SURABAYA - Perlakuan
PT Pelindo III (persero) sebagai pemegang HPL (hak pengelolaan lahan) di
Kalimas kepada penyewanya dinilai diskrimintif atau berlaku tebang pilih. Sementara,
Otoritas Pelabuhan (OP) dalam UU No.17 tahun 2008 yang diberikan kewenangan
untuk mengelola atas tanah/lahan sejak
UU itu diberlakukan terkesan tidak berdaya atau dimandulkan akibat SE (surat
edaran) Menhub pada era Fredy Numberi menjabat sebagai Menteri Perhubungan dan
berdalih menunggu hasil audit terhadap asset-aset yang belum pernah diumumkan
hasil audit yang pernah dilakukan itu. Kini, sebagai imbalannya, OP Tanjung
Perak mendapatkan penghasilan 2,5 persen dari pendapatan kotor per tahun dari
PT Pelindo III dari 9 items jasa yang dipungut dan dimasukkan dalam PNBP
(pendapatan Negara bukan pajak) agar asset yang digenggamnya tidak diobok-obok
?.
Sekitar
10 tahun terakhir PT Pelindo III, Cabang Tanjung Perak atau sebelum adanya UU
No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran, PT Pelindo III Cabang Tanjung Perak
terkesan mengambangkan atau membiarkan tentang pembayaran sewa lahan untuk
gudang pada sebagian besar di pelabuhan Kalimas. Pemilik gudang dilarang untuk
melakukan pembayaran perpanjangan sewa gudang atau dilarang melakukan renovasi
terhadap bangunan yang dijadikan usahanya tersebut. Dan, sejak tahun 2015 PT
Pelindo III berkirim surat pada pemilik gudang-gudang yang berada di kawasan
pelabuhan Kalimas, bahwasannya kawasan tersebut akan dilakukan revitalisasi.
Tak
ayal, dalam menyikapi surat yang dilayangkan oleh PT Pelindo III,Cabang Tanjung
Perak beragam sikap yang ditunjukan oleh pengusaha/pemilik gudang di kawasan
Kalimas. Gudang atau perkantoran yang berada di areal kawasan Kalimas bukan
hanya dipakai untuk kegiatan usaha swasta saja, tapi ada juga perkantoran
pemerintah, seperti; Balai Karantina Tanaman dan Hewan milik Kementerian
Pertanian, gudang Koterm milik Kodam V Brawijaya masih dibiarkan menempati atau
tidak dilakukan pengecatan sebagai tanda akan dilakukan pembongkaran dalam
waktu dekat. Khusus gudang PT Pertani (persero), sudah dilakukan pembongkaran
sendiri oleh pemiliknya karena tidak digunakan lagi sebagai usahanya.
Sedangkan
pada usaha milik swasta di lokasi sekitar pos IV dan pos V, sebagian besar diberi tanda silang
dengan cat warna biru atau merah yang berada di bangunan tersebut akan segera
dilakukan pembongkaran. Suantie Jhon dan kawan-kawan tidak tinggal diam dalam
aksi yang dilancarkan oleh PT Pelindo III melakukan perlawanan dengan
mengajukan gugatan di PTUN. Namun, usaha perlawanan yang dibuat oleh Suantie
Jhon, pemilik PT Citrabaru Adinusantara yang didukung oleh segelintir rekannya
rupanya kandas di tengah jalan alias kalah dalam berperkara di pengadilan.Sementara
itu, pengelola PT Sepakat Adiwisesa, Imran Sofyan berkirim surat pada Presiden
Jokowi terkait keresahan yang dialami kalangan pengusaha di kawasan Kalimas ini
mendapatkan tanggapan positif.
Imran
menguraikan, menertibkan pelabuhan Kalimas memang tidak mudah seperti orang
membalikkan tangan, karena pada dasarnya Kalimas merupakan pelabuhan rakyat
yang masyarakatnya terdiri dari segala macam suku serta berbagai jenis
pekerjaan yang sudah membudaya dari tempo dulu. Harapan kami kepada tim
penertiban agar dampak yang ditimbulkan tidak menghancurkan total penghasilan
masyarakat ekonomi yang paling rendah, untuk diarahkan dan dibimbing agar
merubah cara hidup mereka menjadi lebih baik dan terhormat, ujar Imran dalam
suratnya.Menurutnya, kalau revitalisasi terminal Kalimas jadi dilaksanakan oleh
PT Pelindo III, Cabang Tanjung Perak, maka jelas cagar budaya yang merupakan
asset Negara sebagai kunjungan wisatawan mancanegara dan Kalimas Tempo Doeloe yang
sudah dikenal di seluruh dunia hilang karena ulah oknum yang tidak tahu sejarah
dan cagar budaya Indonesia yang selalu dibanggakan, cetusnya.
Gayung
pun bersambut, surat yang dikirim oleh Imran Sofyan tertanggal 23 Maret 2015
perihal keluhan dan resahnya masyarakat terhadap pelabuhan Kalimas ditujukan
kepada Presiden dan oleh Mesesneg diteruskan pada Dirjen Kebudayaan
Kemendikbud. Dalam surat balasan yang dilayangkan Direktur Pelestarian Cagar
Budaya dan Permuseuman, Harry Widianto telah dilakukan kajian arkeologi di
dermaga Kalimas pada tanggal 10- 13 Juni 2015 dengan hasil yang disampaikan 7
poin antara lain ;
1. Secara umum, kawasan Kalimas memiliki sejarah yang panjang
dan memiliki penting terhadap perkembangan kota, 2. Sisi barat kawasan Kalimas
dalam area PT Pelindo III sejak dulu diperuntukkan sebagai kawasan pergudangan
dan bongklarmuat kapal.3.Secara
arsitektural, bangunan-bangunan di sana tidak mencerminkan bentuk yang
signifikan, karena menunjukkan layaknya bangunan gudang, yaitu beratapkan seng,
ruangan luas tanpa sekatan, berdinding tinggi berpintu besi jenis geser, 4.
Sampai saat ini area tersebut belum ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan
UU No.11 tahun 2010.
5. Mengingat pada masa lalu dermaga ini cukup vital dan
menjadi sentra dalam membantu roda perekonomian kota Surabaya, maka untuk
mengingat sejarah tersebut, revitalisasi perlu dilakukan dengan kaidah-kaidah
yang bersifat pelestarian baik artefaktualnya maupun nilai-nilai budayanya yang
masih tersisa, 6.Dalam revitalisasi dimaksud, hendaknya melibatkan unsur-unsur
profesional dibidangnya, seperti tim ahli Cagar Budaya Surabaya dan selain itu
tidak mengesampingkan aspirasi dari masyarakat, 7. Pelaksanaan revitalisasi
tetap harus memperhatikan sejarah kawasan Kalimas dan upaya mendirikan monumen
dapat dijadikan sebagai satu alternatif dalam mempresentasikan sejarah kawasan
itu.
Pada
bagian lainnya, AKBP Pariyadi, pamen berpangkat dua melati di pundaknya yang
bertugas di Pam Obvit (objek vital) Polda Jatim dan ditugaskan di PT Pelindo
III,Cabang Tanjung Perak yang ditemui disela-sela acara pembongkaran bangunan
di kawasan Pos V, Rabu, (4/5) mengatakan,”Kami sudah ketemu dengan pemilik dan
penjaga gudangnya, kami menyatakan secara baik-baik untuk melaksanakan
pembongkaran bangunan ini. Mereka mempersilahkan untuk membangkar bangunan,
maka kami hanya memantau saja pelaksanaannya. Tugas kami laksanakan secara
persuasif dan tidak ada kekerasan,” terangnya. Kalau masih ada bangunan yang
masih belum dibongkar, karena masih ada negosiasi antara pimpinan kedua
instansi. Yang penting dalam menjalankan tugas ini, tidak sampai terjadi aksi
anarkhis, ujar Pariyadi.
Di
tempat terpisah, Otoritas Pelabuhan Tanjung Perak melalui Kasubag Hukum dan
Humas, Herni Wahyuti, SH.MH mengakui, meskipun dalam UU Pelayaran semua asset
akan dialihkan pada Otoritas Pelabuhan sebagai regulatornya dan PT Pelindo
hanya bertindak sebagai Badan Usaha Pelabuhan atau operatornya. Namun,dalam
pelaksanaannya hingga saat ini masih belum dapat dilaksanakan karena masih
belum ada payung hukumnya sebagai acuannya yang mendasari. Artinya, PT Pelindo
III masih berpedoman dan mengacu pada pasal 344, UU Pelayaran, BUMN
menyelenggarakan pelabuhan tetap menyelenggarakan kegiatan pelabuhan.
Namun
demikian, masih kata Herni Wahyuti, OP Tanjung Perak sejak telah ditanda
tangani perjanjian konsesi dengan PT Pelindo III pada 9 Nopember 2015 lalu, OP telah
mendapatkan penghasilan melalui bagi hasil sebesar 2,5 persen dari laba kotor
PT Pelindo yang dimasukkan dalam kas Negara sebagai PNBP. “Selama periode
Nopember 2015 hingga April 2016 telah disetorkan pada kas Negara sebesar Rp 46,7
miliar yang berasal dari 9 item, yaitu; Jasa labuh, jasa tambat TUKS, jasa ship to ship, surat jalan bepergian,
konsesi Teluk Lamong, Konsesi APBS (alur pelayaran barat Surabaya), konsesi
existing,” jelasnya.
Kepala OP Tanjung
Perak telah berganti beberapa kali mulai; I.Nyoman Saputra hingga Adolf
Tambunan yang menjabat belum seumur jagung atau hanya beberapa bulan sebagai
Kepala OP Tanjung Perak dikabarkan akan diganti oleh penjabat yang baru. Yang
lebih miris lagi, Mauritz HM Sibarani,
Kepala OP Tanjung Perak yang hanya menjabat sebagai Kepala OP beberapa bulan
tahun 2015 telah meneken perjanjian konsesi dengan Direktur Utama PT Pelindo
III, Djarwo Surjanto tertanggal 9 Nopember 2015 tentang kegiatan pengusahaan
jasa kepelabuhan yang diusahakan oleh PT Pelindo III sebagai operator atau
badan usaha pelabuhan. Dengan masa berlakunya perjanjian selama 30 tahun.
Apakah perjanjian konsesi yang dibuat oleh Kepala OP dengan Dirut PT Pelindo
hanya sebagai ‘alat’ atau hanya sekedar akal-akalan
untuk membungkam yang menjadi kewenangan Otoritas Pelabuhan sesuai UU Pelayaran
agar tidak menuntut haknya ? Wallahu’alam. (b)