TULUNGAGUNG -
Selama tahun 2016 sudah banyak korban cabul terutama pelajar yang menjadi
pemuas nafsu oleh tersangka-tersangkanya. Dalam kasus ini para orangtua sangat
memprihatinkan, yang mana para pelaku semakin bertambah berani membujuk dan
merayu para korbannya,sehingga
menghancurkan masa depan anak bangsa terutama wanita berstatus pelajar.
Sebagai
korban dari pelaku kejahatan juga mendapat hukuman moral diri lingkungan
masyarakat, rasamalu,minder,lain sebagainya. Hendaknya aparat penegak hukum
lebih extra dalam memberikan efek jera terhadap tersangka ataupun terdakwa. Berharap
aparat penegak hukum tidak menutup sebelah mata dalam menegakkan sebuah
keadilan.Dan Pemerintah sendiri telah mervisi Undang-Undang Perlindungan anak
No. 23 tahun 2002 menjadi UU anak No. 35 tahun 2014 hukuman maksimal 15
tahun.Mengingat kekerasan seksual terhadap anak adalah sebagai kejahatan yang
luar biasa.
Sebagai
contoh pelaku cabul Faisal 20 tahun yang melarikan diri dari Polres bersama
pelaku cabul Rendi P. 20 tahun,yang kemudian tertangkap di Blitar.Kedua
terdakwa itu diputus hukuman Faisal 7 tahun, dan Rendi 5,6 tahun. Faisal
korbannya adalah Mawar 13 tahun pelajar, hanya dibawa sehari semalam kemudian
tertangkap dijerat dengan pasal 81 ayat 2 di tuntuan 10 tahun dan diputus 7
tahun penjara. Sedangkan Rendi P. pengamen jalanan anak pedagang emas
saudaranya mantan pejabat. Membawa kabur Bunga 15 tahun pelajar ke luar kota ke
rumah orangtuanya. Kemudian dikembalikan dan dibawa kabur lagi di kos kan di
Kelurahan Kutoanyar.
Bunga
diancam, di dianiaya, kalung emas, cincin, hp, laptop, uang di kuras oleh
pelaku,hanya diancam 6 tahun diputus 5,6 tahun penjara, dan saksi-saksi penting
banyak yang tidak dihadirkan kepersidangan. Sementara saksi-saksi dari Mawar
semua dihadirkan kepersidangan. Kasus Rendi ini sangat aneh, karena wartawan
yang menulis diawasi oleh oknum aparat penegak hukum yang rutin di pengadilan
negri (pn) Tulungagung.
Oknum suruhan oknum tertentu selalu berputar-putar di
gedung pengadilan,mengawasi gerak-gerik wartawan,membuat wartawan yang datang
ke Pengadilan Negeri Tulungagung tidak dapat mengkonfirmasi sebagai pemutus
perkara. Diharapkan dalam kasus Melati 15 tahun pelajar ini,yang sudah masuk
ranah hukum ke unit perlindungan anak (UPPA) Polres Tulungagung pada 6/5,
nantinya tidak terulang seperti diatas.
Melati
adalah salah satu korban yang berstatus pelajar, telah melahirkan seorang bayi
di Rumah Sakit Dr. Iskak dalam keadaan sehat bersama bayinya. Melati bukan nama
yang sebenarnya mengaku telah disetubuhi pelaku berinisial M 20 tahun. Bambang
S, sebagai orangtua Melati mengatakan di rumah sakit, setelah Melati mengaku
disetubuhi, pihak keluarga melakukan musyawarah keluarga di rumah dan di Kantor
desa setempat. Namun hasil musyawarah menemukan jalan buntu, dan terlapor tidak
mengakuinya, sedangkan bukti sudah ada, katanya.
Sehingga dia
(orangtua, red) bersama anaknya melaporkan kasus itu ke UPPA Polres dengan
didampingi Asosiasi Mediator Indonesia Drs. H. Mukono Bibit Harto, SH, MHum
yang beralamat Jakan Moch. Yamin 67 Tulungagung pada 6/5 lalu. Menurut
keterangan penyidik UPPA kasus itu masih dalam pemeriksaan
saksi-saksi.
Disebabkan sebagian saksi masih mengikuti ujian sekolah, sedangkan
saksi korban dan orangtua (pelapor) sudah dilakukan berita acara penyidikan,
katanya Jumat 27/5 di ruang UPPA. Sementara ini terlapor belum diketahui
keberadaannya, dan menurut informasi terlapor yang diduga sebagai pelaku berada
di Cengkareng Jakarta ikut saudara. (Nan)