Hakim Larang Jaksa Jemput Terdakwa Lenny Silas


SURABAYA - Nasib mujur ternyata masih menyelimuti Eunike Lenny Silas. Terdakwa dugaan penipuan penggelapan batubara senilai Rp. 3,2 miliar dan juga pemilik PT. Energi Lestari Sentosa (ELS) ini bisa mendapatkan pengobatan dan perawatan medis tanpa harus terganggu dan khawatir akan dijebloskan kembali ke Rumah Tahanan (Rutan) Medaeng. 

Kekhawatiran itu langsung pupus begitu majelis hakim mengeluarkan penetapan pembantaran untuk terdakwa Lenny Silas, Selasa (24/5). Pembacaan penetapan pembantaran ini, dibacakan hakim Efran Basuning yang menjadi ketua majelis, di ruang sidang Candra PN Surabaya, dihadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU), penasehat hukum terdakwa Eunike Lenny Silas dan penasehat hukum terdakwa Ir. Usman Wibisono. 

Selain membacakan penetapan pembantaran untuk terdakwa Lenny Silas, hakim Efran Basuning yang ditunjuk sebagai ketua majelis, pada persidangan ini juga membacaka penetapan dan perintah kepada jaksa untuk tidak mengganggu ketenangan dan privacy terdakwa Eunike Lenny Silas selama menjalani perawatan medis di Rumah Sakit (RS) Mitra Keluarga Surabaya, dibawah pengawasan Dr. Ugroseno, SpPD, KHOM, seorang dokter spesialis kanker yang membuka praktik di rumah sakit tersebut. 

Lebih lanjut Efran mengatakan, sebelum Dr. Ugroseno melepas, maka JPU tidak boleh mengambil terdakwa Eunike Lenny Silas. Penetapan secara lisan ini diucapkan majelis hakim untuk menjawab keraguan tim penasehat hukum Lenny Silas yang diwakili John Matias. Dihadapan majelis hakim, John Matias mengatakan bahwa selama ini ada kesimpang siuran tentang nasib terdakwa Lenny padahal hakim selama di persidangan sudah mengeluarkan perintah namun perintah tersebut tidak gubris jaksa. 

“Mengambil atau memindahkan terdakwa itu setelah ada pernyataan dari Dr. Ugroseno yang menyatakan clear dan silahkan, dengan pertimbangan karena terdakwa sudah dalam keadaan sehat, Dr. Ugroseno-lah yang bertanggungjawab. Jadi, saya tidak apriori dengan sakitnya terdakwa, “ ujar Efran. 

Terdakwa, sambung Efran, mengalami sakit kanker kita setuju. Tapi sekarang yang dibutuhkan majelis hakim adalah apakah pasca dilakukan operasi, terdakwa masih perlu mendapatkan perawatan secara medis. Ketika terdakwa perlu mendapat perawatan maka terdakwa harus dirawat. Dan ketika perawatannnya berkepanjangan maka terdakwa dibantar. Jadi tidak ada yang apriori. 

Usai membacakan penetapan, majelis hakim secara bergantian menandatangani surat penetapan untuk terdakwa Lenny Silas. Kepada terdakwa Usman, hakim Efran Basuning mengatakan tidak ada niat dari majelis hakim untuk mendramatisisasi persidangannya. 

“Tugas seorang hakim adalah melindungi korban tapi juga melindungi terdakwa. Jika digambarkan, tangan kanan adalah korban, tangan kiri adalah terdakwa. Ini diungkapkan Profesor Rahardjo, seorang guru besar di tahun 1960-an, “ ungkap Efran. 

Sehingga, lanjut Efran, tugas hakim itu bukan menjebloskan orang yang sesat tapi orang yang mengalami kerugian juga harus dilindungi. Tidak ada kecemburuan, tidak ada niat hakim untuk balas dendam ke terdakwa. Dalam menangani perkara seseorang, Efran mengatakan bahwa seorang hakim mengedepankan rasa kemanusiaan. 

Masih menurut Efran, terdakwa Usman baru akan disidangkan ketika dokter yang merawat terdakwa Lenny Silas menyatakan bahwa terdakwa Lenny Silas mengalami sakit permanen. Penahanan terdakwa Usman selama 1 bulan yang sia-sia juga disinggung hakim dan hal tersebut menjadi tanggungjawab moral hakim. 

Terpisah, Kosasih, SH, ketua tim penasehat hukum terdakwa Eunike Lenny Silas mengucapkan terima kasih kepada majelis hakim karena sudah mengijinkan kliennya ini berobat dan dirawat Dr. Ugroseno, SpPD, KHOM, seorang dokter spesialis kanker yang berpraktik di RS. Mitra Keluarga Surabaya. 

“Kami, tim penasehat hukum Eunike Lenny Silas menyambut baik sikap majelis hakim ini. Dengan diijinkannya klien kami untuk mendapatkan pengobatan di RS Mitra Keluarga dan mendapat perawatan dari Dr. Ugroseno, SpPD, KHOM, hal ini membuktikan bahwa majelis hakim masih mempunyai hati nurani. Majelis hakim masih mengedepankan rasa kemanusiaan, “ ungkap Kosasih. 

Sebenarnya, lanjut Kosasih, sudah terlihat sejak awal bahwa penahanan terhadap Lenny Silas ini begitu dipaksakan, sampai mengabaikan rasa keadilan, mengabaikan rasa kemanusiaan. Begitu kuatnya keinginan untuk memenjarakan terdakwa Lenny Silas, membuat pihak keluarga menjadi sedih. Masih menurut Kosasih, tidak adanya rasa keadilan untuk seorang Lenny Silas ini, terlihat ketika Lenny dipindahkan dari RS Bhayangkara, Jumat (20/5) ke RS Onkologi Surabaya.

Sesampainya di RS Onkologi Surabaya, terdakwa Lenny Silas yang dimasukkan ke Unit Gawat Darurat (UGD) kondisi kesehatan Lenny hanya diperiksa seorang dokter umum, bukan dokter spesialis. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter ini, jaksa kemudian membawa terdakwa Lenny Silas ke Rutan Medaeng untuk dilakukan penahanan. (Zai)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement