SURABAYA - Efran Basuning, ketua majelis hakim yang menyidangkan
perkara penipuan batubara mengancam akan menjebloskan jaksa Putu
Sudarsana ke penjara. Putu Sudasana adalah jaksa yang menangani perkara
penipuan batubara, yang menjerat Bos PT ELS Artsindo, Eunike Lenny Silas
menjadi pesakitan.
Ancaman memenjarakan jaksa itu,
akan dilakukan hakim, bila jaksa dengan sengaja membuat
laporan fiktif terkait kondisi perkembangan kesehatan terdakwa, yang saat ini
masih berada di RS Bhayangkara Polda Jatim lantaran mengaku mengalami sakit
kanker payudara ganas. Tak hanya itu, Hakim Efran juga membuat penetapan
tertulis untuk mengeluarkan terdakwa Lenny dari RS Bhayangkara ke RS Onkologi
Surabaya.
" Saat di Onkologi, Jaksa yang
melaporkan perkembangan kesehatan terdakwa, bukan tim penasehat hukumnya, kalau
jaksa memberikan laporan palsu maka anda juga akan saya jebloskan ke
penjara,"ucap Efran pada jaksa Putu sambil memberikan alasan ancamannya
tersebut pada persidangan diruang candra, Selasa (17/5). Sontak, ancaman hakim
itu membuat wajah jaksa putu berubah kemerahan, "Siap pak
hakim,"cetus Jaksa Putu menjawab ancaman hakim.
Sementara, Jon Mathias selaku
penasehat hukum terdakwa Lenny meminta agar Kliennya bisa dirawat ke RS
Medistra Jakarta. "Ini juga petunjuk dari Onkologi,"kata Jon Mathias
pada majelis hakim.
Namun permintaan itu tak
semata-mata ditanggapi hakim. "Kalau memang jelas penyakitnya, baru
kita bantarkan,"ucap hakim Efran menjawab pertanyaan Jon Mathias.
Sementara itu, Hakim Efran juga
meminta agar Usman Wibisono terdakwa lain dalam perkara ini untuk bersabar,
lantaran buntut aksi sakit Lenny berimbas pada penundaan persidangannya.
"Karena belum ada kepastian kondisi terdakwa 1 (Lenny Silas, red), maka
persidangan perkara saudara juga belum bisa kita sidangkan,"ujar Hakim
Efran.
Terkait masalah itu, Abdul Wahab
Abdi Nugroho selaku penasehat hukum terdakwa Usman meminta agar penangguhan
penahanan kliennya segera dikabulkan, mengingat belum adanya kepastian
kesehatan terdakwa Lenny. "Mohon sekali lagi permohonan penangguhan untuk
dipertimbangkan "katanya.
Tapi permohonannya juga belum
diputuskan hakim."Kalau memang kondisi terdakwa 1 betul betul sakit parah,
kami pun akan mengabulkan permohonan saudara atau paling tidak klien saudara
bisa lepas demi hukum,"ucap Efran.
Terkait masalah penahanan terdakwa
Usman Wibisono yang akan habis pada Rabu (18/4) besok, Hakim Efran
mengaku telah memperpanjang penahaannya hingga 60 hari ke
depan. "perpanjangan penahanannya sudah ditanda tangani Wakil Ketua
Pengadilan,"terang Hakim Efran usai persidangan.
Terpisah, Alexander Arif selaku
kuasa hukum Pauline Tan, saksi pelapor mengapresiasi sikap hakim. Menurutnya,
drama sakit yang dilakukan Lenny harus berakhir."Sampai kapan drama ini
dilakukan,"ucapnya saat dikonfirmasi di PN Surabaya.
Alexander Arif pun meminta agar
jaksa benar-benar melakukan tugas dan fungsinya sebagai penuntut umum."Sekarang mau apa lagi, kemarin
tanpa penetapan tertulis jaksa tidak melaksanakan putusan hakim, sekarang sudah
ada penetapan tertulis, apa jaksa mau macam-macam lagi,"pungkas Alexander
Arif.
Seperti diketahui, sejak terdakwa
Leny ditahan oleh Hakim, Dia baru tiga hari menjalani penahanan di Rutan
Medaeng. Tapi dihari ke empat, oleh Pihak Rutan Medaeng Lenny dibawa ke
RS Bhayangkara Polda dengan dalih sakit.
Hakim Efran pun terlihat geram
dengan ulah Rutan Medaeng lantaran mengeluarkan tahanan Pengadilan tanpa ijin
hakim. Selanjutnya, Hakim memerintahkan jaksa untuk membawa Lenny ke RS
Onkologi guna second opinion atau mencari pembanding atas penyakit Lenny.
Ironisnya, perentah hakim secara
Lisan tak digubris jaksa, lantaran pihak Rutan Medaeng menolak jika tidak
ada penetapan secara tertulis.Perkara ini bermula dari laporan
Pauline Tan ke Polda Jatim 2013 lalu. Saat itu terdakwa Lenny dan terdakwa
Usman Wibisono meminjam batubara sebanyak 11 ribu metrik ton dengan nilai Rp
3,2 miliar ke saksi korban.
Namun, peminjaman tersebut tidak
pernah dikembalikan dan Ketika dicek ke tempat penyimpanan batu bara tersebut
juga sudah tidak ada dan ternyata sudah terjual. Batu bara itu dijual oleh
pemilik izin pertambangan, H Abidin, atas perintah kedua terdakwa.
Setelah didesak korban, kedua terdakwa
bersedia membayar dengan uang sebesar Rp 3,2 miliar melaui giro, tapi ternyata
giro tersebut kosong. Atas perbuatannya, kedua terdakwa didakwa melanggar pasal 372 juncto
pasal 55 tentang Penggelapan. (ban)