2016 Momentum Lepas Dari Belenggu Kemiskinan

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, penduduk miskin di Indonesia per Maret 2015 mencapai 28,59 juta orang atau meningkat 0,26% dari September 2014. Kepala BPS Suryamin menjelaskan, data tersebut diambil berdasarkan 300.000 sampel yang disebar pihaknya ke berbagai provinsi. Penduduk miskin per Maret 2015 dengan porsi 11,22% atau 28,59 juta penduduk. Sampel 300 ribu. Dibandingkan September 2014 naik 0,26%.

 Sementara dibandingkan Maret 2014 menurun 0,03%, karena pertambahan penduduk yang lebih cepat sebesar 1,49% per tahun."Karena pertambahan penduduk lebih cepat daripada pertambahan penduduk miskin. Pertambahan penduduk 1,49% kali 250 juta itu 2-4 juta per tahun," jelas Suryamin. Dia menambahkan, jumlah penduduk miskin tersebut jika dirincikan naik sebanyak 860 ribu orang dari September 2014.

 "Jumlah orangnya per Maret 28,59 juta, naik 860 ribu dari September 2014 sebanyak 27,73 juta orang. Sedangkan Maret 2014 28,28 juta orang jadi naik 310 ribu year on year," pungkasnya.

Country Director Bank Dunia Rodrigo Chaves mengungkapkan, ketimpangan yang terjadi di Indonesia sangat jelas terlihat dari pelayanan kepada anak-anak. Di Papua, anak-anak yang dapat menikmati air serta sanitasi yang layak hanya sekitar 2%, sementara di Jakarta hampir 98% anak hidup layak dengan sanitasi yang bersih.

 "‎Jadi, sangat penting untuk meningkatkan performa pemda dalam menyediakan pendidikan yang layak, infrastruktur, dan sarana kesehatan di level lokal. Itu sangat penting," ujarnya, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.


 Sementara itu Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan, HS Dillon, dalam kampanye gerakan "Cukup Sudah Pembiaran Kemiskinan" di Jakarta.. mengatakan saat ini Indonesia dihadapkan pada kondisi kemiskinan ekstrem sehingga pendekatannya harus berbeda. Kemiskinan menurut dia adalah masalah struktural sehingga pendekatannya pun harus struktural juga.

 “Harus dilakukan paradigma people driven development, artinya pembangunan itu harus mulai dari mereka yang paling lemah, bukan mereka yang sudah kuat," kata Dillon. Kondisi kemiskinan ekstrem ini bisa terlihat antara lain dari ketimpangan antara mereka yang kaya dan yang miskin pada hari ini di Indonesia.
"Coba bayangkan ada satu kelompok yang bisa menguasai satu juta hektar lahan, sementara ada petani kita di Jawa ini satu bahu saja enggak punya. Itu masalahnya. Kalau selama ini yang dipakai penghamparan IMF terus, yang dikerjakan hanyalah mencoba mengangkat yang di bawah tanpa mengubah struktur. Tetap saja dia di bawah, jadi babu dia," kata Dillon

 Sedangkan menurut  Prof Firmanzah PhD Rektor Universitas Paramadina,  memasuki tahun 2016. Sejumlah catatan perjalanan ekonomi nasional perlu diperhatikan sebagai modal menghadapi tantangan dan peluang ekonomi nasional di tahun depan. 

 Menurutnya, ekonomi domestik di sepanjang 2016 akan menghadapi tantangan yang membutuhkan fokus dan perhatian dari para pengambil kebijakan di negeri ini. Tantangannya terkait dengan program penanganan kemiskinan. Target penurunan angka kemiskinan dalam APBN-P 2015 sepertinya sulit untuk dicapai. APBN-P 2015 menargetkan angka kemiskinan dapat diturunkan menjadi 10,3%. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan per Maret 2015 justru naik menjadi 11,22% dari posisi September 2014 yang mencapai 10,96%. 

 Pada September 2015, ketika BPS melakukan survei angka kemiskinan, dikhawatirkan angka kemiskinan kembali naik karena bencana kabut asap yang melumpuhkan banyak aktivitas ekonomi di Sumatera dan Kalimantan serta fluktuasi harga kebutuhan pokok, utamanya beras. Dalam APBN 2016, angka kemiskinan ditargetkan turun menjadi 9,0- 10,0%. Target penurunan angka kemiskinan yang cukup tinggi perlu menjadi fokus dari para pengambil kebijakan ekonomi di Tanah Air.

 Program kerja terpadu dan terintegrasi untuk penanganan kemiskinan perlu dirumuskan dan diimplementasikan secara efektif. Kelompok masyarakat sangat miskin, miskin, danhampir miskin membutuhkan penanganan berbeda-beda. Mulai dari program bantuan yang bersifat sosial sampai program penguatan fungsi produksi mikro dan rumah tangga perlu terintegrasi dengan program-program yang dilakukan pemerintah daerah. 

 Selain itu dana desa yang dianggarkan dalam APBN 2016 sebesar Rp47 triliun juga berpeluang ditujukan untuk mendukung program penanganan kemiskinan di perdesaan. Tantangan kedua, angka pengangguran. Melambatnya perekonomian nasional yang diperkirakan tumbuh 4,70-4,80% pada 2015 membuat kinerja sektor industri melambat sehingga menyebabkan target penyerapan angkatan kerja terbatas. 

 Hal ini terlihat dari angka pengangguran terbuka yang menurut data BPS naik dari posisi Agustus 2014 sebesar 7,24 juta jiwa (5,94%) menjadi 7,56 juta jiwa (6,18%) per Agustus 2015. Meski terdapat kenaikan jumlah angkatan kerja Agustus 2015 menjadi 122,4 juta jiwa dari Agustus 2014 yang 121,87 juta jiwa, jumlah pencari kerja jauh lebih besar daripada kesempatan yang tersedia. Hal inilah yang membuat angka pengangguran terbuka terus meningkat. 

 “Kebijakan nasional yang mendorong munculnya lapangan kerja baru menjadi tantangan perekonomian nasional pada 2016. APBN 2016 menargetkan angka pengangguran dapat diturunkan dalam kisaran 5,2-5,5% di tahun depan. Fokus dari persoalan pengangguran adalah bagaimana otoritas moneter dan fiskal mampu mendorong tumbuh dan bergeraknya sektor riil di Tanah Air. Ruang ekspansi industri di semua sektor dan levelnya perlu terus ditingkatkan” ujar .  

 Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI Universitas Paramadina ini melihat kondisi kehidupan rakyat Indonesia  masih cenderung berpotensi meningkatnya angka kemiskinan dan mendapat sorotan Bank Dunia,  Presiden Joko widodo (Jokowi)  memberi perintah kepada seluruh jajaran menterinya agar memberikan perhatian khusus terhadap masalah kemiskinan dan ketimpangan sosial di Tanah Air.


 "Saya perlu mengingatkan, gini rasio kita terus menanjak dan sampai saat ini angkanya 0,41. Hal ini menjadi perhatian dunia international dan saya kira kita sudah diinformasikan oleh Bank Dunia mengenai ini," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

 Jokowi  menuturkan, pemerintah melalui kerangka pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), telah terlibat dalam perumusan target dan indikator dalam rangka SDGs yang sebelumnya Millennium Development Goals (MDGs)

 "Saya melihat Nawa Cita dan prioritas nasional sejalan dengan komitmen tujuan pembangunan yang berkelanjutan, sehingga yang perlu kita lakukan adalah menjalankan prioritas nasional yang efektif," lanjutnya. 

‎ Menurut Jokowi pemerintah harus memfokuskan penanggulangan kemiskinan dengan memperkuat daya beli masyarakat miskin. Mantan Walikota Solo ini pun mengingatkan pada semua kementerian terkait dengan hal ini, terutama Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro untuk kondisi transfer kas (conditional cash transfer).

 "Yang saya lihat di Brazil 1% dari GDP (growth domestic product) mereka‎. Tapi kalau kita sekarang ini conditional cash transfer, jadi jika kita mau cepat mengatasi masalah kemiskinan, kurang lebih berarti Rp110 triliun. “Tolong ini menjadi catatan untuk bahan kita pada tahun berikut," perintah Jokowi . (mbeng)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement