Adji Martono Bebas, Jaksa Masih Pikir-Pikir

SURABAYA - Adji Martono, terdakwa perusakan mesin-mesin pabrik dan penggelapan akhirnya bernafas lega. Pasalnya, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya membebaskan pria kelahiran 69 tahun lalu ini dari segala tuntutan hukum. 

Tachsin, selaku ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara ini menyatakan, perbuatan terdakwa yang tinggal di Gayungan Barat Surabaya bukanlah perbuatan pidana, mengingat kronologis perkara ini berawal dari adanya sebuah perjanjian antara terdakwa dengan Ho Choliq Hanafi (saksi pelapor).

Dalam amar putusan hakim yang dibacakan pada persidangan diruang Kartika PN Surabaya, Rabu (8/6) menerangkan, Saat itu terdakwa memiliki hutang dari saksi Benny Lukito sebesar Rp 1,35 miliar dengan jaminan dua bidang pabrik milik saksi pelapor.

Lantaran tidak bisa membayar hutang ke Beny Lukito,  saksi pelapor meminta bantuan ke terdakwa untuk menutupi hutangnya ke Beny dengan cara menjual pabrik beserta isinya ke terdakwa melalui  take over di Bank BCA senilai Rp 7,5 miliar.

Merasa telah membeli tanah beserta bangunan dan tersebut, terdakwa menyuruh karyawannya yakni Franky Kaparang, Rifai, dan Karim untuk membongkar mesin cerobong boiler, mesin bensaw, dan mesin-mesin lainnya. "Terdakwa tidak dapat dimintai pertanggung jawaban secara hukum, Sehingga terdakwa haruslah dibebaskan dari dakwaan dan tuntutan jaksa,"terang hakim Tachsin.

Vonis bebas ini tak langsung diterima begitu saja oleh Jaksa Nining, Dia mengaku masih pikir-pikir, lantaran harus melaporkan dulu ke pimpinannya. "Saya pasti kasasi, tapi kami akan laporkan dulu ke pimpinan," katanya sembari berjalan keluar gedung PN Surabaya.

Seperti diketahui, sebelumnya jaksa menuntut  terdakwa Adji Martono dengan hukuman setahun penjara. Dua dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 406 ayat 1 KUHP dan pasal 372 KUHP.  (Ban)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement