LUMAJANG - Dra. Hj. Nur Hidayati, Anggota DPRD
Lumajang, menyampaikan, masalah substansial pasir di Lumajang ada pada
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang dibreakdown PP Nomor 1 Tahun 2014,
dibreakdown lagi dengan Perbup Nomor 16 Tahun 2015 Tentang Minerba. Bahwa
proses pertambangan itu sudah ditangani oleh pihak Propinsi Jawa Timur.
Lumajang yang kaya akan sumber daya alam (SDA) berupa pasir dan masyarakatnya
bisa leluasa mengurus ijin, maka pemerintah harus kreatif melalui ESDM.
“Pemerintah mestinya mengusulkan agar ESDM
mendirikan kantor perwakilan di Lumajang supaya proses perijinan tidak terlalu
jauh dan berbelit-belit. Dari sisi waktu kalau ada kantor perwakilan ESDM di
Lumajang, akan efektif dan efesien. Kemudian tenaga, anggaran, tidak terlalu
banyak dikeluarkan,” ujarnya.
Pasir Lumajang yang menasional bahkan
mendunia, kata Nurhidayati, harus ditangkap oleh pemerintah sebagai jalan
alternatif. Oleh karena itu, pihaknya meminta bupati membantu mempercepat dan
mengawal proses perijinan yang mereka ajukan ke ESDM.
“Kalau Ijinnya belum turun dan belum ada
eavaluasi, maka bupati bisa memanggil cepat pihak ESDM agar segera turun ke
Lumajang,” tuturnya. Pernyataan Nurhidayati ini muncul setelah Paguyuban
Tambang Tradisional (PUTRA) Lumajang, melakukan aksi demo, di Kantor DPRD
Lumajang, Senin lalu. Ditanya soal belum adanya titik temu antara bupati dengan
keinginan PUTERA, mantan politisi PKB ini menyampaikan, sebetulnya sudah
selaras dan ada titik temu. “Sudah ada titik temu. Mereka mau menambang sesuai
aturan. Hanya saja bagaimana ijin yang diajukan itu segera diterbitkan.
Sudah ada titik temu, kok,” imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Lumajang, Drs Samsul Huda, mengatakan, jika
dibandingkan dengan penambangan pasir di Pasrujambe memang beda dengan rencana
penambangan yang mereka (PUTERA) inginkan. Meski demikian, dewan akan mengawal
mereka. “PUTERA ini ingin menambang dulu sambil menunggu proses ijinnya turun.
Kita tidak bisa memutuskan untuk itu. Yang bisa kita lakukan adalah mengawal
mereka,” ujarnya.
Politisi dari Partai Demokrat ini, menegaskan,
pihaknya mengingingkan adanya percepatan dalam proses perijinan para penambang
tradisional dengan catatan semua persyaratannya lengkap dan Pemkab harus
memfasilitasi para penambang tradisional itu. Soal gagasan agar ada Kantor
Perwakilan ESDM atau menempatkan orangya di Lumajang bisa saja dilakukan.
Sehingga cost untuk mengurus ke ESDM bisa ditekan.
“Karena ngurus sendiri ke sana kan mungkin
biayanya cukup besar. Atas nama pribadi, dewan atau Fraksi Demokrat saya
sependapat dengan gagasan itu. Kalau tidak bisa, maka pemerintah dalam hal ini
SKPD yang bersinggungan dengan masalah pasir, bisa memfasilitasi PUTERA. Tapi
saya ingatkan dan sarankan kepada PUTRA, selama ijinnya belum turun, jangan
nambang dulu,” selorohnya.
Dia juga menyinggung soal penambangan di
Pasrujambe yang diperbolehkan menambang padahal masih belum ada ijin dari
Perhutani. Menurutnya, ijin yang dilakukan PUTRA masih dalam proses di ESDM,
sedangkan penambang yang di Pasrujambe mereka sudah punya ijin tapi karena
lokasi lahan yang digarap masuk kawasan Perhutani maka mereka harus mendapatkan
rekomendas dari Menteri Kehutanan. Sambil menunggu mendapatkan ijin, pihak
kementerian kehutanan memperbolehkan untuk nambang.
“Untuk yang PUTRA ini kita lihat kenapa
lambat. Apa ada syarat yang belum dipenuhi. Di satu sisi pemerintah harus
membantu memfasilitasi agar perijinannya cepat selesai, kalau perlu ada
pendampingan, di sisi lain PUTRA jangan memaksakan kehendak untuk nambang kalau
ijinnnya belum turun. Kita ingin memantau dan mendesak agar pemerintah
berkomunikasi secara intensif dengan ESDM. Khawatirnya ESDM yang lambat. Kita
cari terbaik, lah,” ungkap mantan pejabat Pemkab Lumajang ini.
Daerah Aliran Sungai (DAS) yang ingin mereka
tambang dan ijinnya sudah diajukan PUTERA adalah DAS Mujur di 3 Kecamaan
(Pasrujambe, Tempeh, dan Candipuro). Sekeder diketahui, Senin lalu, PUTRA
menggelar aksi demo di Kantor Dewan dan Kantor Pemkab Lumajang. Di Kantor Dewan
mereka menyampaikan uneknya agar bisa melakukan penambangan seperti para
pemegang ijin penambangan lain, misalnya di Pasrujambe.
“Saya ini kasihan Pak. Masyarakat kita di sana
tidak boleh nambang, sementara yang lain yang sebenarnya ijinnya juga belum
lengkap dan belum mendapatkan ijin dari kementerian lingkungan hidup, ternyata
bisa menambang,” tukas Mansur Hidayat, perwakilan pendemo, saat menyampaikan
mewakili para penambang tradisional.
Mansur mendesak agar perijinan dari ESDM tidak berbelit-belit. Kalau berbelit belit maka masyarakat sekitar akan semakin menderita karena tidak punya penghasilan dari menambang. Dia mengaku masyarakat yang tergabung kedalam PUTRA sudah mengurus ijin di ESDM. “Ini menunjukkan rakyat berniat baik. Sambil mengurus ijin kita minta untuk bisa menambang secara tradsional seperti di Pasrujambe,”paparnya saat itu.
Mansur mendesak agar perijinan dari ESDM tidak berbelit-belit. Kalau berbelit belit maka masyarakat sekitar akan semakin menderita karena tidak punya penghasilan dari menambang. Dia mengaku masyarakat yang tergabung kedalam PUTRA sudah mengurus ijin di ESDM. “Ini menunjukkan rakyat berniat baik. Sambil mengurus ijin kita minta untuk bisa menambang secara tradsional seperti di Pasrujambe,”paparnya saat itu.
Dikatakan, PUTRA datang ke bupati bukan
bersama orang-orang sepuh bukan mencari gawe dan bukan pula sengaja
mempertontonkan kemiskinan. “Mereka adalah masyarakat Lumajang yang sudah 3
bulan kesulitan mencari makan karena tidak bisa menambang. Kalau kondisi ini
dibiarkan akan menjadi konflik horizontal. Ini menyangkut urusan perut,”
ujarnya.
Sementara itu Bupati Lumajang, Drs. H. As’at,
M. Ag, menyampakan, PUTRA meminta agar segera bisa menambang. Karena mereka
sudah mengajukan ijin maka pemerintah daerah akan segera menyampaikan ke ESDM.
Kita akan mengundang ESDM untuk menjelaskan Untuk turun ke Lumajang. Yang kedua
minta diperlakukan sama dengan kawan-kawan di Pasrujambe, padahal persoalannya
beda. Di Pasru punya ijin setelah dievaluasi oleh ESDM boleh nambang. Hanya
karena saat itu ada persoalan dengan Perhutani maka harus konsultasi ke
Kementerian Kehutanan. Akhirnya pihak kementerian memberikan ijin, maka mereka
diperbolehkan nambang.
“Saya sampaikan ini persoalannya beda, Mas.
Mereka (PUTRA) ini belum punya ijin sama sakali alias ijin baru, sementara yang
di Pasrujambe itu sudah punya ijin. Hanya saja karena ada masalah dengan pihak
perhutani, maka harus ke Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Harus
dibedakan itu,” paparnya.