BLITAR – Edan adalah kata yang pas, untuk
kejadian ini. Susilo Prabowo atau dikenal Embun, pengusaha tambang illegal atau
liar asal Blitar,
hanya dituntut hukuman penjara enam bulan, denda Rp 5 juta subsider 3 bulan
kurungan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Blitar, Selasa (24/11).
Jaksa penuntut umum menilai terdakwa terbukti melanggar pasal 161, UU RI No 4
tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara. Dia tak punya izin
menampung, mengangkut, maupun mengelola bahan hasil tambang.
Semestinya, menurut
JPU, ia harus memiliki Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Karena
terdakwa terbukti melanggar pasal tersebut, maka kami hanya menuntutnya hukuman
6 bulan penjara, denda Rp 5 juta dan subsider 3 bulan," ujar Grisnita SH,
JPU, saat membacakan tuntutan.
Anehnya, sesuai
pasal 161, UU Pertambangan dan Minerba, ancaman pidananya maksimal 10 tahun dan
denda paling banyak Rp 10 miliar. Namun, JPU dari Kejari Blitar ini hanya
menuntut ringan pada terdakwa pelanggar UU Pertambangan dan Minerba.
Embun, panggilan
Susilo Prabowo, memastikan akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada sidang
1 Desember 2015 mendatang, dengan majelis hakim yang diketuai Yapi SH, yang
juga Ketua PN Blitar. Pada bagian lainnya, Suyanto SH, kuasa hukum Embun,
mengatakan, seharusnya kliennya tak dikenakan UU Pertambangan Mineral dan
Batubara, karena bukan penambang melainkan mengelola hasil tambang, elaknya.
Suyanto berdalih,
"Klien saya itu hanya sebatas industri. Ibaratnya, Dia hanya pengusaha
mebel, masak harus izin ke Perhutani. Makanya, pada sidang nanti, kami akan
melakukan pembelaan dan klien saya harus bebas dari tuntutan itu," ujarnya
berkelit.
Kasus ini mencuat
sekitar tiga bulan lalu, setelah Polres Blitar mendatangi
pabrik pengelolaan tambang milik tersangka di Kelurahan Babatan, Kecamatan
Wlingi. Selanjutnya, pabrik pemecah batu itu di-policeline oleh
Polres Blitar dan
perkaranya dilakukan penyidikan dan dilimpahkan berkas perkaranya ke Kejaksaan
Negeri Blitar dan tidak dilakukan penahanan oleh penyidik maupun penuntutan
dari Kejari setempat.
Pada kesempatan
lain, H. I Wayan Titib Sulaksana,penasehat AMAK ( Aliansi Masyarakat Anti
Korupsi) yang dihubungi menilai, “Bencana yang terjadi di tanah air secara
beruntun sekarang ini, karena tidak terlepas dari ulah manusia yang melakukan
‘perusakan’ di muka bumi dan dilakukan pembiaran oleh aparat pemerintah
setempat. Pembakaran dan pembabatan hutan-hutan secara liar, eksploitasi
kawasan pertambangan secara illegal adalah bukti nyata bahwa pemerintah ikut
andil dalam melakukan perusakan kekayaan alam milik Allah SWT yang dititipkan
kepada umat manusia,” ucapnya lantang.
Menurut pakar hukum
pidana dari Fakultas Hukum Unair ini dari rangkaian kronologis kejadian hingga
diseretnya terdakwa Susilo Prabowo atau Embun di PN Blitar telah terjadi
rekayasa yang sempurna oleh aparat penegak hukum setempat. Yaitu- dengan
dijeratnya dengan UU No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan dan Minerba pada
pasal 161.
Semestinya,
penyidik sudah melakukan penahanan pada tersangka karena ancaman pidananya 10
tahun penjara dan denda sebesar Rp 10 miliar dan syarat penahanan
secara objektif di atas 5 tahun dapat dikenakan tahanan terhadap tersangkanya,
terang Wayan Titib.
Ada apa,
penyidiknya tidak segera melakukan penahanan terhadap tersangka hingga
dilimpahkan berkas perkaranya di Pengadilan. Hal ini semakin menguatkan dugaan
telah terjadi rekayasa sempurna, karena tuntutan jaksa sebagai penuntut umum
yang mewakili Negara dan masyarakat hanya menuntut ringan dan hanya 6 bulan
bagi pelaku, yang juga dianggap sebagai perusak lingkungan, cetus pak Haji
panggilan akrabnya. Dia berharap Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan perkara
tersebut dapat berbuat seadil-adilnya untuk kepentingan yang lebih luas, bangsa
dan Negara, katanya berharap.
Dikatakannya lebih
lanjut,Hakim dianggap sebagai benteng terakhir bagi masyarakat untuk mencari
keadilan di dunia, kalau marwah ini tidak dapat dijaga dengan
baik oleh hakim sebagai pengadil akan merusak tatanan yang ada. “Kekuasaan
hakim adalah kekuasaan yang merdeka guna menegakkan hukum.
Dalam irah-irahnya,
demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai nilai filosofi yang
amat agung sehingga tidak dapat dibuat sembarangan atau sembrono dalam setiap
keputusannya.
Ditambahkan Wayan
Titib, “Saya masih berkeyakinan masih ada hakim yang mempunyai hati nurani yang
jernih dan tidak sekedar tekstual, yang di lihat, didengar di persidangan tapi
menggali nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan tidak larut dalam era
hedonis. Masyarakat membutuhkan figur-figur yang kuat dan tegar dalam
menghadapi tantangan jaman edan, pungkasnya”.
Sekedar diketahui,
Susilo Prabowo atau Embun dikenal sakti karena mempunyai
berbagai profesi, yaitu; wartawan dan aktivis LSM. Untuk memuluskan usahanya
dibidang kontraktor kelas kakap yang mengerjakan proyek-proyek di karesidenan
Kediri; Kab.Kediri, Tulungagung, Trenggalek, Blitar dan Kota Blitar dengan
nilai ratusan miliar.
Sayangnya,
proyek-proyek yang dikerjakan diduga banyak menuai masalah dan dilakukan
‘pembiaran’ oleh sejumlah satker. Bahkan, perusahaannya yang sudah diblack
list dan tidak diperbolehkan mengikuti. Tetapi, fakta di lapangan menunjukan
hasil kongkalikong dengan oknum-oknum melenggangkan usahanya.
Nah, apa kondisi ini dibiarkan terus… Bersambung (tim)