SURABAYA - Ada susana yang unik dalam persidangan kasus uang
palsu (Upal) yang menjadikan Jimmy Kurniawan sebagai pesakitan. Jimmy Kurniawan
terlihat ngoceh nglantur dihadapan majelis hakim saat menjalani persidangan
perdana di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Oleh Jaksa Fathol Rasyid dari Kejaksaan Negeri
(Kejari) Surabaya, terdakwa yang memiliki gangguan kejiwaan itu diadili karena
kasus peredaran uang palsu (upal).
Dalam dakwaan jaksa Fathol Rasyid terungkap, terdakwa
ditangkap anggota Polsek Tegalsari saat berada di SPBU Jalan Dr Soetomo,
Surabaya pada 26 Oktober lalu. Jimmy ditangkap karena diduga telah mengedarkan
upal dengan cara membelikan bensin di SPBU tersebut. "Terdakwa mendapat upal
pecahan Rp 50 ribu sebanyak 100 lembar dari seseorang yang bernama Gondo
(DPO)," ujar jaksa Fathol.
Dalam kasus ini, terdakwa dijerat dengan pasal 36 ayat 3 UU
RI nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang jo pasal 36 ayat 2 UU RI nomor 7 tahun
2011 tentang Mata Uang. "Bahwa dari BAP Laboratotik Kriminalistik
terungkap bahwa uang yang dibawa terdakwa merupakan uang rupiah palsu,"
katanya.
Namun kelakuan Jimmy terlihat aneh saat ditanya majelis
hakim apakah dirinya mengerti atau tidak terkait dakwaan jaksa. Kepada majelis
hakim, warga Jalan Karang Empat Besar, Surabaya itu justru bercerita
bahwa dirinya pernah dipukuli oleh anggota Polsek Tegalsari dengan sebatang
kayu. "Itu urusan anda dengan pengacara anda. Yang saya tanyakan adalah
anda paham tidak dengan dakwaan jaksa," tanya majelis hakim kepada
terdakwa.
Tak hanya itu, sebelum sidang majelis hakim sempat bertanya
kepada apakah dirinya lulusan sarjana seperti dalam dakwaan jaksa. Lantas
terdakwa mengiyakannya, namun terdakwa mengaku lulus saat semester lima.
"Iya saya sarjana, saya lulus semester lima pak hakim," jelasnya
kepada majelis hakim.
Usai sidang, Rahmat Hendro Saputro, kuasa hukum terdakwa
mengatakan, terdakwa Jimmy tengah menderita gangguan jiwa. "Sejak umur 18
bulan terdakwa sudah mengalami gangguan jiwa sedang. Bukti bahwa klien saya
mengalami gangguan jiwa adalah surat keterangan dari dokter spesialis anak
yaitu dokter Saraswati Boerhan," terangnya.
Dalam surat keterangan dokter itu tertulis bahwa terdakwa
sudah menjadi pasien dokter Sarawati sejak umur 18 bulan. Dalam surat
keterangan dokter itu juga tertulis bahwa terdakwa tengah mengalami gangguan
jiwa. "Kami sangat keberatan dengan dakwaan yang diajukan jaksa di
persidangan," katanya.
Rahmat menambahkan, seharusnya kasus ini tidak layak diajukan
ke persidangan karena juga sudah ada surat keterangan dari dokter RS
Bhayangkara Polda Jatim. Dalam surat tersebut, terdakwa Jimmy dinyatakan
mengalami gangguan jiwa. "Tapi ternyata surat keterangan dari RS
Bhayangkara itu tidak pernah dilampirkan di Berkas Acara Pemeriksaan
(BAP)," bebernya.
Ia juga mengeluhkan tindakan jaksa Fathol yang justru
menyatakan perkara terdakwa Jimmy telah sempurna (P21). "Seharusnya saat
pelimpahan tahap II, jaksa meminta agar Polsek Tegalsari memastikan apakah
terdakwa sehat atau tengah mengalami gangguan jiwa. Seharusnya jaksa lebih
tanggap, jangan seenaknya mem-P21-kan perkara ini," kata Rahmat.
Menurutnya dalam kasus ini, terdakwa Jimmy hanya diperalat oleh seseorang yang bernama Gondo (DPO). "Mengerti klien saya mengalami gangguan jiwa, Gondo memperalatnya. Kini dia (Gondo, red) kabur dan polisi tidak bisa menangkapnya," keluh Rahmat. Saat dikonfirmasi, Jaksa Fathol mengaku tidak tau jika terdakwa memiliki riwayat gila."Diberkas tidak ada surat dokternya,"pungkasnya. (Ban)