KEDIRI - Meski ruangnya tak begitu luas, kelompok anak usai dini itu tampak bermain dengan gembira di teras dan halaman depan sekolah. Mereka mengenakan pakaian olahraga kuning berpadu merah. Para siswa itu asyik bermain ayunan sambil bersenda-gurau.
Di antara kerumunan anak tersebut, terdapat setidaknya sembilan guru perempuan ikut mendampingi. Mereka berseragam batik hijau lengan panjang dan berkerudung.
Tidak seperti sekolah umumnya, TK Al Madinah ini hanya terdiri atas empat ruang kelas sederhana. Sedangkan ruang kepala sekolah (kasek) dan ruang tata usaha terkesan sempit. Ruangan berukuran 2 x 4 meter itu penuh dengan perabotan berupa rak, meja, dan kursi. “Alhamdulilah sudah berjalan empat tahun ini,” terang Abdurochman, ketua Yayasan Al Madinah di Gang X, Kelurahan Bandarlor, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.
Kemauan membuka sekolah sebenarnya sudah sejak lama dirasakan Abdurochman. Keinginan itu makin menggebu usai disindir salah satu pembicara dalam sebuah diklat pendidikan pada 2011. “Saya setiap ketemu njenengan kok selalu jadi peserta, sekali-kali datang sebagai pengelola atau ketua yayasan gitu (pemilik institusi pendidikan),” terang Abdurochman menirukan salah satu pembicara yang sering ditemuinya waktu itu.
Pasca pertemuan tersebut, tekad pria yang akrab disapa Abdur tersebut kian kuat. Hanya berbekal ruang tamu dan serambi yang disulap menjadi ruang kelas, pria asli Bandarlor ini nekat membuka sekolah. “Kami tidak punya apa-apa saat itu, hanya bondo nekat,” terang bapak tiga anak ini.
Dana yang digunakan pun hanya dari tabungan dan harta warisan yang tidak seberapa. Makanya, Abdur berusaha mengatur uang agar cukup untuk membangun fasilitas sekolah. “Sedikit-sedikit asal bisa menambah fasilitas yang layak untuk kegiatan belajar mengajar,” terang pria yang dinobatkan sebagai guru berprestasi di Kota Kediri 2013 tersebut.
Selama proses pengembangan, sang istri, Siti Hani’ah, rela mengorbankan perhiasan simpanannya menjadi penambal biaya operasional sekolah yang masih defisit. Meminta ke donatur tidak dilakukan oleh Abdur. Pasalnya pria lulusan Magister Pendidikan Agama Islam (PAI) Insititut Agama Islam Tribakti (IAIT) Kediri ini malu. “Hasil kerjanya belum kelihatan kok minta-minta,” tukas pria yang saat ini menjadi pembina Pramuka SMAN 6 Kediri tersebut.
Jika mengingat awalnya, Abdur tidak menyangka siswa Al Madinah bisa sebanyak ini sekarang. Pasalnya, di awal pembukaan dulu, hanya ada dua saja. Yakni anak dan keponakannya sendiri karena belum ada yang tertarik.
“Sebelum pembukaan banyak yang bilang ingin sekolah di sini. Tapi pas dibuka nggak ada yang datang,” terangnya sambil tertawa.
Meski demikian, kemauan mengembangkan sekolah tersebut tetap menggebu. Dengan promosi dari rumah ke rumah, akhirnya jumlah siswa terkumpul satu per satu. Hingga kini total ada 50 siswa dan tiga jenjang pendidikan, PAUD, TK, dan sekolah dasar (SD).
“Ini masih kami urus sistem akreditasinya,” tambah juara II kategori pengelola TK terbaik tingkat Kota Kediri 2015 itu. Setelah empat tahun berjalan, kini aktivitas kegiatan belajar mengajar (KBM) sudah berjalan lebih stabil. Fasilitas sebagian dibantu para wali murid. Pendanaan pun sudah tidak defisit lagi. “Bukan berarti berlebih, tapi alhamdulilah sudah mulai balance,” papar peraih juara 1 kategori pengelola taman bacaan masyarakat tingkat Kota Kediri 2015 ini.
Kendati sebagian besar orang tua siswa masuk kalangan menengah ke atas, bukan berarti dirinya serta merta menaikkan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) siswa. Tetap orientasi utama lembaga pendidikan yang Abdur bangun tersebut bukanlah keuntungan. Bahkan untuk mereka yang berstatus yatim, sekolahnya siap menerimanya tanpa SPP. “Bebas iuran,” tuturnya.
Abdur berencana, terus mengembangkan sekolah tersebut. Yakni dengan menambah fasilitas yang lebih lengkap dan layak untuk anak-anak didiknya. Rumah yang kini menjadi satu dengan sekolah, rencananya akan dialihfungsikan menjadi ruang kelas.“Untuk sementara kami rela ngontrak rumah agar sekolah bisa segera diperluas,” pungkasnya.(wan/rk)