SURABAYA - Persidangan gugatan praperadilan yang dilayangkan Diar Kusuma Putera, Wakil Ketua Umum Kerjasama Antar Provinsi Kadin Jatim (pemohon) terhadap Kejati Jatim (termohon) akhirnya memasuki babak akhir. Efran Basuning, Hakim tunggal yang menyidangkan praperadilan ini akhirnya mengabulkan gugatan Diar selaku pemohon dan menolak semua eksepsi yang diajukan Kejati Jatim selaku termohon.
Dalam amar putusan yang dibacakan diruang Candra PN Surabaya, Senin (7/3). Hakim tunggal ini menyatakan penyidikan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Kejati Jatim tidak sah. Selain itu, penyidikan yang dilakukan penyidik pidana khusus (Pidus) tersebut juga dianggap melanggar hukum, karena tidak mempunyai kekuatan hukum tetap.
Menurut Hakim Efran, Surat perintah penyidikan (Sprindik) yang kedua kali dengan kasus yang sama, tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atau biasa disebut nebis in idem. "Pemohon juga sudah membayar uang pengganti atas kerugian negara, itu juga diperkuat dengan keterangan saksi dari BPKP dalam persidangan,"terang Hakim Efran saat membacakan amar putusannya.
Keterangan ahli Profesor Eddi
Syarif Jari, Guru Besar Universitas Gajah Mada, Yogyakarta yang dihadirkan pihak pemohon juga mejadi salah satu pertimbangan hakim Efran mengabulkan gugatan praperadilan ini. Menurut Hakim Efran, Kelalaian dan ketidakcermatan penyidik tentunya dapat merugikan pemohon yang telah mempertanggungjawabkan perbuatannya dan telah memiliki kekuatan hukum tetap.
"Mengabulkan sebagian gugatan pemohon, dan menolak seluruh eksepsi termohon dan menyatakan penyidikan TPPU dalam pembelian saham IPO tidak sah, melanggar hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,"ucap Hakim Efran sembari memukulkan palunya sebagai pertanda berakhirnya persidangan ini.
Ditolaknya eksepsi termohon dan menerima sebagian gugatan pemohon, tentunya akan berdampak positif bagi La Nyala Mataliti, Ketua Umum Kadin Jatim.Pasalnya, Penyidikan tersebut disinyalir kuat akan menyeret La Nyala sebagai tersangka, mengingat pembelian saham IPO Bank Jatim menggunakan namanya sebagai Ketua Kadin Jatim. Tak hanya itu, pembelian saham IPO tersebut dibeli dari uang korupsi dana hibah Pemprop Jatim ke Kadin Jatim sebesar Rp 5 miliar. Ironisnya, ditengah proses penyidikan, saham tersebut akhirnya dijual kembali dan mendapat keuntungan Rp 1,1 miliar.
"Putusan hakim merupakan preseden buruk bagi penegakan hukum, pengembangan penyidikan merupakan hak penyidik, kalau nebis in idem dengan pelaku yang sama boleh lah kita dianggap salah, tapi ini pelakunya beda,"ujar Kasidik Pidus Kejati Jatim, Dandeni Herdiana saat dikonfirmasi Senin (7/3).
Dandeni mengaku masih akan mempelajari putusan hakim, apakah tetap melanjutkan penyidikan kasus ini atau membuat sprindik baru."Kita tunggu laporannya dulu, dan kami akan pelajari apa isi putusannya,"pungkasnya.
Terpisah, Kasipenkum Kejati Jatim, Romy Arizyanto saat dikonfirmasi mengaku, akan menerbitkan sprindik baru. "Secepatnya akan kita terbitkan sprindik baru,"ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (7/3). (ban)