Dr.Ahmad Yulianto, SH dari Prosecutor Watch (lembaga pemantau kejaksaan) |
SIDOARJO
- Tersangka kasus korupsi Pasar Induk Agrobisnis (PIA) Jemundo Sidoarjo tahun 2011 Jacoubus
Musa juga selaku Direktur PT Ragam Karya Cipta Pratama yang bertindak sebagai
penyedia lahan di desa Jemundo, Kec.Taman senilai Rp 12 milyar dan telah divonis oleh Mahkamah Agung dengan
hukuman 3 tahun penjara sampai sekarang masih misteri akan keberadaannya.
Padahal, informasi yang berkembang di masyarakat Jacobus Musa masih berada di
Jawa Timur meskipun sudah ditetapkan sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang) oleh
Kejaksaan. Namun, aparat yang bekerja
terkesan setengah hati atau kurang serius untuk menciduk terpidana ?
Kasus
Korupsi yang juga melibatkan mantan Kadispora Jatim Sugeng Riyono ini dalam
prosesnya sudah dalam posisi inkracht
(berkekuatan hukum tetap) dan sudah menetapkan masing-masing vonis kepada Sigit
Subekti 2 tahun penjara ,Anik Susdiyatun sebagai pimpro 2 tahun penjara dan
bendahara proyek Sudarto 2 tahun penjara. Teddy Rasphadi mantan Camat Taman Sidoarjo
diganjar 3 tahun dan Jacoubus Musa selaku penyedia lahan divonis 3 tahun
penjara. Semua terpidana sudah menjalani hukuman penjara, kecuali Jacobus Musa
yang melarikan diri dan belum tertangkap hingga sekarang.
Proyek
yang mengalokasikan dana Dipda PAK (perubahan anggaran keuangan) tahun 2001,
Pemprop Jatim menentukan lokasi PIA bekerjasama dengan LPM Universitas
Brawijaya dan Bappeprov di lokasi desa Tanjungsari Kec. Taman, desa Geluran
serta desa Jemundo sebagai desa yang dipilih. Dan dari hasil uji kelayakan maka
ditentukan desa Tanjungsari, kecamatan Taman memiliki nilai tertinggi dan layak
untuk dijadikan lokasi Pasar Agrobisnis seluas 7 hektar lengkap dengan
peta-peta bidang dan harga-harga juga
telah ada kesepakatan dari Gubernur Imam
Utomo dan Bupati Sidoarjo, Wien Hendrarso, pada waktu itu.
Dari
adanya proyek yang super megah inilah
kasus korupsi pasar modern, yang sekarang bernama Puspa Agro dan terkesan
misteri mulai terkuak. Jacoubus Musa yang saat ini masih menjadi attention DPO
Kejaksaan Negeri Sidoarjo sangat menjadi misteri keberadaannya dan sudah hampir
4 tahun lamanya tersangka diduga masih lalu lalang disekitar wilayah Sidoarjo
dan masih tetap berprofesi sebagai spekulan tanah.
Dengan
adanya DPO yang dikeluarkan oleh pihak kejaksaan Negeri Sidoarjo,dan belum
ditembuskan DPO pencariaan kerjasamanya dengan pihak Kepolisian dan Imigrasi
untuk dilakukan cekal (cegah dan tangkal), maka pihak Kejaksaan Negeri Sidoarjo
masih berupaya untuk terus mencarinya karena tersangka sudah divonis dan harus
segera dieksekusi.
Sedangkan
pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Timur perihal
DPO Kejaksaan Negeri Sidoarjo yang belum tertangkap ini mengemukakan “ Kita
masih belum ada pemberitahuan atas kasus ini dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo ,dan
barusan saya hubungi Kasi Pidsus dan Kasi Intelnya Kejaksaan Negeri
Sidoarjo sedang melakukan pengintaian di
tempat tinggalnya tersangka, “ ucap Rommy
Arizyanto kepada awak media ini. “ Mudah-mudahan dalam jangka waktu dekat ini bisa
terus diawasi oleh Kejari Sidoarjo dan segera tertangkap juga saya akan selalu
terus memantau kasus ini “ tambah Rommy seraya geleng-geleng kepala.
Pada
bagian lainnya, Dr.Ahmad Yulianto, SH dari Prosecutor Watch (lembaga pemantau
kejaksaan) menilai sikap Kejaksaan yang lambat menangani DPO kasus korupsi PIA
Jemundo yang belum dieksekusi hingga saat ini adalah fatal. Sebab, pencantuman
nama seseorang menjadi DPO harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, etik
maupun moral, cetusnya.
Kejaksaan Negeri Sidoarjo terkesan kurang serius dan
cenderung tidak professional, karena menetapkan orang sebagai DPO harus ada
foto dan cirri-ciri orang yang bersangkutan dan berkoordinasi dengan aparat
penegak hukum lainnya, seperti- Imigrasi untuk dilakukan cekal di luar negeri,Kepolisian
yang mempunyai jaringan hingga tingkat kecamatan dan desa/kelurahan atau dengan
atasannya di Kejati serta Kejagung, beber Yulianto.
Dia
menandaskan,kalau tidak ada foto dan ciri-ciri pada orang yang dijadikan DPO
dan tidak melaporkan pada atasannya, apa bisa dikatakan professional pekerjaan
itu oleh Kejari, sahutnya. Apalagi, masih kata Yulianto, informasi yang
berkembang di masyarakat bahwa terpidana masih berada di Jawa Timur dan sering
bolak-balik di rumahnya Sidoarjo. Penetapan DPO itu, artinya, pihak Kejari
Sidoarjo tidak mampu menangani atau menangkap terpidana dan minta bantuan pihak
lainnya.
Sementara itu, Nusrim, Kasi Pidsus Kejari Sidorjo, yang dikonfirmasi
terkait buronan atau DPO yang sudah berjalan hingga empat tahun belum dapat
dieksekusi melalui ponselnya hingga berita ini diturunkan masih belum menjawab
pertanyaan yang diajukan. Ada apa dengan sikap Kejari Sidoarjo ini ?! (NH/b)