sedangkan Cukai Rokok
yang diperoleh RS. Bhakti Dharma Husada Rp. 14 Miliar dan RS. Dr. Soewandi Rp.
Rp. 12 Miliar.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Febria Rahmanita
usai hearing di Komisi D menyatakan, tak mempermasalahkan hilangnya dana yang
diperoleh dari pajak dan cukai rokok. Pasalnya, pendapatan tersebut menurut nya
tak sebanding dengan biaya pengobatan.
“Perokok pasif lebih beresiko terkena penyakit yang
berbahaya dibanding perokok itu sendiri,”Untuk itu, pihaknya berupaya untuk
mengantisinya. Ia mengakui, pendapatan yang diperoleh dari pajak dan cukai,
juga diperuntukkan beberapa kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan penyakit
akibat merokok, dan pemenuhan peralatan kesehatan terhadap penyakit yang timbul
sebagai dampak merokok, seperti jantung, Paru-paru dan kanker,” ungkapnya.
Febria menjelaskan, jika Perda Kawasan tanpa Rokok
(KTR) dan Kawasan terbatas Merokok (KTM) No. 5 Tahun 2008 yang berlaku selama
ini tak efektif.Dalam pemaparan di hadapan para anggota dewan, ia menyebutkan, hingga
tahun 2015. “Pihaknya bersama SKPD terkait, telah menindak 36 perokok yang
melanggar aturan yang ada. Sedangkan, 65 tempat diketahui tak memasang tanda
larangan merokok. Pelanggaran itu terjadi di apotik, rumah sakit dan
sebagainya,” ungkapnya.
Selain memberikan peringatan, beberapa pelanggar
menjalani sidang ditempat. Menurutnya, pelanggaran yang terjadi, rata-rata para
perokok tak menggunakan area merokok yang disediakan oleh institus terkait. “Seperti
ini (menunjuk ruang KTR di DPRD – Red ), mereka gak merokok di dalam tapi di
luarnya,” paparnya
Jika, Perda kawasan tanpa Rokok diberlakukan, sudah
tak ada lagi Ruang Merokok. Febria menegaskan, semua ruangan merokok akan
dibongkar. “Jadi kalau merokok di luar gedung,” tegasnya.
Febria Rahmanita, sesuai raperda yang disusun, akan
dibentuk satgas. Satgas tersebut berada di masing-masing Satuan Perangkat kerja
Daerah (SKPD). Apabila ada pelanggaran di mall, yang menindak adalah
Disperindag, di sarana kesehatan ranah Dinas kesehatan, sedangkan di angkutan
umum kewenangannya berada di Dinas Perhubungan.
“Satgasnya berasal dari IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan
Masyarakat Indonesia), LSM dan Satpol PP,” terangnya
Sanksi yang dikenakan, denda Rp. 250 ribu – 50 juta.
Sedangan terhadap tempat yang dijadikan kawasan tanpa rokok bisa berupa
pencabutan usaha/kegiatan.
.
Anggota Komisi A, Sugito mengatakan, dirinya mendukung
apabila raperda tersebut bertujuan untuk, mengatur dan melindungi. Namun jika
berwujud pelarangan, ia kuwatir dampaknya cukup luas.
“Bagaimana dengan perputaran ekonominya, mulai
pedagang rokok dan sebagainya. Kita juga harus melihat dampak ekonominya,”
terangnya
Senada dengan itu, BF Sutadi menyatakan, selain harus
ada kajian kesehatan, pihanya juga berharap, Dinas Kesehatan juga mencantumkan
kajian ekonomi.
“Kajian ekonomis terkait dampak PAD, kemudian
bagaimana dengan iklan rokok,” tanyanya Politisi Partai Gerindra ini khawatir,
dalam penerapan Perda terjadi ambivalen, karena disisi lain, pemerintah kota
masih memberi kesempatan iklan rokok.,” tandasnya. ( Ham )